Ordo Santa Klara

Ordo Santa Klara

Bunga Rampai Ordo Santa Klara (OSCL) di Indonesia:

1. Riwayat Singkat Santa Klara dari Assisi

Klara adalah seorang puteri bangsawan dari kota Assisi ltalia. la dilahirkan pada tahun 1193 dari ibu yang bernama Hortulana dan ayah bernama Favarone. Meskipun Klara tinggal di dalam kemewahan istana kedua orang tuanya, namun ia tidak tarlarut di dalamnya. Menurut kesaksian, dalam proses peresmian Klara sebagai orang kudus, suster Pacifica de Guelfuccio – sebagai saksi I – yang merupakan teman dekat Klara dan bertempat tinggal dekat rumah Klara – mengatakan bahwa Klara adalah seorang puteri yang saleh, banyak melakukan ulah tapa dan berdoa. la iuga biasa mengunjungi orang-orang miskin, memberi derma dan membawakan makanan untuk mereka.

Klara sebagai puteri bangsawan, mendapatkan pendidikan yang lazim bagi para puteri bangsawan di zaman itu. Pendidikan itu mencakup pendidikan agama, ketrampilan yang diperlukan sebagai seorang puteri bangsawan seperti: mengurus dapur rumah tangga besar, menjahit, memintal dan menyulam, juga pendidikan membaca, menulis dan bahasa Latin sebagai bahasa resmi yang digunakan pada masa itu. Seluruh pendidikan ditempuh di rumah dengan mendatangkan guru-guru. Klara seorang yang cerdas. Ini terbukti dari tulisan-tulisannya. la ternyata juga trampil. Dari kesaksian dalam proses kanonisasi, terungkap bahwa Klara biasa membuat corporal, kain penutup Altar yang kemudian dikirim ke gereja-gereja di sekitar kota Assisi. la juga membuat alba, dalmatika, bahkan pernah membuat sepatu sandal dari kulit halus khusus untuk kaki Fransiskus dari Assisi yang terluka karena Stigmata.

Klara seorang pribadi yang berani dan tegas. Ketika telah berusia sekitar 17 tahun, saat harus menentukan arah hidupnya, Klara menolak dengan tegas rencana pernikahan yang diperuntukkan baginya, Klara tidak mau menyesuaikan diri dangan pola hidup tradisional puteri bangsawan pada masa itu.

Hari Minggu Palma malam, tanggal 18 Maret 1212, merupakan saat titik balik hidup Klara. Malam itu bersama Pacifica, Klara melarikan diri dari rumah untuk memulai suatu kehidupan yang dicita-citakannya; suatu pelarian yang telah direncanakan secara matang selama satu tahun bersama Fransiskus dan yang direstui oleh uskup kota Assisi yaitu Uskup Guido. Malam itu juga di kapel kecil Portiuncula Klara menerima jubah seperti yang dikenakan olah Fransiskus beserta kawan-kawannya dan mendapat “tonsura“ para rubiah, Fransiskus sendirilah yang momotong rambut Klara dan memberinya kerudung. Untuk sementara Klara bersama Pacifica tinggal di biara Benediktines guna melindungi diri dari tindakan kekerasan ayah Klara yang ingin mengambil paksa dirinya.

Pada awal bulan Mei 1212, Klara mendapat hadiah dari Uskup Guido yakni sebuah kompleks kecil dengan gereja San Damiano yang terletak kurang lebih satu kilometer jauhnya dari kota Assisi. Setelah menempati kompleks kecil di San Damiano itu, Klara dan para saudari menerima dari Fransiskus petunjuk/pedoman tentang pola hidup injili yang mau diikuti. Sejak Klara menempati biara kecil itu Allah terus menambah jumlah saudari-saudari di San Damiano. Tercatat pada tahun 1233 jumlah penghuni San Damiano mencapai 50 orang.

Pada tahun 1215/1216 Klara mengajukan kepada Paus Innocentius III suatu “Privilegium” (hak istimewa) untuk tidak memiliki harta milik tetap, maksudnya sabagai jaminan hidup bagi Klara dan para saudarinya. Pormohonan Klara tersebut dikabulkan oleh Paus Innocentius III. Berdasarkan “Privilegium Paupertatis” ini Klara dan kelompoknya yang belum memiliki Anggaran Dasar telah diakui sebagai suatu lembaga di dalam tata hukum Gereja. Dengan cara demikian Klara dapat melaksanakan cara hidup yang dicita-citakan dengan berpedoman “Pola Dasar Hidup” karangan Fransiskus dan “Privilegium Paupertatis” yang diterimanya.

Pada tahun 1219, ciri gaya hidup kelompok Klara yang lain dipertegas. Secara resmi San Damiano menerima pingitan. Praktek itu sebelumnya sudah ada, tetapi secara hukum dipertegas. Sejak semula Klara memilih gaya hidup kontemplatif dan dalam kerangka hidup kontemplatif itu ia mau mewujudkan cita-citanya, Ia mau menjadi Hati dan Jantung Gereja, penggerak dari dalam dan sumber hidup. Sejak semula Klara menyadari diri sebagai “pembantu Allah” dan “penopang Gereja.” Dengan caranya sendiri ia mau memberikan sumbangannya kepada seluruh umat Allah.

Pada tahun 1227 Kardinal Hugolinus, sahabat dan pendukung Klara dipilih menjadi Paus dengan nama Gregorius IX (tahun 1227-1241). Segera Klara mengajukan permohonan, agar “Privilegium Paupertatis” diteguhkan kembali secara tertulis. Klara ingin sejak awal mengamankan mutiara itu. Pada tanggal 25 Mei – 17 Juli 1228, Gregorius IX tinggal di Perugia dan Assisi. Pada tahun itu, di Perugia, Gregorius mengabulkan permohonan Klara. Paus Gregorius IX menyalin surat Paus Innocentius lll, tetapi dengan mempersingkatnya sedikit. Beliau tetap prihatin kalau-kalau kemiskinan seperti dicita-citakan Klara kurang realistis, apalagi mengingat situasi sosio-politik masa itu yang memang kurang mantap dan aman. Maka Paus tetap merasa perlu memberi jaminan hidup bagi kelompok di San Damiano. Beliau menawarkan kepada Klara harta milik tetap (tanah, kebun anggur, dll.) serta bersedia memberikan dispensasi, kalau mereka merasa diri terikat pada janji mereka dahulu.

Namun Klara menjawab dengan tegas dan sekaligus menyingkapkan dasar terdalam bagi kemiskinan yang diinginkannya. Ia menegaskan: “Kami tidak ingin sama sekali dibebaskan dari hal mengikuti jejak Kristus.”

Klara menyadari cita-cita dasariahnya dapat “terancam” dari pihak pimpinan tertinggi dalam Gereja. Klara juga tidak dapat menaruh terlalu banyak kepercayaan pada Saudara-Saudara Dina. Sebab pengikut-pengikut Fransiskus terus bertikai satu-sama lain mengenai gaya hidup. Ada sejumlah saudara yang ingin meneruskan gaya hidup semula, yang mengandalkan kemiskinan mutlak, tatapi ada juga sekelompk saudara yang mendukung perkembangan ordo ke arah memperlunak praktek kemiskinan yang dihayati dan dijalani Fransiskus.

Dalam situasi semacam itu Klara merasa perlu menyusun Anggaran Dasarnya sendiri dan mengusahakan pengesahan oleh takhta apostolik. Hal ini samakin mendesak oleh karena penyakit Klara semakin parah. Pada tahun 1250, ia mengalami masa kritis, sehingga sudah diberi sakramen pengurapan orang sakit. Memang Klara menjadi sedikit lebih baik, akan tetapi jelaslah bahwa hidupnya tidak lama lagi. Selanjutnya Klara hampir terus menerus berbaring di tempat tidurnya.

Sekitar tahun 1251 Klara selesai menyusun Anggaran Dasarnya sendiri, yang mungkin sudah mulai disusun sejak tahun 1247. Anggaran Dasar Klara itu merupakan gabungan dari saduran Anggaran Dasar Fransiskus (th. 1221 dan 1223), beberapa dokumen dasariah (Pola Dasar Hidup, Wasiat Fransiskus, Privilegium Paupartatis) dan aturan-aturan yang disadur seperlunya dari konstitusi-konstitusi Paus Hugolinus dan Paus lnnocentius IV; ditambah beberapa hal dari pengalaman hidup Klara sendiri. Keseluruhan Anggaran Dasar itu disusun Klara dengan memakai latar belakang kebiasaan-kebiasaan yang ada di biara kecil San Damiano. Oleh karena Klara memanfaatkan berbagai dokumen rasmi yang telah disahkan, maka Anggaran Dasar Klara itu dapat diterima oleh para ahli hukum Paus.

Selain menyusun Anggaran Dasar, ia juga menuangkan dengan utuh, panjang lebar dan terperinci mengenai panggilan dan cita-citanya ke dalam dokumen yang disebut sebagai wasiatnya. Di dalam wasiat inilah justru terungkap kepribadian Klara yang matang dan merupakan warisan bagi para saudarinya dan melalui mereka diwariskan kepada seluruh umat Allah yang selalu bergumul dangan lnjil Yesus Kristus.

Pada tahun 1252 Klara sakit parah lagi. Sewaktu ia mendapat kunjungan dari Kardinal Raynaldus dan menerima komuni dari tangan beliau, Klara meminta agar beliau sebagai kuasa Paus mensahkan Anggaran Dasarnya. Permohonan ini diterima oleh Kardinal. Meskipun Klara terhibur oleh hal itu, namun ia merasa belum aman seluruhnya.

Seakan suatu kebetulan bahwa Paus Innocentius IV dengan para pengiringnya tinggal di Perugia dan Assisi; dan ketika Paus mendengar tentang sakit Klara, Paus mengunjunginya sampai dua kali. Kunjungan Paus ini dimanfaatkan Klara untuk memohon pengesahan Anggaran Dasarnya. Pada tanggal 9 Agustus 1253, permohonan Klara secara lisan dikabulkan Sri Paus. Segera dokumen resmi disusun oleh para pegawai Paus di Perugia. Pada hari berikutnya yakni pada hari peringatan Santo Laurentius – Martir (10 Agustus) dokumen itu dihantar oleh seorang Saudara Dina ke biara San Damiano. Dengan rasa gembira dan puas Klara mencium dokumen itu yang merupakan hasil perjuangannya selama empat puluh tahun. Pada tanggal 11 Agustus 1253, Klara dengan hati tenang beralih kepada Mempelai Surgawinya.

Paus Innocetius IV dengan seluruh pengiringnya datang menghantar jenazah Klara ke gereja St. Giorgio di Assisi, untuk dimakamkan di situ. Pada tahun 1260 jenazah Klara dipindahkan ke Basilika St.Chiara di Assisi. Atas nama para saudari di San Damiano sepucuk surat mengenai hal tersebut diedarkan kepada semua saudari Ordo San Damiano yang telah terpencar di mana-mana (sekarang Ordo Santa Klara). Ketika Klara meninggal dunia telah ada sekitar 120 biara yang berorientasi kepada biara San Damiano.

