3 November – Beata Teresa Manganiello

3 November

Beata Teresa Manganiello
1849-1876


Orang Awam dari Keuskupan Benevento, Italia; Fransiskan Sekular.

Lahir: 1 Januari 1849; Meninggal: 3 November 1876 di Montefusco, Avellino, Italia.

Biografi yang cukup pendek ini berdasarkan pada artikel-artikel yang muncul di Website EWTN, yang diambil dari artikel di ZENIT, dengan judul: “Buta huruf, namun Bijak, seorang Penyembuh Badan dan Jiwa: Teresa Manganiello”, oleh Carmen Elena Villa. Rupanya tidak terdapat sumber yang lain.

BENEVENTO, Italia, 20 Mei 2000 (Zenit.org).
Kendati pendidikannya yang tidak seberapa, dia terkenal karena kebijaksanaan spiritualnya yang besar dan kendati umurnya yang pendek, nama harum kesuciannya terus menerobos batas-batas dunia dan bergema sampai sekarang ini, 133 tahun setelah kematiannya. Demikianlah amanat Teresa Manganiello, yang akan dibeatifikasi di Benevento pada hari Sabtu ini. Dia dikenal sebagai batu penjuru dari Suster-suster Fransiskan Imakulatin.

Prefekt Kongregasi Kasus-kasus Orang Kudus, Uskup Agung Angelo Amato, akan mewakili Benediktus XVI memimpin upacara beatifikasi itu. Teresa Manganiello dilahirkan di desa kecil Montefusco, provinsi Avellino di Italia Selatan.
Sebagai anak bungsu dari 11 orang anak, dia tidak pernah pergi sekolah dan seperti anak-anak petani masa itu, dia harus bekerja di rumah dan di ladang. Pada umur 18 tahun dia mengungkapkan keinginannya untuk mempersembahkan diri kepada Tuhan. Pada 15 Mei 1870, ketika berumur 21 tahun, dia memperoleh jubah tersiaris Fransiskan dan pada tahun berikutnya dia mengucapkan kaulnya, dengan mengambil nama Suster Maria Louise. Dia menerima bimbingan rohani dari Pater Ludovico Acernese, yang meninggalkan banyak tulisan perihal keutamaan Teresa ini.

Pembela perkaranya, Monsignor Luigi Porsi, berkata kepada ZENIT bahwa di antara ciri sifat Teresa yang paling mengagumkan adalah “hidupnya yang tak bercela, devosinya yang besar pada Tuhan yang tersalib, dalam semangat pertobatan, dalam pemulihannya bagi dosa-dosa dunia.”

Kemurahan hati yang melimpah
Disertai dengan kerendahan hati yang mulia dan dengan kemampuan menempatkan diri seperti orang-orang lain, Teresa selalu memberi perhatian pada mereka yang paling miskin, baik dalam arti bendani maupun dalam arti rohani. “Dia tidak pernah menolak memberikan bantuan kepada siapa pun yang datang padanya. Dia membagi-bagikan roti dan pakaian dan atas prakarsanya sendiri mempunyai farmasi sangat sederhana dengan rerumputan yang dia budi-dayakan untuk mengobati penyakit-penyakit sederhana yang seringkali tersebar waktu itu,” demikianlah kata pihak postulatornya (pembelanya).
Suster Imakulatin Fransiskan Daniela del Gaudio berceritera: “Pada pintunya datanglah semua jenis orang-orang miskin, sakit, terlunta dan dia menerima mereka itu dengan sebuah senyuman dan perkataan yang hangat, sambil memberikan obat-obatan dan kasih; obat-obatan untuk menyembuhkan tubuh dan jiwa.” Hidupnya tidaklah dibebaskan dari pencobaan-pencobaan dan penderitaan-penderitaan, seperti kesalah-pahaman karena cara hidupnya yang keras itu dan rencananya untuk mendirikan sebuah komunitas religius. Apalagi, Teresa juga melakukan mati raga yang berat dan laku penyiksaan diri secara fisik. Dalam rumah induk komunitas terdapat alat-alat laku penyiksaan dirinya itu. Dia terus tetap berkata bahwa dia melakukan hal itu “karena Tuhan memintanya kepada saya.”

Waktu doanya merupakan prioritas utama di atas segala sesuatu lainnya. Baik hujan, maupun salju, atau pun mata hari yang menyengat, tidak dapat mencegahnya untuk berjalan setiap hari sejauh tiga kilometer pergi ke gereja yang terdekat.

Kebijaksanaan kendati tidak banyak tahu
Banyak orang menyebutnya “wanita bijaksana yang buta huruf.” Msgr Porsi memberi judul pada riwayat hidupnya “Una contadina maestra di vita” (Seorang Petani Yang Menjadi Guru Kehidupan), dan berkata bahwa kendati pendidikan formalnya yang tidak seberapa itu, “dari segi teologi dan sangat mendalam dia itu sangat bijaksana.” “Dia tidak naif; dia itu tak bercela,” katanya. “Dia tidak dapat membaca atau pun menulis, tetapi dia menyimpan segala sesuatu yang dia pelajari.” “Dia mempunyai semangat meditasi dan kontemplasi dan bila dia bertemu dengan orang-orang, dia bersikap sederhana dan mendalam dan membuat orang-orang terpelajar menjadi kagum.” Postulatornya menyebut sifat-sifatnya itu sebagai sebuah “kebijaksanaan adi kodrati.”

Mimpi yang terpenuhi
Dia baru berumur 27 tahun ketika dia terkena penyakit TBC (tuberkulosis), yang mengantarnya ke kematian pada 1876. Menurut Suster Daniela, Teresa mampu mengubah “ranjang kematiannya menjadi kursi kebijaksanaan, kehidupan dan kasih.”
Lima tahun setelah kematiannya, pembimbing rohaninya mendirikan Suster-suster Imakulatin Fransiskan, terilhami oleh Teresa, karena dia tahu bahwa Teresa memimpikan lahir dan berkembangnya komunitas ini. Karena itu para religius dari ordo ini menamakan Teresa “batu penjuru”komunitas mereka.

Sekarang ini, suster-suster itu menghidupi karisma yang memprofesikan cinta khusus dan hormat keanakan kepada Bunda Perawan dalam keunggulannya dalam Dikandung Tanpa Noda.

Mereka bekerja dalam pendidikan akademik dan doktrinal di antara orang-orang muda, khususnya anak-anak perempuan. Mereka juga mengkhususkan diri dalam katekese, kerjasama dan misi dalam bidang pastoral dan paroki. Mereka aktif bekerja di Italia, Brasilia, Philipina, Australia, India dan Indonesia.

[Tidaklah jelas bahwa suatu tanggal tertentu telah ditentukan untuk pestanya, biasanya pesta orang kudus dijatuhkan pada tanggal kematiannya. B. Teresa sangatlah mungkin akan muncul dalam daftar pesta orang kudus Italia].