Sdr. Fenenteruma ini memang sosok Papua yang unik, bahkan unik  sekali. Nampak bodo, tetapi inteligensinya di atas rata -rata. Orangnya lugu dan sering bertingkah laku di luar perhitungan manusia-manusia lain sesama saudara dina.

Pada suatu pagi, dia, yang dipercaya memegang urusan dapur di biara Sentani, berangkat dari rumah dan pergi ke pasar untuk berbelanja melengkapi kebutuhan sayur mayur dan lauk pauk untuk makan hari itu.

Hari pun berlangsung seperti biasa. Siang hari seluruh anggota komunitas berdoa Ibadat siang bersama dan setelah selesai pergilah  mereka ke kamar makan. Di buka dengan doa makan, lalu duduklah mereka seperti biasa, hanya  saja mereka heran, meja makan nampak kosong, hanya ada nasi saja.

Setelah ditunggu beberapa saat, masuklah saudara Fenenteruma dan dengan muka cerah tanpa beban berkata: “Maaf saudara -saudara, hari ini tidak ada sayur atau lauk pauk. Kita makan sederhana saja”.

Dengan heran saudara-saudara lain pun nyaris serentak bertanya
“Mengapa? Apa yang telah terjadi?”

Dengan tenang tanpa beban, saudara kita Fenenteruma berkata: “Saya tadi pagi ke pasar mau belanja.”

“Yaaa, lalu?” tanya saudara yang lain.

“Saya memang bawa duit” lanjut Fenenteruma, “tidak banyak, hanya cukup untuk beli sayur dan lauk”.

“Kemudian?” tanya saudara yang lain lagi.

“Waktu saya mau bayar sayuran”, lanjutnya “saya rogoh saku kanan kok tidak ada uang. Ya saya lalu batalkan saja, tidak jadi beli sayuran dan lauk pauk”.

“Kenapa tidak rogoh juga yang saku kiri?” tany a saudara lain penuh kesabaran.

“Uang yang di saku kiri”, lanjut Fenenteruma bangga “sudah saya berikan semuanya kepada pengemis yang nampak sangat miskin dengan pakaian compang camping itu.”

Mendengar penjelasan saudara Fenenteruma ini, semua saudara serentak hanya bisa tarik nafas panjang. Saudara Fenenteruma masih memberi penjelasan lebih lanjut “Saya kira kantong sebelah kanan juga ada uangnya. Ternyata saya keliru, tidak ada uang.”

Saudara-saudara yang lain paham betul tingkah laku saudara satu ini. Karena itu kendati hati kesal juga, mereka tidak marah. Lalu dicari-cari apa saja yang dapat mendorong nasi yang sudah mulai mendingin itu masuk ke tempat tujuannya: perut. 😀 😀 😀

Diceriterakan kembali oleh Sdr. Alfons Suhardi OFM

1 Komentar

Tinggalkan Komentar