Tampak depan Basilika Santa Clara/Chiara di Assisi.

Tampak depan Basilika Santa Klara/Chiara di Assisi. Di dalamnya terdapat Kapel San Damiano.

Pada tahun 1255 Klara diresmikan sebagai orang kudus oleh kardinal Raynaldus — sahabat dan pendukung penuh Klara — yang telah menjadi Paus Alexander IV (tahun 1254-1261).

Relikui patung lilin St.Klara tetap utuh walaupun sudah wafat dan disimpan di dalam Basilika Santa Klara di Assisi.

Relikui patung lilin St.Klara disimpan di dalam Basilika Santa Klara di Assisi.

2. Riwayat Perkembangan Biara-biara Klaris

1. Hubungan dengan San Damiano

Selama Klara masih hidup, sudah terdapat tujuh atau delapan biara Wanita-Miskin di Italia. Kardinal Raynald dalam tahun 1228 menyebut adanya 24 biara Wanita Miskin yang tersebar di seluruh Italia. Dalam tahun-tahun itu begitu banyak biara Wanita Miskin yang didirikan di segala tempat di luar Italia. Ketika Klara wafat tercatat adanya lebih dari 100 biara yang terdiri dari 68 biara di Italia, 21 di Spanyol, 14 di Perancis dan 8 di Jerman.

Meskipun semua biara tersebut merasa sangat erat hubungannya dengan San Damiano, namun masing-masing biara itu telah berdikari (otonom). Klara maupun Biara San Damiano tidak pernah menjadi pimpinan dan pusat atas berbagai biara lain. Hubungan hanya terletak pada persamaan cita-cita dan semangat. Namun semua biara mengakui bahwa Klara adalah sumber inspirasi mereka (San Damiano menjadi semacam pusat rohani). Ini tampak dari kenyataan, bahwa ketika Klara wafat tahun 1253, dibuat surat edaran yang ditujukan kepada semua suster dari Ordo San Damiano yang tersebar di seluruh dunia.

2. Biara-biara yang menerima AD Klara

Pada waktu Klara meninggal pada 11 Agustus 1253 telah tercatat ada sekitar 120 biara wanita yang berorientasi kepada San Damiano. Ada yang merupakan biara baru dan ada juga biara yang memang sudah berdiri sebelumnya. Kedua macam biara ini bukan didirikan oleh Santa Klara. Demikian pula, tidak semua biara yang berorientasi pada San Damiano itu menerima Anggaran Dasar Santa Klara. Adapun biara-biara yang menerima Anggaran Dasar Santa Klara antara lain:

Biara di Monticelli
Biara ini semula merupakan biara Benediktines yang kemudian menyatakan diri untuk bergabung dangan biara San Damiano. Olah karena itu Agnes adik Klara dikirim ke biara itu untuk memimpin pelaksanaan perubahan itu. Agnespun menjadi abdis di biara itu.

Biara di Brigge – Belgia
Biara ini didirikan oleh Ermentrudis. Beliau mengenal Klara serta para saudarinya di San Damiano lewat para Saudara Dina yang datang di Belgia sekitar tahun 1233. Kemudian beliau mulai mengadakan hubungan surat menyurat dengan Klara. Ia pun lalu pergi ke Roma untuk mohon kepada Paus agar diperkenankan menerima dan menjalankan Anggaran Dasar Klara. Paus mengabulkan permohonannya. Sayang sekali ketika Ermentrudis sampai di Roma dan ingin berjumpa dengan Klara, ia mendapat berita, bahwa Klara telah meninggal dunia. Selain di Brigge, Ermentrudis juga mendirikan biara di Gent dan di Leper.

Biara di Praha
Biara ini didirikan oleh Agnes, puteri raja Ottokar I di Bohema. Agnes mendengar tentang Klara dari keluarganya yang berkunjung ke Italia dan dari para Saudara Dina yang sudah datang di Praha tahun 1224-1225. Biara ini didirikan beserta rumah sakit – Santo Fransiskus – pada tahun 1230. Untuk memulai biara tersebut, beliau memohon 5 suster dari Trente-Italia yang bersama dengan 7 bangsawati mulai masuk pada tanggal 11 November 1232. Agnes sendiri baru masuk pada hari Pentekosta tanggal 11 luni 1234. Semula beliau tidak mengetahui tentang cita-cita kemiskinan radikal Klara. Maka biara yang beliau buka adalah biara indah bagaikan istana, serta memberinya tunjangan hidup. Beliau mohon peneguhan kepada Paus Gregorius IX Yang dengan senang hati melaksanakannya. Peneguhan Paus pada tanggal 18 Mei 1235 antara lain menyatakan bahwa rumah sakit di samping biara tersebut tidak pernah boleh terpisah dari biara dan pendapatan dari rumah sakit itu diperuntukkan demi penghidupan para susternya.

Ketika tahun 1237 Agnes mendengar cita-cita hidup kemiskinan Klara, beliau mau hidup dengan cara yang sama. Sebagai ganti jaminan penghidupan dari hasil rumah sakit beliau mau dicarikan sedekah oleh para saudara dina. Sejak saat itu pula beliau menolak jaminan dari kakaknya yaitu raja Wenzel I. Pada 15 April 1238 beliau menerima “Privilegium Paupertatis – Privilege Kemiskinan” dari Paus Gregorius IX. Demi kemiskinan radikal yang ingin dijalankan, secara resmi rumah sakit dilepaskan dari biara dalam bulla ‘Pia Credulitate Tenentes’. Tahun 1237- 1238 Agnes mengajukan Anggaran Dasarnya sendiri kepada Paus Gregorius IX. Permohonan tersebut ditolak pada 11 Mei 1238, dalam bulla ‘Angelis Gaudium’; dan Agnes diwajibkan untuk menerima Anggaran Dasar Klara yang telah disusun oleh beliau sendiri disamping ‘Privilege Kemiskinan’ yang sudah diterimanya. Kemudian semua biara Klaris diwajibkan untuk menerima Anggaran Dasar Klara.

Adanya biara baru yang didirikan oleh Agnes di Praha, menjadi awal dari munculnya biara-biara lain. Bohema merupakan pintu gerbang penghubung Negeri Eropa Timur. Masuknya Agnes ke dalam biara yang didirikannya dengan upacara penerimaan jubah kebiaraan yang berlangsung lama, menjadi saat peristiwa yang penting. Banyak orang dari Bohema, Hungaria, Belgia, para sahabat dan kenalan beliau datang hadir untuk menyaksikan. Keputusan Agnes ini membangkitkan semangat bagi banyak puteri bangsawan lainnya, antara lain:

1. Puteri Cunigundis yang membuka biaranya di Moravia tahun 1242,
2. Puteri Salomea dari Krakau yang mengundang suster Klaris ke Polandia,
3. Bangsawati nyonya Ingerd dari Roskilde – Denmark yang berperan sangat besar dalam gerakan Fransiskan.

Setelah kematian suaminya yang pertama, ia mendirikan empat biara Fransiskan. Bersama suaminya yang kedua, mereka tinggal di Jerman di mana beliau mulai berkenalan dengan Agnes dari Praha. Tidak lama sesudah kematian suaminya yang kedua ini beliau kembali ke Denmark dan merencanakan untuk membuka biara Wanita Miskin. Dengan perantaraan Agnes — yang kemungkinan didukung oleh Klara — nyonya Ingerd mohon ijin kepada Paus untuk rencananya tersebut. Paus menyetujui, maka dibukalah biara Wanita Miskin di Denmark tahun 1257.

Biara-biara yang muncul itu tidak semua menerima Anggaran Dasar Klara, seperti biara Agnes di Praha. Biara-biara itu ada yang menerima Anggaran Dasar Hugolinus, ada yang menerima Anggaran Dasar lnnocentius IV.

3. Biara yang didirikan oleh pejabat Gereja.

Ada juga kelompok atau biara baru yang didirikan oleh pejabat Gereja. Misalnya Kardinal Hugolinus membuka biara baru di Italia yaitu di Perugia dan Spoleto. Kemudian seorang Uskup mendirikan biara di Reims — Perancis. Tercatat dalam kronik biara bahwa Uskup ini pernah berkunjung ke biara San Damiano dan memohon kepada Klara untuk mengirim suster-susternya dan membuka biara di keuskupannya dan beliau berjanji akan melindungi suster-suster itu. Klara menjawab bahwa ia akan mengutus suster-susternya apabila kelompok di San Damiano sudah berkembang.

4. Biara di Longchamps.

Biara di desa Longchamps dekat Paris-Perancis ini didirikan oleh Isabella pada tahun 1254-1255. Ia seorang puteri raja Ludovicus VIII dan adik dari raja Ludovicus IX seorang pendukung gerakan Fransiskan dan secara pribadi terlibat sebagai anggota ordo III awam. Dalam mengatur gaya hidup biara ini, Isabella dibantu oleh Saudara Dina dan beberapa pengikut Klara yang berkediaman di Reims. Karena Anggaran Dasar Klara sebenarnya hanya diresmikan untuk biara San Damiano, ia tidak begitu saja dapat diambil-alih, maka pada tahun 1252 Isabella mulai menggarap Anggaran Dasarnya. Anggaran Dasar itu sesungguhnya disusun oleh Mansuetus OFM yang ditolong oleh tiga Saudara Dina (semuanya memiliki gelar magister teologi di Paris) dan Bonaventura berperan sebagai pengawas.

Anggaran Dasar Isabella itu sesungguhnya suatu saduran dari Anggaran Dasar karangan Klara, hanya disesuaikan sedikit dengan situasi di Perancis. Pada tahun 1259 Anggaran Dasar Isabella itu diresmikan oleh Paus Alexander IV; dan pada tahun 1263 Anggaran dasar itu diteguhkan kembali oleh Paus Urbanus IV dengan perubahan kecil. Dalam Anggaran Dasar itu satu unsur penting bagi Klara yang sangat ditekankan adalah ikatan dengan Ordo Saudara Dina. Misalnya: – ditetapkan, bahwa Visitator selalu mesti seorang Saudara Dina; juga mengenai Bapa Pengakuan mesti dari Ordo I (sesuai dengan maksud Klara dan Fransiskus}; bahkan para rubiah ini disebut Sorores Minores — Saudari-saudari Miskin. Akan tetapi unsur lain yang dasariah bagi Klara (yakni “Privilegium Paupertatis”) tidak ada dalam Anggaran Dasar yang disusun oleh Isabella ini, maka biara di Longchamps itu mempunyai harta milik tetap sebagai jaminan hidup. Demikian juga biara-biara yang disebut ‘biara Klaris’ baik yang ada di Perancis maupun di Inggris dan dua biara di Italia yang menggantikan AD Hugolinus atau lnnocentius IV dengan AD Isabella mempunyai harta milik tetap sebagai jaminan hidup.

