Page 8 - Taufan April 2020
P. 8
Taufan April 2020 - 7
percakapkan sementara kamu berjalan?” (Luk. 24:17). Pertanyaan ini
lebih dari sebuah pertanyaan informatif tentang situasi terkini. Yesus
mulai mendengarkan, dan membiarkan kedua murid tersebut fokus pada
kegelisahan mereka: kegelapan dan keputusasaan akan kengerian
penyaliban yang menghantui mereka. “Adakah Engkau satu-satunya
orang asing di Yerusalem, yang tidak tahu apa yang terjadi di situ pada
hari-hari belakangan ini?” (ay. 18). Pertanyaan yang diajukan oleh
kedua murid ini menyentuh makna terdalam solidaritas manusia, di
samping sudut padang biblis dan tafsir Kitab Suci. Ketidaktahuan
terkadang bisa disamakan dengan ketidakpedulian untuk tahu. Paus
Fransiskus menyebutnya sebagai budaya acuh tak acuh. Ketika
seseorang mengetahui kebenaran akan suatu hal, ia memiliki kewajiban
untuk menyatakannya dalam cara yang radikal, berkomitmen untuk
melakukan apa yang diperlukan dan yang benar dalam rangka
menjawab kebutuhan yang mendesak dan hidup secara konsisten. Inilah
hakikat pertobatan: ia memanggil kita untuk bangkit dan menata hidup
kita. Pertobatan menuntut kita untuk selalu berdialog dengan kisah
Tuhan ini, dan bagian utama dari kisah ini adalah inisiatif Allah untuk
selalu mengajak kita kembali kepada-Nya, menyelamatkan kita, dan
mengantar kita kepada kehidupan kekal.
Barangkali, karena dikuatkan oleh teman seperjalanan semacam Yesus,
kedua murid terus melanjutkan cerita tentang apa yang sebelumnya
terjadi di Yerusalem. Mereka menceritakan kembali bagaimana Yesus
dari Nazaret menuntun mereka keluar dari hidup mereka yang biasa-
biasa saja, dari ketidaktahuan mereka tentang Allah, dan tentang apa
yang Ia maksud dengan mereka yang mencari-Nya dengan hati yang
rendah dan terbuka. Ia akan membebaskan mereka dari perbudakan –
seperti penjajahan yang mereka alami karena pendudukan bangsa
Romawi, dan juga persekongkolan mereka yang bekerjasama dengan
pemerintahan Romawi demi kepentingannya sendiri. “Tetapi imam-
imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami telah menyerahkan mereka
untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkan-Nya.”(Luk. 24;20).
Bahkan di tengah kegelapan keputusasaan manusia, ketika sepertinya
tidak ada ada lagi alasan untuk berharap, kedua murid yang
mengadakan perjalanan ke Emaus mampu melihat secercah cahaya.