5. Macam-macam AD

Jadi sejauh ini ada macam-macam Anggaran Dasar bagi biara-biara Klaris. Ada Klaris dengan AD Hugolinus, ada Klaris dengan AD Innocentius IV, ada Klaris dengan AD Isabella dan ada Klaris dengan AD Klara. Kebanyakan tidak menerima privilegium paupertatis. Rupanya itu dianggap mustahil. Para rubiah itu mesti memiliki jaminan hidup. Para suster Klaris di San Damiano sendiri tetap sedapat-dapatnya setia pada semangat Klara. Tetapi pada tahun 1257 waktu mereka meninggalkan San Damiano (yang sudah tidak cukup menampung para suster) dan pindah ke biara Santa Klara di kota Assisi, mereka mulai memperlunak gaya hidup mereka.

6. Anggaran Dasar Urbanis

Sepuluh tahun sesudah Klara wafat, Paus Urbanus IV menyusun satu Anggaran Dasar baru bagi semua biara yang mengambil semangat Santa Klara. Beliau mempersatukan semua perbedaan nama dari Biara-biara tersebut dengan tetap memberi nama: Ordo Santa Klara. Dalam AD itu nama Klara dijunjung tinggi akan tetapi inti semangatnya yaitu kemiskinan dan hubungan dengan OFM tidak disinggung sama sekali.

Pemeliharaan para suster dipercayakan kepada Kardinal Pelindung yang hendaknya mengangkat seorang Visitator yang cakap. Hal ini disebabkan karena adanya persoalan bahwa Crescentius dari Yesi (1244-1247) Minister General merasa keberatan untuk bertanggung jawab terhadap para suster dari semua biara kecuali San Damiano. Tetapi tahun 1297 tanggung jawab tersebut diserahkan kepada Minister General OFM, yang hendaknya menganjurkan kepada semua biara yang belum menerima Anggaran Dasar Urbanus agar menerimanya. Semua biara yang menerima Anggaran Dasar Urbanus itu disebut Klaris Urbanis. Sejak saat itulah AD Santa Klara tidak dipakai dan hilang tidak tahu dimana. Anehnya pula bahwa semua biara yang melaksanakan AD (Urbanus) tersebut tetap diberi nama Ordo Santa Klara, sedangkan pribadi dan semangat Klara sendiri kurang dimengerti dan dikenal. AD ini berlaku sampai dengan kira-kira pertengahan abad yang lalu. Sampai sekarang masih ada beberapa biara yang mempergunakannya.

7. Zaman Pembaharuan.

a. Kemerosotan cita-cita.
Separti halnya dalam Ordo I Fransiskan, demikian juga dalam Ordo II kemudian terjadi kemerosotan semangat dalam menghayati cita-cita asli. Perkembangan jumlah anggota yang begitu pesat ternyata tidak selalu disertai dengan kesetiaan terhadap cita-cita asli. Tertib hidup sebagai putri-putri Klaris tidak selalu berhasil ditepati. Harta maupun hadiah dari para penderma dengan gampang diterima, demikian juga kekayaan maupun milik para calon dapat dibawa serta ketika masuk ke dalam biara. Ini tentu saja sangat berlawanan dengan cita-cita kemiskinan radikal pendiri. Meski suasana kacau dan merosot namun masih terdapat juga orang-orang suci dalam Ordo II pada masa itu, misalnya Klara dari Rimini (1326). Dalam perjalanan waktu, muncul tokoh-tokoh pembaharu dari dalam Ordo.

b. Santa Coleta dari Corbi.
Coleta Boylat dilahirkan di Corbi tahun 1381. Semula beliau menjalani hidup sebagai pertapa (reclusa tahun 1402-1406). Setalah beliau mendapat beberapa penampakan dari Fransiskus yang memberinya tugas untuk memperbaharui ketiga Ordonya, Coleta meninggalkan pertapaannya dan pergi ke Nice di mana Paus Benediktus XIII tinggal di Avignon. Dalam tangan Paus ini beliau mengucapkan profesinya dan menerima anggaran Dasar Klara. Baliau diangkat menjadi Abdis dan ditugaskan untuk memperbaharui ketiga Ordo Santo Fransiskus. Wanita muda berumur 25 tahun ini berkeyakinan mendapat tugas dari Allah sandiri untuk menjauhkan kejahatan dari gereja dengan memperbaharui ketiga Ordo Santo Fransiskus. Beliau mulai dengan memperbarui hidup doa dan tapa dalam Ordo ll. Karena rahmat Allah dan dukungan dari para pemimpin dunia Coleta mulai mengadakan perjalanan ke Perancis, Balgia dan Belanda dan mengupayakan pembaruan dalam semangat kesempurnaan Injil dan kemiskinan. Rupanya keuletan dan usaha beliau yang tak kenal lelah dengan dukungan dari Paus Benediktus XIII itu menghasilkan buah yang baik. Banyak biara yang mengikutinya dan memperbaharui semangat hidup dalam mengikuti Kristus secara radikal. Ketika beliau wafat di Gent-Belgia dalam tahun 1447, tercatat 22 biara yang beliau perbaharui, sehingga mereka kembali menjalankan Anggaran Dasar Klara serta melaksanakan Konstitusi yang beliau susun. Konstitusi beliau ini disahkan oleh Minister General tahun 1434 dan diteguhkan oleh Paus Pius II tahun 1458.

Dalam Konstitusi tersebut beliau menekankan antara lain:

• Kembali kepada kemiskinan asli San Damiano. Para calon yang mau masuk diharapkan sudah mengambil jarak dari semua miliknya. Emas kawin tidak boleh diminta dari padanya.
• Masing-masing suster harus berpakaian sangat sederhana, namun rapi. Segala milik dan penghasilan hidup dilarang sama sekali, demikian juga gudang dan persediaan untuk jangka waktu panjang – semua itu harus dibuang.
• Bangunan biara harus sangat sederhana.
• Sebagai penghidupan harian, para suster harus bekerja. Kewajiban itu berlaku bagi semua suster. Semua pekerjaan yang dapat dikerjakan oleh suster sendiri tidak boleh dikerjakan orang lain atau orang luar.
• Sebagai tanda kesederhanaan dilarang adanya upacara meriah pada kesempatan pengesahan Abdis maupun upacara profesi.
• Pendidikan intelektual dianggapnya tidak berlawanan dengan semangat Anggaran Dasar; maka disamping segala kesibukan harian para suster hendaknya membaca buku-buku yang bermutu dan dalam setiap biara hendaknya terdapat perpustakaan.
• Bersama kemiskinan, cinta kasih pada sesama dijunjung tinggi dan hendaknya diusahakan dan dilaksanakan.
• Menurut semangat Anggaran Dasar, semua suster adalah sederajat.
• Semua tugas dan jabatan merupakan bentuk pelayanan.

Coleta mengambil banyak ketentuan slot dari Anggaran Dasar Urbanus IV yang sudah merupakan tradisi biara, namun secara menyeluruh beliau kembali ke Anggaran Dasar Klara. Seperti misalnya mengenai pembimbing rohani, Coleta mangambil semangat Santa Klara yang menekankan hubungan erat dangan Ordo I; misalnya ditentukan bahwa setiap biara boleh mengharapkan pendampingan dan bantuan dari seorang saudara imam dan dua orang saudara non-imam fransiskan.

Seperti sudah dikatakan bahwa Coleta juga memperbaharui semangat dalam Ordo I Fransiskus; sebab ia merasa perlu adanya para saudara yang bersemangat baik demi kepentingan pemeliharaan rohani para susternya. Maka beliau mulai mengadakan pembaharuan di Dole pada tahun 1412 dan sejak itu biara tersebut disebut ‘seminari Pembaharuan Coleta’. Mereka yang mengikuti disebut Coletan.

c. Capusines.
Seorang janda – bangsawati Maria Lauransia Long membangun sebuah biara. Biara itu disebut sabagai ‘Oratorium’ dan dimaksudkan untuk merawat penderita yang tak tersembuhkan di Napals – Italia. Kelompok ini hidup berdasarkan Anggaran Dasar Ordo III, akan tetapi ditambah dengan konstitusi Coleta. Karena ini dirasa sebagai kepincangan maka pada tahun 1539 Maria Laurensia Long mengubah ciri komunitasnya. Ia mengambil alih Anggaran Dasar Klara dengan konstitusi Coleta. Ketika OFM Capusin tiba di Napels, mereka memberi tumpangan dan ia pun menempatkan komunitasnya di bawah bimbingan para Capusin. ‘Kebiasaan-kebiasaan para Capusin’ cukup banyak diambil alih pula oleh beliau.

Maria Laurensia Long meninggal 21 Desember 1542 dalam usia 79 tahun. Ketika beliau wafat, biara di Napels terdiri dari banyak suster muda dari keturunan bangsawan yang harum dalam kesalehan. Dalam waktu singkat tersebarlah biara ini ke luar Italia yakni ka Spanyol dan Perancis.

8. Penemuan kembali teks AD asli tahun 1893.

Dengan cara yang ajaib pada tahun 1893 teks asli Anggaran Dasar Klara beserta Bulla (surat pengasahan) ditemukan kembali di Assisi. Kejadiannya adalah sebagai berikut:
Sekitar tahun1890 di Lyon terdapat banyak Anggaran Dasar Klara yang barlainan teksnya, mungkin terjadi karena kesalahan waktu menyalin. Muncul kebutuhan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi dengan menyesuaikan dengan teks asli. Maka dimulailah pencarian teks aslinya. Kiranya Assisi adalah tempat yang tepat untuk menemukannya. Dalam tahun 1893, Sr. Maria Angola – Abdis di Lyon minta kepada Sr. Mathilda Rossi – Abdis di Assisi teks asli Anggaran Dasar Santa Klara. Ketika dicari ternyata teks tersebut ditemukan dalam sebuah peti kecil dari kayu ebbe yang disegel. Pada permulaan Oktober tahun itu, berkenaan dengan pesta Santo Fransiskus, beberapa pejabat tinggi gereja yang hadir di Assisi membuka peti tersebut dan menemukan di situ Anggaran Dasar yang ditulis oleh Klara sendiri. Tak seorang pun mengetahui sudah berapa lama teks AD Klara tersebut berada di situ.

Penemuan teks asli Anggaran Dasar Klara itu membawa kegembiraan yang sangat besar sebab bersamaan dengan waktu dimana ada perhatian besar dan usaha menyelidiki serta mempelajari semangat dan tulisan-tulisan Santa Klara dan Santo Fransiskus. Uskup Assisi menulis surat kepada samua Klaris di seluruh dunia dan menjanjikan akan mengirimkan salinan AD tersebut. Pada tahun 1894 Abdis di Lyon menerima satu salinan AD Klara tersebut. Kemudian menyusul biara-biara Klaris Urbanis lain yang mau mempergunakan dan kembali kepada Anggaran Dasar Klara. Pada tahun 1954 para Klaris Urbanis di Belanda kembali kepada Anggaran Dasar Santa Klara. Menyusul kemudian Klaris di Indonesia pada tanggal 6 Januari 1956 menggunakan Anggaran Dasar Santa Klara.

Perkembangan Biara dari Abad I - XIV. Klik gambar untuk perbesar.

Perkembangan Biara Klaris dari Abad I – XIV. Klik gambar untuk perbesar.

Perkembangan Biara Claris dengan pusat di Megen - Belanda. Klik gambar untuk perbesar

Perkembangan Biara Klaris dengan pusat di Megen – Belanda. Klik gambar untuk perbesar

3. Merunut Ke Belakang: Sebelum Para Suster Klaris Sampai Ke Indonesia

Atas undangan keluarga bangsawan, maka datanglah para Klaris dari Brussels, Belgia ke Belanda tepatnya di kota Hertogenbosch pada tahun 1359. Para Suster Klaris itu menjalani kehidupan di sana dengan tenang. Namun ketenangan itu terusik sewaktu Frederik Hendrik berkuasa sekitar tahun 1629. Beliau mengeluarkan aturan: biara boleh tetap bertahan hanya sampai dengan suster yang paling akhir meninggal dunia. Menerima calon baru tidak lagi diijinkan. Hal ini sebagai akibat dari arus Protestantisme di Belanda waktu itu. Dua puluh tahun kemudian kurang lebih pada tahun 1649, demi masa depan biara, para suster dengan berani mengajukan permohonan untuk membuka biara baru di luar Belanda. Waktu itu masih ada 18 suster yang pasti sudah lanjut usia. Delapan belas tahun kemudian permohonan ini dikabulkan. Para suster diijinkan membuka biara baru di Mechelen – Belgia pada tahun 1667.

Sebelum biara di Mechelen dibuka, sudah ada biara Klaris di Hoogstraten – Belgia yang didirikan pada tahun 1489 dimana dua suster dari Trier – Jerman dimohon bantuannya untuk memperkuat komunitas di sana. Pada tahun-tahun awal, komunitas Hoogstraten berkembang dengan baik dan subur, sehingga mereka kemudian membuka biara-biara baru antara lain di Boxtel-Belanda pada tahun 1513.

Kira-kira dua abad kemudian kurang lebih tahun 1717 karena pengejaran dan gangguan terus menerus dari para tentara, terlebih dalam pemerintahan Yosef II, komunitas Boxtel terpaksa meninggalkan biara mereka dan dengan susah payah mencari tempat. Pada akhirnya mereka mendapat satu rumah benteng yang boleh disewa di Megen milik Karel Filip pada tahun 1719. Karena kondisi rumah tidak layak pakai maka dibongkar dan dibangun menjadi sebuah biara. Sementara pembangunan dilaksanakan, para suster tinggal di rumah lain. Pada tanggal 30 April 1721 bangunan biara sudah selesai dan bisa didiami oleh para suster. Sebagai mata pencaharian, para suster mulai membuat Balsam de Malta dengan bantuan Pater Herman Dullens. Pada tahun 1766 para suster mulai membuat Hosti yang sampai hari ini masih mereka kerjakan. Komunitas di Megen inilah yang menjadi asal mula komunitas para suster Klaris di Indonesia. Sejak Frederik Hendrik berkuasa dan juga para penggantinya, terutama saat pemerintahan Yosef II, biara kontemplatif terus-menerus mendapat gangguan. Tanggal 12 Januari 1782 Yosef – Kaisar Austria ini menutup semua biara kontemplatif karena dianggap tidak ada artinya dan tidak berbuat sesuatu yang nyata menghasilkan atau berguna bagi masyarakat. Pada tahun berikutnya keputusan tersebut berlaku bagi semua biara kontemplatif di negara-negara yang berada dibawah kekuasaannya, termasuk Belanda.

Menyusul revolusi Perancis, pada tanggal 12 Agustus 1792 semua biara di Perancis ditutup, kemudian juga di semua negara dimana tentara Napoleon berada. Tahun 1794 kekacauan menyerang Megen. Tahun 1812 biara Megen ditutup, para suster harus meninggalkan biara. Untuk beberapa bulan para suster menumpang di keluarga penderma yang baik di Megen, kemudian mereka pindah ke Oss. Tahun 1814 para suster diperbolehkan kembali ke biara tetapi dengan syarat tertentu: tidak boleh menerima calon baru. Sementara itu para suster dituntut untuk memilih pulang kembali ke rumah keluarga dengan jaminan hidup dari pemerintah atau tetap tinggal dalam biara dengan mencari penghidupan sendiri sampai suster terakhir meninggal dunia. Para suster mengambil pilihan yang ke dua meskipun dengan larangan untuk menerima calon baru. Akan tetapi sejak tahun 1813 secara sembunyi-sembunyi mereka menerima calon, seraya berdoa tiada jemu-jemunya memohon kepada Tuhan agar keadaan menjadi lebih baik. Tuhan mengabulkan doa mereka. Sewaktu pemerintahan dipegang oleh Willem II, beliau memberi kebebasan dalam beragama. Oleh karena itu kemudian pada 1840 larangan menerima calon baru dicabut.

Meskipun keadaan sudah lebih aman namun mereka masih was-was berada di Megen. Maka para suster mencari tempat lain sehingga dapat pindah ke tempat baru itu bila terjadi lagi kekacauan atau bahaya. Mereka menemukan tempat di Ammerzoden. Maka pada tahun 1876 sembilan orang suster koor dan tiga suster luar berangkat ke Ammerzoden untuk memulai suatu komunitas baru. Tahun 1896 biara di Megen bisa dibeli kembali dari kekuasaan pemerintah kota. Sejak saat itu para suster dari kedua biara tersebut dapat menjalani hidup doa dan dalam pingitan yang berpegang pada Anggaran Dasar Urbanus IV.

Menuju ke Indonesia
Sejak tahun 1929 para Saudara Dina (OFM) berkarya kembali di daerah Misi khususnya Vikariat Apostolik Batavia – Jakarta. Atas prakarsa merekalah para suster Klaris kemudian hadir pula di Indonesia. Para saudara dina (OFM) yakin, bahwa karya-karya mereka sebagai misionaris aktif di paroki, sekolah, yayasan sosial, pembinaan umat tidak akan menghasilkan buah berlimpah tanpa dukungan doa saudari-saudarinya – suster Klaris (OSC). Keyakinan itu diwujudkan dalam bentuk surat permohonan kepada Provinsial Belanda supaya mengupayakan agar beberapa suster Klaris diutus ke Indonesia untuk membantu lewat doa, memohon rahmat bagi karya missioner Saudara-audara Dina yang bekerja khususnya di daerah Sunda – Jawa Barat. Para suster Klaris ini nantinya akan tinggal di sebuah biara yang telah dibangun oleh para Saudara Dina di Cicurug yang terletak di samping rumah retret – ALVERNA.
Maka terjadilah peristiwa-peristiwa berikut ini:

4 November 1934
Pada hari Minggu Sore, menjelang puku] 16.30, sembilan suster dari Megen dan Ammerzoden yang akan berangkat ke tanah Misi menerima kunjungan luar biasa dari para penduduk kota Megen. Mereka datang bersama para siswa gymnasium – Santo Antonius dengan iringan harmonium menuju biara para Suster Klaris. Dalam kesempatan itu Pastor Le Rouz memberi ucapan salamat jalan kepada sembilan suster yang akan barangkat ke Indonesia. Dalam kata sambutannya beliau membayangkan keberangkatan para suster ini sebagai keberangkatan bapa Abraham yang kepadanya Tuhan bersabda: “Tinggalkanlah negerimu, sanak keluarga dan rumah ayahmu, dan pergilah ke negeri yang akan kutunjukkan kepadamu! Dan Aku akan memberkatimu, Aku akan memberkati yang kau berkati dan mengutuk yang kau kutuk” (Kej. 12:1-3)

Pada hari yang bersejarah tersebut, Bapak Walikota Megen Vlokhoven yang berkenan hadir, dengan rasa haru menyatakan terima kasih dan syukur yang hangat kepada para suster, khususnya kepada Suster Dorothea (yang akan menjadi Abdis biara baru di Indonesia). Dalam kata sambutannya beliau mengutip kata-kata mutiara salah seorang Uskup yang berkarya di tanah Misi, antara lain: “Keberhasilan karya Misi hanya sebagian kecil saja yang merupakan karya para misionaris (karena ini hasil karya manusia). Sebab sebenarnya karya Misi itu terutama berasal dari Tuhan dan rahmat-Nya. Maka aku menulis bahwa kebarhasilanku di daerah-daerah Misiku, kuhubungkan dengan kehadiran yang terberkati dari biara kontemplatif. Sebab di sana diperoleh lebih banyak rahmat, yang tanpa itu kita para misionaris tidak dapat mencapai sesuatu.” Bapak Wali Kota kemudian menutup kata sambutan dengan ucap an selamat penuh semangat: “Semoga berkat Tuhan melimpah, mengiringi anda di parjalanan anda dan sepanjang umur anda. Doa-doa kota Megen menyertai anda. Ingatan-ingatan kami tetap pada anda sekalian.” Tidak ketinggalan Pater Urbanus, rektor Klaris memohonkan doa terus menerus bagi para sustar misionaris ini dari penduduk kota.

Pada akhirnya Moeder Abdis, Suster Dorothea mengucapkan sambutan perpisahan. Katanya: “Sebelum saya berangkat ke Misi, saya merasa terdorong untuk mengucapkan terima kasih setulus-tulusnya atas nama rekan-rekan, atas perhatian anda sekalian kepada Ordo kami. Dengan sangat kami mohon doa-doa kalian agar Tuhan berkenan melimpahkan rahmat-Nya, supaya kami dapat menunjang karya para misionaris dengan doa dan tapa.” Keharuan yang menyelinap dalam hati penduduk Megen setelah sambutan ini, menunjukkan betapa besar mereka menghargai kata-kata sambutan tersebut.

5 November 1934
Pagi-pagi benar 9 suster yang akan ke Indonesia berangkat ke biara Ammerzoden untuk berpamitan dengan para suster. Pada sore harinya mereka telah berada di biara Fransiskan di Weert. Pater Provinsial sendirilah yang menyambut para suster itu. Dalam upacara singkat di kapel biara Santa Klara – St. Hieronymus di kota Weert, 9 suster itu berlutut di depan Pater Provinsial dan mereka menerima Salib Misi sebagai bekal perjalanan dan pegangan hidup dari tangan Pater Provinsial. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan bermalam di biara para Suster Fransiskanes di Heythuyzen.

6 November 1934
Sesudah perayaan Ekaristi di biara Fransiskan di Weert yang dipimpin oleh Pater Ludolphus Bosse, bekas prokurator Misi yang kembali dari Tiongkok dan didampingi oleh Pater Ambrosius dan Pater Secundus van Mechelen, diadakan upacara perpisahan di depan altar St. Fransiskus bagi para suster yang akan berangkat ke tanah misi. Dalam kesempatan itu Pater Prokurator membacakan surat pengutusan:

Dari saudara Honoratus Caminda
dari Saudara-saudara Dina
Provinsial Provinsi Belanda,
kepada Suster-suster terkasih dalam Kristus:
Sr. Dorothea, Sr.Beatrix, Sr. Rosa, Sr.Paula, Sr.Caecilia, Sr.Veronica, Sr.Hortulana, Sr.Benedicta dan Sr.Mechtildis.

Di antara banyak urusan dan keprihatinan yang termasuk dalam jabatan kami, misi di pulau Jawalah yang mengambil tempat utama. Suatu keinginan yang terus-menerus mendorong kami, untuk membantu para misionaris kita — sejauh kita mampu – dalam karya misioner yang tidak mudah.

Karena kami sekarang yakin, bahwa karya itu adalah pertama-tama karya rahmat Tuhan dan bahwa itu dapat diperoleh terutama dengan korban dan doa, dan juga kami ingin memenuhi harapan-harapan Bapa Suci Sri Paus, yang sering beliau ungkapkan, maka demi ketaatan suci, kami mengutus anda sekalian, untuk pergi ke Misi kita di pulau Jawa. Agar di sana di biara ALVERNA yang tertutup di Cicurug, dibawah ketaatan pembesar setempat, kalian secara rohani ikut ambil bagian dalam karya misioner kami, melalui hidup tapa dan doa kalian; memohon rahmat sorgawi yang berlimpah, bagi para misionaris kita dan karya mereka.

Kami pasrahkan kalian ke dalam tanggung jawab pembesar kalian di sana dan kepada saudara lainnya. Selamat jalan dalam Kristus dan doakan kami.

Dikeluarkan, 6 November 1934.
7 November 1934

Para suster telah berada di Milan. Di Milan mereka menghadiri Misa di Dom (Gereja) dan mengunjungi krypte makam Santo Carolus Borromeus. Mereka juga menyempatkan diri untuk mengunjungi monumen Santo Fransiskus. Di dekat monumen itu mereka berdoa untuk Pater Provinsial, untuk Ordo dan ketiga biara mereka. Dalam kunjungan di monumen Santo Fransiskus, mereka sempat berjumpa dengan seorang Pater Fransiskan yang tampak keheranan melihat sembilan suster Klaris – para saudarinya itu. Meskipun kesulitan soal bahasa toh Pater itu pada akhirnya mengerti bahwa mereka suster Klaris yang sedang dalam perjalanan sebagai misionaris ke Indonesia.

9 November 1934
Di Arezzo para suster menghadiri Perayaan Ekaristi di gereja SantoFransiskus pada pagi hari. Kemudian mereka pergi ke gereja Katedral dan di situ mereka mengunjungi makam Paus Gregorius X. Dari sana mereka menuju ke Alverna. Di Alverna mereka mendapat kesempatan istimewa untuk mengikuti prosesi para Saudara Dina menuju ke kapel Stigmatisasi. Mereka juga melihat-lihat beberapa tempat suci di sana (batu tempat tidur Santo Fransiskus, kamar dimana Santo Antonius pernah tinggal selama 3 bulan sesudah wafat Santo Fransiskus, kamar Santo Bonaventura, dll.) dengan dihantar oleh seorang Bruder. Dari Alverna kembali ke Arezzo, mereka terus melanjutkan perjalanan menuju ke Assisi. Di stasiun kereta api kota Assisi mereka dijemput oleh Pater Pancratius dan Pater Falco.

10 November 1934
Waktu sarapan Pater Pancratius membacakan berita dari koran Maasbode tentang keberangkatan suster-suster Klaris dari Megen. Sesudah sarapan bersama Pater Pancratius, mereka mengunjungi Portiuncula. Mereka juga mengunjungi Basilika Santo Fransiskus. Di makam Santo Fransiskus dan Saudara-saudara Dina yang pertama: Leo, Maseo, Rufino dan Angelo,mereka berdoa. Juga secara khusus mereka berdoa bagi Sr. Pacifica di makam Sdr. Pacificus. Dari Basilika mereka menuju rumah kelahiran Bapa Fransiskus yang telah dirombak menjadi gereja. Kemudian mereka menuju gereja dan biara Santa Klara. Disana mereka bertemu dengan ibu Abdis dan ibu Vikaris, juga melihat-lihat relikwi-relikwi Santa Klara. Disitu para suster pergi ke San Damiano.

Di biara itu, hal pertama yang dilihat oleh para suster adalah daftar nama suster yang pertama di tempat koor – diatas pulpitum – dan mereka memutuskan untuk mengambil-alih nama-nama itu untuk suster-suster Jawa yang pertama. Setelah berkeliling melihat-lihat kebun, tempat Klara dulu berbaring, tempat Klara dulu menunjukkan Sakramen Mahakudus kepada orang-orang serdadu sarasen, refter, dll, mereka kembali ke penginapan.

11 November 1934
Para suster berkunjung ke Portiuncula. Mereka menghadiri Misa disalah satu kapel samping dan mendapat kesempatan giliran pertama menerima komuni. Dari Portiuncula mereka menuju ke Carceri. Pertama-tama mereka mengadakan kunjungan kepada Sakramen Mahakudus. Kemudian mereka berkeliling melihat-lihat kamar Santo Fransiskus, sebuah lubang dimana setan menghilang ketika diusir Fransiskus, pohon dimana burung-burung mendengarkan khotbah Fransiskus, juga melihat gubug-gubug tempat tinggal.

Dari Carceri para suster kembali ke Assisi untuk rnengunjungi gereja Katedral, dimana ada bejana permandian yang digunakan untuk pembaptisan Fransiskus, Klara dan Agnes; juga batu altar dimana Fransiskus membukakan Injil untuk Saudara Petrus dan Bernardus dari Quintavalle. Dari Katedral mereka ke Rivo Torto – biara OFM yang pertama. Dari Rivo Torto mereka pulang ke penginapan dan melanjutkan perjalanan menuju kota abadi – Roma.

12 November 1934

Di kota Roma mereka berjumpa dengan orang-orang yang telah mereka kenal: Pater Yakobus dan Pater Fidentius. Juga mereka berjumpa dengan suster FMM dari Belanda yang sangat ramah dan merasa senang bahwa para suster Klaris ini akan pergi ke Jawa – Indonesia. Sesudah sarapan para suster dijemput oleh Pater Falco untuk mengunjungi St. Maria Maggiore dimana ada makam Sdr. Sixtus V, OFM. Dari sana mereka menuju ke Basilik Lateran dan monumen Fransiskus yang terletak di seberang basilik. Dalam perjalanan pulang ke penginapan mereka mampir di San Antonio.

Dalam kesempatan itu mereka bertemu dengan Pater Minister General OFM. Inilah wejangan Pater bagi para suster: “Bapa Fransiskus berkata kepada Saudara-saudaranya: pergilah dan berkotbahlah. Dan kepada Saudari-saudarinya: tinggallah disini dan berdoalah.’ Akan tetapi saya berkata kepada kalian: berbuatlah kedua-duanya! Berkhotbahlah dengam contoh kalian yang baik dan berdoalah untuk para pengkhotbah! Dan kalau orang bertanya: Siapakah mereka itu? Dan dijawab: mereka adalah wanita-wanita Kristen, maka mereka ingin juga menjadi Kristen.”

Lalu Pater General memberkati mereka sekali lagi dan mereka berpamitan pada beliau. Sebagai kenangan mereka mendapat potret beliau dengan tulisan di bawahnya yang berbunyi: “Untuk Wanita-wanita Miskin dan Saudari-saudari Santa Klara yang tercinta dalam Kristus, yang hatinya bernyala-nyala karena cinta kasihnya kepada Sang Pengantin Ilahi dan bersemangat untuk meluaskan Kerajaan-Nya di antara orang yang tak beragama; yang setelah meninggalkan tanah airnya, negeri Belanda – mengadakan perjalanan yang jauh menuju ke daerah Vikariat Apostolik Batavia, di pulau Jawa, di Cicurug, di biara yang pertama didirikan di sana oleh Saudara-saudara Dina dengan nama ALVERNA di bawah naungan Santo Fransiskus; yang akan hidup dalam pingitan Serafim, kami berdoa kepada Tuhan dengan segenap hati agar kebahagiaan, kesucian dan kegembiraan Tuhan melimpahi kalian dan atas nama lbu Klara kami memberkati kalian dengan senang hati! “

Kemudian bersama Pater Yakobus dan Pater Fidentius, mereka melihat kota Roma. Mula-mula ke coloseum kemudian ke Biara Santo Bonaventura dan bertemu dengan seorang Bapa Uskup yang selama ini telah banyak membantu para suster Klaris dalam upaya pergi ke tanah misi di Jawa, Indonesia.

13 November 1934
Pada pagi hari para suster berkunjung ke museum kepausan dan sebelum meninggalkan museum mereka menulis nama mereka di Memorandum. Pada siang harinya para suster berkeliling: ke gereja San Ignazio mengunjungi makam St. Aloysius dan St. Yoannes Berchmans, ke St. Pieter mengunjungi makam St. Petrus – di sana mereka berdoa Credo dan melihat-lihat patung-patung raksasa yang ada di relung-relung, ke makam Paus Benedictus XV, Pius X dan sekretarisnya yang setia Kardinal Merry del Val. Kemudian lewat biara besar para Benediktin mereka menuju ke St. Paulus di luar tembok. Setelah berdoa di makam Rasul Agung St. Paulus, mereka meninggalkan basilik dan kembali ke penginapan.

14 November 1934
Merupakan hari besar! Sebab mereka akan beraudiensi dengan Bapa Suci. Pagi-pagi benar mereka ke Katakombe, berangkat dari Coloseum bersama Pater Falco dengan naik bus. Kira-kira pukul 07.00 mereka telah berada di makam St. Caecilia; dan di situ Pater Falco memimpin Perayaan Ekaristi yang dirasakan sangat istimewa karena di sini Gereja Perdana merayakan Rahasia Suci. Setelah sarapan mereka memasuki Katakombe dengan seorang imam dari ordo Salesian, masing-masing suster membawa lilin.

Pukul 12.00 mereka telah berada di lapangan St. Pieter dan berjumpa dengan dua misionaris tiongkok yang telah mereka jumpai sehari sebelumnya. Mereka dihantar sampai di Vatikan oleh Pater Yakobus. Sesampainya di bangsal besar mereka menunggu sebentar lalu mereka dihantar masuk ke bangsal tahta kecil oleh Mayordomus, tepat di sebelah kamar kerja Sri Paus. Adalah suatu keistimewaan kalau seseorang diizinkan masuk ruangan ini.

Lalu terjadilah hal yang sangat mengesan dan tak pernah dapat dilupakan – yaitu saat beraudiensi dengan Paus. Bapa Suci berkenan memberi kesempatan kepada mereka untuk mencium tangan beliau. Beliau berkenan pula memberi sambutan dalam bahasa Perancis:

“Anda kalian para suster yang akan berangkat ke Indonesia untuk mendirikan biara pingitan, adalah biara tertutup pertama di sana. Dengan demikian anda sungguh-sungguh mendirikan suatu pusat doa. Di sana kalian harus banyak berdoa, banyak berkorban dan dengan demikian layak mengumpulkan pahala bagi jiwa-jiwa. Dengan doa dan matiraga anda, anda dapat menopang karya para misionaris dan menyuburkannya, sehingga bekerja sama demi pertobatan bangsa disana. Itulah panggilan anda. Dan kini kami ingin memberkati panggilan anda. Dengan senang hati kami memberkati anda masing-masing, saudara-saudara anda, rekan-rekan sesama suster, teman-teman suster dan semua orang yang anda inginkan untuk mendapat berkat kami.”

Akhimya Bapa Suci memberkati mereka dan waktu pamitan, beliau masih berkata:
“Kami memberkati anda. Selamat jalan!”
“Kami memberkati …”
“Adieu …! Adieu!”

Dengan amat puas dan terkesan mereka meninggalkan bangsal tahta kecil dan menuruni lebih dari 200 anak tangga Santo Petrus dan ke biara Klaris di Via Celsi. Di sana mereka masing-masing mendapat kenangan berupa lilin berbentuk Anak Domba (Agnus Dei) yang telah diberkati oleh Paus.

15 November 1934
Hari ini merupakan perjalanan darat terakhir. Setelah mengucapkan banyak terima kasih atas segala kebaikan dan keramah-tamahan para Pater yang walaupun sibuk namun tetap mencurahkan waktu bagi mereka, serta para Suster FMM yang bahkan membekali mereka untuk perjalanan laut, mereka berpamitan dan Kereta Api pun berangkat. Pukul 16.00 mereka sampai di Genoa dan langsung ke pelabuhan. Setelah berada di dalam kamar kapal, mereka sibuk membuka surat-surat yang dihantarkan oleh Penjenang kapal.

16 November 1934
Pesta Santa Agnes Assisi, mereka menghadiri Misa di kota. Sesudah Misa mereka menyewa beberapa taxi untuk ke Campo Santo, tempat pemakaman yang paling indah di Italia, lalu kembali ke pelabuhan. Kapal laut berangkat pada sore hari. Seluruh perjalanan kapal ini membutuhkan waktu 23 hari.

9 Desember 1934: Hari Berdirinya Ordo Santa Klara Di Indonesia
Pukul 04.00 kapal “TAJADUN“ yang mereka tumpangi masuk pelabuhan Tanjung Priok. Di daratan sudah menunggu Pater Superior, Pater Victorius Beekman OFM dan beberapa ibu dari ordo III. Dari sana mereka dihantar ke Jalan Kramat Raya 134 untuk bersyukur kepada Tuhan di kapel biara, atas keselamatan perjalanan mereka dengan melambungkan TE DEUM. Sesudah disambut dan berkenalan dengan beberapa Suster dan Pater, mereka berangkat ke Cicurug, tempat yang telah dirindukan dan segera ingin disaksikan dan didiami. Akan tetapi biara itu belum rampung seluruhnya, maka untuk sementara mereka boleh menumpang di biara tempat peristirahatan para Suster Ursulin: biara “Padua” di Cicurug. Di biara Ursulin ini Mgr. Willekens SJ, Vicaris Apostolik Jakarta menerima mereka secara resmi melalui surat yang dibacakan:

“Yang terhormat: Paduka Moeder dan para Suster
Dengan hati yang hangat kami sampaikan selamat datang di Jawa Barat!
Jawa Barat adalah daerah suku Sunda; di Vikaria Jakarta sendiri ada sekitar 4 juta orang jelaslah tugas utama hidup anda yang baru ini adalah: berdoa, bekerja dan mempersembahkan hidup anda demi keselamatan orang-orang Sunda..
Apa kiranya yang menghalangi turunnya rahmat Tuhan? …
Kekurangan apa gerangan yang ada pada kita maupun pada mereka yang mungkin masih harus kita ubah atau tambahkan untuk mempercepat turunnya rahmat?

Para Suster yang terhormat,
Kami sudah mencari jawaban tetapi belum menemukannya, dan seandainyapun kami menemukannya kita toh masih mohon kepada Tuhan agar melimpahkan rahmat-Nya, karena jutaan jiwa masih harus diselamatkan, yang masih menghadapi hambatan di perjalanan. Dan adalah suatu kenyataan sejarah, bahwa Pemerintah Belanda berabad-abad lamanya menolak pewartaan iman katolik di daerah ini. Kita termasuk orang-orang Belanda itu. Karena itu patutlah kalau kita pertama-tama sedapat mungkin menebus kesalahan dan kekurangan-kekurangan yang telah dilakukan oang-orang kita itu. Marilah kita mencoba memberi silih atas kesalahan-kesalahan yang talah mereka perbuat terhadap mampelai Kristus di dunia ini, yaitu Bunda Gereja Kudus.

Para Suster yang terhormat,
Kami berharap, bahwa kami dalam waktu dekat akan dapat mengunjungi anda di biara anda yang baru. Dan sekali lagi kami ingin menekankan apa yang telah kami sebutkan di atas: Adalah tugas kami untuk menegaskan hal tersebut di atas, baik kepada masing-masing maupun kepada seluruh kelompok anda. Karena kabaikan dan usaha para Pater Fransiskan, anda sekarang mengambil salah satu bagian dalam karya misioner dalam wilayah vikaria ini. Maksud dan harapan para Pater Fransiskan adalah memasukkan tenaga-tenaga baru yang bermutu ka dalam pasukan kecil balatentara Kristus di daerah Sunda ini.

Bimbingan yang akan mereka berikan kepada anda, sekaligus akan menunjukkan tugas anda. Sekali lagi: SELAMAT DATANG dan mohon DOA!

Dalam Kristus,
P. Willekens, SJ (Vic. Ap. Jakarta)

10 Maret 1935: Pemberkatan Biara Klaris Cicurug”

Inilah hari penting bagi Fransiskan di Indonesia, terutama di Jawa. Pada hari itu biara “ALVERNA” para sustar Klaris di Cicurug diberkati 0lah Mgr. Petrus Willekens, SJ. Vic. Ap. Jakarta. Pada hari sebelumnya beliau beserta P. J. Janssens, SJ – sekretaris, telah tiba di Cicurug. Beliau berdua disambut oleh P. F. Schneiders, OFM, Superior Regularis dan P. J. Van Maar dan bermalam di wisma retret.

Minggu pagi pukul 05.30 acara dimulai dengan pemberkatan batu Altar. Pada pukul 07.30 acara pemberkatan kedua kapel biara luar dan dalam. Mgr.Willekens didampingi P. Janssen dan P. F. Schneiders, berjalan di depan, kemudian para suster Klaris mengikuti di belakang mereka. Pada pukul 08.00 Monsigneur memimpin perayaan Ekaristi didampingi oleh P. Janssens dan P. Schneiders. Pada pukul 10.00 dimulai acara pemberkatan seluruh biara. Acara diawali dengan penjemputan Monsigneur dari rumah retret oleh barisan rohaniwan dengan meriah antara lain: P. Janssen – pater Superior, P. Victorius Beekman – konsiliaris, P. Laurentius Teepe – konsiliaris, Dr. Van Asseldonk – Superior Regularis Salib Suci Bandung, P. Wubbe SJ – Pastor Katedral lakarta, P. Columbanus Postma OFM, P Benedictus Coenen OFM, P. Joel van Moor OFM, P. Adam van der Veldt, Broeder Verste dengan dua rekannya dari Bogor, Mere Prieur dengan beberapa suster Ursulin dari Noordwijk (Jalan Juanda – Jakarta) dan Mere Hildebrand dengan suster-suster FMM Bogor dan beberapa puluh awam.

Arak-arakan mulai di Sanctisimum, lalu menuju ke biara luar. Di depan pintu gerbang masuklah para suster Klaris sambil menyanyikan Litani Orang Kudus Serafim, sementara Monsigneur mereciki tembok biara luar. Lalu semuanya masuk biara dan Monsigneur memberkati sebuah salib indah dan menggantungkannya di salah satu dinding di gang tengah. Kemudian semua ruangan, baik yang ada di bagian bawah maupun yang ada di bagian atas diberkati. Semua yang hadir mengikuti para suster dengan diam dan penuh perhatian.

Selesai pemberkatan keliling dalam biara, Monsigneur disambut oleh Pater Superior atas nama Pater Provincial dan Pater-pater dari provinsi Negeri Belanda dan Moeder Abdis serta semua suster Klaris di gang tengah, dimana tergantung salib indah yang baru saja di berkati. Pater Superior mengucapkan terima kasih atas kesediaan Monsigneur memberkati biara Klaris ini.

Sesudah Pater Superior selesai menyampaikan terimakasih, beliau mengungkapkan harapannya agar rumah ini menjadi tampat dimana cintakasih Tuhan bertakhta sepanjang masa dan agar cintakasih sesama yang unggul perwira menurunkan berkat Tuhan Yang Mahatinggi atas sesama berkat doa dan ulah tapa para suster. Kemudian Monsigneur dipersilahkan untuk memberi kata sambutan. Antara lain kata sambutan itu berbunyi demikian: “Apabila kita mempertanggungjawabkan apa yang baru terjadi ini, maka peranan saya amat kecil dan orang-orang lain pantas mendapatkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Kalianlah yang memegang peranan utama di sini. Anda kalian akan menjalani hidup religius dengan mengurbankan segala-galanya dan menetap di sini sampai akhir hayat kalian. Setengah jam lagi kami meninggalkan tampat ini dan pintu-pintu akan ditutup untuk selama-lamanya, dan anda kalian, suster, akan tinggal sampai akhir hidup kalian.” Kemudian Bapa Uskup menerangkan arti hidup membiara: “Tadi pagi saya telah mengkonsekrir sebuah batu dan oleh konsekrasi ini, batu itu dibaktikan kepada Tuhan dan diasingkan dari pemakaian profan. Demikian juga dangan konsekrasi sebuah piala dan gereja. Hal samacam itu juga terjadi dengan profesi para religius. Karena profesi itu para religius berhenti dari pribadi profan; mereka dibaktikan kapada Tuhan dan Gereja. Atas nama Gereja, para sustar ini berdoa dan bertapa bukan hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain, untuk orang-orang yang menghina Tuhan karena dosa-dosa mereka atau yang lupa memanjatkan sembah sujud yang layak bagi Tuhan. Sama seperti halnya membiarkan batu suci, piala atau geraja yang dikonsekrir kepada pelanggaran kudus, maka jatuhnya sama juga merupakan pelanggaran suci kalau suster-suster ini ditarik dari pengabdian mereka kepada Tuhan dengan mengembalikan hidup mereka kepada dunia.”

Selanjutnya Bapa Uskup menjelaskan acara harian para sustar, dimana semuanya diarahkan kepada doa dan matiraga demi Gereja dan umat manusia, “Saya mengucapkan: SELAMAT DATANG DI INDONESIA dan saya berharap, agar kalian semakin boleh menjawab panggilan yang luhur ini. Saya juga mengucapkan terima kasih atas nama Vikariat kepada para pater Fransiskan, untuk karya mereka demi keselamatan negara dan umatnya.” Demikian Bapa Uskup menutup kata sambutan itu.

Setelah bapa uskup selesai menyatakan kata sambutan, Pater Superior menyambung dengan ucapan terimakasih atas kata sambutan bapa uskup yang mengesankan; juga mengucapkan terimakasih kepada pembangun dan perancang biara ini – arsitek J. Van Oyen – yang menurut pendapat semua orang – telah menghasilkan sebuah karya bangunan yang indah dan sederhana serta kokoh yang membuat harum namanya. Sebuah karya bangunan yang menurut perhitungan menjawab tuntutan istimewa dari negara tropis dalam keindahan lengkung-lengkung dan garis ketat memancarkan kehidupan para penghuninya yang sederhana dan ugahari. Kata-kata terimakasih juga disampaikan kepada Maskapai Beton Belanda yang mengerjakan karya agung ini dengan memuaskan. Akhirnya acara resmi ini ditutup dengan BERKAT KEPAUSAN dari Bapa Uskup dan dilanjutkan dengan berkumpul di wisma retret untuk menikmati minuman segar.

14 Maret 1935
Beberapa hari sesudah pemberkatan biara, Sr Benedikta mengucapkan kaul meriah. Hadir dalam upacara profesi meriah: beberapa Pater OFM, seorang postulan dan dua orang ibu.

7 Februari 1936
Para suster boleh bergembira dengan masuknya dua postulan pertama yaitu Mies Poublon dari Yogyakarta, yang kemudian mengambil nama Sr. M. Klara, dan Mies Bouwman dari Bandung yang kemudian mengambil nama Sr. M. Agnes. Sesudah kedua postulan pertama tersebut, menyusul beberapa postulan lain, bahkan ada yang datang dari Sulawesi yakni Sr. M. Fansiska Wagey.

11 Maret 1938
Datanglah dua orang suster lagi dari Nederland yakni Sr. Dominica Dinjens dari Ammerzoden dan Sr.Delphina van Meyel dari Megen. Dengan demikian jumlah mereka sekarang menjadi 17 orang suster.

ZAMAN PERANG
Delapan tahun lamanya para suster Klaris ini menikmati suasana hidup tenang dan damai. Tetapi keadaan ini tidak dapat dipertahankan lebih lama, karena pada tahun 1942 tentara Jepang menduduki Indonesia. Perang itulah yang merongrong kehidupan mereka. Suasana tegang terasa dimana-mana: perampokan, penganiayaan, penangkapan dan seribu-satu kejahatan perang. Kekejaman itupun sempat menerobos benteng pertahanan biara. Semua suster yang berkewarganegaraan Belanda diciduk dan dimasukkan kamp. Yang tertinggal hanyalah beberapa suster pribumi. Penderitaan lahir batin bertambah lagi karena tidak adanya kontak antara yang dibawa pergi dan yang ditinggal. Baru setelah zaman kemerdekaan, ada sedikit harapan baru. Semua suster yang dimasukkan kamp selama pendudukan Jepang dibebaskan. Namun demikian suasana tenang dan aman belum bisa diciptakan secara menyeluruh. Kebencian bangsa Indonesia terhadap orang-orang Belanda tetap ada dimana-mana. Para suster pun merasa masih b/em elum aman.

Setelah para suster Klaris dibebaskan dan boleh meninggalkan kamp, mereka menumpang di rumah para saudara dina di Kramat Raya 134. Meskipun sekarang dapat tinggal di rumah yang agak aman, tetapi hati mereka sangat cemas akan nasib saudari-saudari yang masih tertinggal di biara Alverna. Karena itu, atas resiko sendiri, di bawah desingan peluru, dua orang suster yakni Sr. Caecilia Koopen dan Sr. Agnes Bouwman disertai oleh dua Saudara Dina yakni Pater Teepe dan Pater Terhel berangkat ke biara Alverna untuk menemui para suster di sana. Dengan naik kereta api, dalam suasana tegang mencengkam, akhirnya mereka tiba juga di Cicurug dengan selamat.

Betapa menggembirakan pertemuan ini, dan sangat mengharukan setelah sekian lama tidak pernah mendengar berita dan tidak pernah bertemu. Namun keadaan belum sungguh-sungguh aman. Karena gangguan tentara rakyat terus-menerus, maka oleh palang merah para suster diangkut ke kamp di Sukabumi dengan truk. Ketika tentara rakyat akan menyerang dan mau membakar kamp Sukabumi, pemerintah Inggris mengambil tindakan.

Semua tahanan diangkut dengan konvoi ke tangsi militer Bogor. Kemudian para suster akan dikembalikan ke kamp perlindungan di Jl. Kramat Raya 134 lagi. Ketika keadaan menjadi lebih aman, mereka boleh keluar. Betapa senang dan gembira! Keinginan hati mau segera kembali ke biara dan tinggal di Cicurug yang sunyi dan sepi, menjalankan dan membangun hidup doa dan semadi.

Namun apa daya, kekecewaan tetap menyertai rnereka. Dengan hati pilu, air mata mengalir, mereka menyaksikan atap biara yang hampir runtuh. Tak mungkin mereka tinggal di situ. Merekapun mencari rumah pondokan di Sukabumi, sambil memperbaiki sedikit demi sedikit biara sendiri. Untung belum dapat diraih, kemalangan masih menghadang. Harapan yang besar untuk dapat menghuni kembali biara yang sedikit demi sedikit diperbaiki ternyata tak terpenuhi. Biara yang hampir berdiri kembali ini disapu habis oleh tentara rakyat dengan membakarnya. Maka habis pulalah riwayat biara Alverna. Yang tinggal hanyalah puing-puingnya!

Tetapi Tuhan tidak meninggalkan mereka. Di tengah kesedihan, Tuhan memberi penghiburan kepada mereka dengan menganugerahkan seorang puteri kecil yang datang dari Surakarta. Atas penyelenggaraan Ilahi yang luar biasa puteri yang berangkat bersama Sr. Melani OSU dan tiga calon untuk Ordo Ursulin ini bertemu dengan Mgr. N. Geise, OFM yang kemudian menghantarnya kehadapan Ibu Abdis. Dialah puteri pribumi pertama yang bergabung menjadi suster Klaris. Puteri itu bernama Aloysia Soemarni yang kemudian mengambil nama biara Sr. Yosepha. Beliau diterima sebagai postulan di Bunut, Sukabumi. Suster pribumi pertama ini meninggal pada tanggal 14 Februari 1983.

4. Biara OSC di Pacet, Jawa Barat

TAHUN 1948 – 1962
Biara Alverna Cicurug yang telah hancur ditinggalkan oleh para suster. Mereka menuju daerah Cipanas untuk mencari tempat tinggal baru. Atas penyelenggaraan Tuhan, para suster mendapat kemurahan hati bruder-bruder Santo Aloysius untuk memakai rumah peristirahatan mereka selama 2 tahun.

Tanggal 16 November 1948, para suster dengan resmi pindah dari Sukabumi menuju Pacet – Sindanglaya. Setelah menempati rumah peristirahatan bruder-bruder Santo Aloysius, para suster mulai mencari-cari tempat lain yang cocok dijadikan biara baru. Mereka menemukan sebuah rumah di desa Cimacan. Rumah itu dibeli dan dua suster ditugaskan untuk merawat rumah tersebut, yaitu Suster Paula Christiaanse dan Suster Mechtildis Rutten. Tetapi akhirnya rumah itu dijual lagi karena pada tanggal 20 Juli 1949, pesta Santo Yakobus, para suster membeli rumah peristirahatan bruder-bruder Santo Aloysius.

Rumah peristirahatan tersebut harus diperbaiki dan dirombak agar memenuhi syarat menjadi biara kontemplatif. Sebagian tanah dijual untuk membiayai perbaikan tersebut. Kehidupan para suster berjalan kembali dan semakin berkembang. Terlebih dengan keluarnya surat ijin dari Roma tanggal 29 Maret 1950 untuk membuka novisiat dan menerima para pemudi yang ingin menggabungkan diri dengan OSC.

Pembangunan dan perbaikan biara sudah selesai dengan pemasangan trali dan kisi-kisi di dalam kapel dan di ruang tamu. Bangunan biara diberkati dan diresmikan pada tanggal 8 Desember 1955 dengan nama Biara Santa Clara. Upacara pemberkatan dipimpin oleh Prefek Apostolik Sukabumi, Mgr. M. Geise OFM didampingi oleh R. Schneider OFM, Pater Superior. Banyak tamu yang hadir untuk memberi dukungan kepada para suster, antara lain para saudara dina, suster Ursulin dari Jakarta dan Sukabumi, suster OSF dari Jakarta, suster FMM dari Bogor, juga para handai taulan; bahkan ada yang datang dari Jawa Tengah.

Pada tahun 1962, Gereja Katolik mengadakan Konsili Vatikan II. Hasil Konsili merupakan angin segar dan baru dalam Gereja. Perubahan-perubahan juga terjadi di biara Santa Clara Pacet. Misalnya: Pelaksanaan doa ofisi berkala dalam bahasa Indonesia; kisi-kisi dan terali di ruang tamu dan kapel biara dibongkar; juga dihimbau agar biara-biara kontemplatif mencoba mencari penghidupannya sendiri, dan tidak lagi berkeliling meminta derma.

TAHUN 1964 – 1970
Pada tanggal 23 September 1964, pembangunan gedung baru untuk novisiat dimulai. Sebagian tanah dekat kolam bawah (kira-kira 852 meter persegi) dijual kepada Bapak Whie Soei Hong dari Bandung dengan harga Rp. 1000 per meter persegi pada tanggal 2 Januari 1965.

Pater van der Laan sebagai rektor baru suster Klaris datang ke Pacet untuk bertemu para saudari dan merayakan Perayaan Ekaristi bersama pada tanggal 6 Maret 1965.

Pada tanggal 24 Januari 1966, Hostiebakkery dibuka di gudang Novisiat. Pada bulan Mei, tibalah surat ijin dari Roma bagi para suster untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam doa Ofisi. Surat dari Roma itu juga memberi ijin kepada suster yang bertugas di bagian luar untuk boleh memegang kunci pintu besar dan dapat keluar masuk sesuai keperluan tugasnya. Pada tanggal 18 ]uli 1966 setelah mengadakan perundingan hasil angket dengan pater kustos dan para pater di Bogor maka dipilihlah 3 saudari untuk mengikuti kursus teologi di Belanda, yaitu Sr. Gabriel, Sr. Paula, dan Sr. Bernardine.

Ditetapkan juga bahwa para novis dan postulan boleh ikut rekreasi dengan para saudari yang sudah berkaul. Pada tanggal 21 September 1966, Istri Sultan Hamengkubuwono IX bersama orang tua dan anak-anaknya datang mengunjungi biara diantar oleh Ibu Bong.

Pada tanggal 27 November 1966, para suster mengadakan beberapa perubahan jadwal doa bersama: pada hari Rabu dan Sabtu doa Matutina tidak dilakukan pada tengah malam melainkan didoakan pada pukul 18.00. Laudes tetap dilakukan pada pagi hari. Tertia ditiadakan, sedangkan Sexta dan None dijadikan satu.

Pada tanggal 1 Desember, dimulailah doa Ofisi Matutina dalam bahasa Indonesia. Pada tanggal 25 Desember 1966, bahasa Indonesia digunakan untuk pertama kalinya dalam Perayaan Ekaristi di biara Klaris Pacet.

Pada tanggal 17 Maret 1967, untuk pertama kalinya para suster menyanyikan lagu-lagu bahasa Indonesia dalam ibadat Lof. Pada tanggal 9 April, para suster mengambil hosti dari pinggan perak dengan tangan kanan dalam Perayaan Ekaristi. Pada tanggal 10 April, Abbas Dom Willibrord van Dijk OCSO dan Pater Frans Hardjawiyata OCSO dari Pertapaan Trapist Rawaseneng datang mengunjungi para suster untuk berkenalan dan memberikan ceramah tentang klausura, cara bekerja di luar biara bila hal ini diperlukan, juga tentang liturgi. Pada tanggal 15 Mei, para suster telah mengambil keputusan untuk membuka “tempat istirahat” bagi para religius (suster-suster) dari ordo atau konggregasi lain. Mereka bebas untuk mengikuti acara doa para suster. Keputusan ini akan dibicarakan dalam Pertemuan IBSI di Bandung. Pada tanggal 30 Juni, diadakan pesta perpisahan dengan Suster Bonifacia yang akan mengikuti kursus Teologi selama 2 tahun di Belanda. Beliau berangkat tanggal 2 Juli. Kesempatan ini diberikan berhubung kembalinya Suster Gabriel ke Pacet untuk menjalankan tugas baru sebagai Abdis. Pada tanggal 3 Oktober dilakukan pelepasan pintu kisi-kisi di antara Altar dan koor. Keputusan penghapusan kisi-kisi telah diambil bersama-sama pada waktu Kongres di Rawaseneng. Tetapi karena belum ada biaya untuk membongkar semuanya maka langkah pertama yang dibuat adalah melepas pintu tersebut.

Pada tanggal 2 November, para suster mengutus Sr. Gabriel, Sr. Immaculata dan Sr. Gaudentia untuk mengadakan aksi panggilan di Bogor selama 3 hari. Ini merupakan promosi panggilan yang pertama kalinya diikuti oleh OSC, sesuai dengan hasil pertemuan para suster tentang hal pingitan yaitu, bahwa para suster Klaris boleh turut serta mengadakan hari panggilan, dan utusan tidak harus suster bagian luar, tetapi sesuai kebijaksanaan Abdis dan dewan. Pada tanggal 24 Desember, para suster semuanya mulai memakai ’habijt’ (jubah) baru dalam doa Vesper I hari Raya Natal. Sebelumnya selama 2 bulan telah dilakukan percobaan pemakaian ’habijt’ (jubah) baru tersebut oleh beberapa saudari.

Pada tanggal 1 Ianuari 1968, berhubung semakin sedikitnya jumlah tenaga suster yang ada dan pada umumnya para suster merasa tidak mampu lagi untuk bangun tengah malam berdoa Matutinum, maka jam doa diubah menjadi pukul 18.10 WIB. Kebiasaan askesis “mempersalahkan diri” masih dilakukan pada waktu menjelang hari-hari besar saja. Tugas untuk membersihkan kamar mandi, wc dan serambi diserahkan kepada para karyawan agar para suster dapat memiliki waktu luang untuk menjahit dan studi pribadi. Pekerjaan mencuci pakaian dilakukan bersama-sama. Kunjungan ke keluarga hanya boleh dilakukan pada waktu orang tua sedang dalam keadaan kritis, sakit keras atau umur lanjut sesuai kebijaksanaan Abdis. Kurang lebih pada tahun ini juga, sesuai dengan “Perfectae Caritatis” dan “Venite Seorsum” para suster mulai membuka sebagian (ruangan) kompleks dari biara untuk melayani para tamu yang ingin mencari Tuhan di lingkungan biara yang hening dan tenang.

Maka pada tanggal 13 Februari, dilakukan pembongkaran kisi-kisi di “ruang bicara” dan dilanjutkan dengan pembongkaran kisi-kisi di kapel. Untuk sementara ruang kapel dipindah ke refter (ruang makan) pada tanggal 17 Februari. Akhirnya perbaikan kapel selesai dan ruang kapel dapat digunakan lagi pada tanggal 5 April. Pada tanggal 22 September, para suster mempertimbangkan dan memutuskan bahwa ada beberapa aturan harian yang dihapus, antara lain: mencium lantai, meminta ijin dengan tangan dan membunyikan lonceng pada pagi hari tanda mulai bekerja.

Pada tanggal 14 Januari 1969, para suster mulai mempertimbangkan untuk membuka biara cabang dalam mengatasi krisis panggilan. Telah ada dua tempat yang diusulkan untuk menabur benih panggilan yaitu daerah Flores dan Mlati-Yogyakarta. Akhirnya setelah perundingan maka diputuskan akan membuka biara di Mlati. Juga dibicarakan untuk menambah kamar-kamar tidur dan tembok pembatas di rumah retret serta dipertimbangkan untuk menambah karyawan dari luar untuk membantu para suster di rumah retret. Pada 1 Agustus, pembangunan dan perbaikan rumah retret telah selesai sehingga sudah dapat digunakan bagi mereka yang mau retret.

Pada tanggal 8 Oktober 1969, para suster mengunjungi bekas biara OSC yang pada waktu lalu dinamai biara Alverna di Cicurug. Pada tanggal 24 Oktober, para suster yang mengikuti kursus di Belanda telah menyelesaikan kursusnya dan pulang kembali ke Indonesia. Mereka dijemput oleh Sr. Agnes, Sr. Immaculata dan Bapak Whie. Pada 30 November, rombongan retret pertama yang menggunakan fasilitas rumah retret adalah para bruder Fransiskan (14 orang) dan 2 frater dari Yogyakarta. Retret dipimpin oleh P. Van der Laan.

Pada tanggal 1 Januari 1970, Sr. Bernardine berangkat ke Yogyakarta bersama Sr. Paula. Sr. Bernardine akan menambah ilmu di AKKI, sedangkan Sr. Paula akan mengunjungi bapaknya di Somawana (Ambarawa). Sr. Bernardine mengikuti test ujian masuk selama 3 hari dan berhasil dengan baik dan mulai kuliah pada tanggal 15 Januari. Pada tanggal 27 Januari, Sr. Bonifacia dan Sr. Paula mulai memberi pelajaran kepada para suster di Pacet.

Pada tanggal 2 Februari pukul 07.00 WIB, Romo Kardinal Darmoyuwono datang ke biara atas undangan para suster yang sangat mengharapkan ijin resmi untuk membuka biara cabang. Beliau datang dengan Romo Dijkstra SJ dan Bapak Slamet. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1. Adanya jaminan bimbingan rohani; 2. Ada jaminan untuk hidup sehari-hari; 3. Karya. Pada pukul 08.00 WIB Romo Kardinal meninggalkan biara. Pada pukul 09.00 WIB, para suster mengadakan pertemuan untuk membentuk sebuah tim (komisi) khusus agar segala rencana untuk membuka biara cabang ini dapat berjalan dengan lancar. Dan tak lama kemudian ijin resmi secara tertulis dari Kardinal telah tiba dan tempat yang dipilih adalah daerah Medari.

Pada tanggal 29 Pebruari ada 6 suster yang bersedia diutus ke Medari yaitu Sr. Gabriel, Sr. Ancilla, Sr. Yosepha, Sr. Assumpta, Sr. Yacinta dan Sr. Bonifacia. Beberapa hari kemudian, pada tanggal 2 Maret, ada partemuan di Bogor yang dihadiri oleh Mgr. N. Geise, Pater Kustos, Sr. Bonifacia dan Sr. Immaculata tentang masalah klausura. Akhirnya keputusan diambil bahwa biara Klaris Pacet mengukuhkan panggilannya sebagai suster Klaris Kontemplatif. Pada tanggal 17 Maret Sr. Bonifacia (wakil Medari) dan Sr. lmmaculata (wakil Pacet) berangkat ke Yogyakarta untuk melihat lokasi tanah di Medari.

Sementara itu pada tanggal 1 April, terjadi pemindahan jam Perayaan Ekaristi pada sore hari dengan alasan agar para suster dapat beristirahat lebih lama di pagi hari. Ada usul dari Sr. Agnes untuk mengelilingi meja Altar selama Perayaan Ekaristi, karena Sr. Gabriel suka bercerita tentang hal ini yang juga dilakukan di Bandungan. Semua suster menyetujui usul tersebut. Lalu Sr. Paula juga mengusulkan agar para suster bergiliran memberi renungan (homili) dalam Perayaan Ekaristi itu, agar bila imamnya berhalangan maka para suster sudah siap dan terlatih memberi homili. Hal ini mulai dilaksanakan pada tanggal 2 April, juga para suster menyambut komuni dalam dua rupa, anggur dan roti. Pada hari ini juga Sr. Yosepha dan Sr. Yacinta memulai kursusnya di KSED di Bandungan selama 4 minggu. Pada tanggal 9 Desember, para suster melakukan pembicaraan bersama tentang tamu-tamu yang menginap pada hari-hari raya besar.

Hasilnya adalah, bahwa tamu boleh diterima untuk menginap dengan syarat tidak makan di biara, karena para suster mau merayakan hari raya tersebut dengan tenang tanpa banyak kesibukan. Hal ini merupakan usaha untuk mewujudkan kebersamaan dalam hidup persaudaraan.

TAHUN 1971 — 1980
Pada tanggal 1 April 1971, mulai diadakan Perayaan Ekaristi Sabtu sore yaitu pukul 17.00 WIB. Pada tanggal 28 Agustus, terjadi pertemuan para suster untuk membicarakan tentang penundaan berdirinya biara cabang di Jawa Tengah karena masih ada pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan. Pada tanggal 5 Oktober, para suster memutuskan untuk meminta seorang saudara dina menjadi Delegatus Klaris, dan surat permohonan dikirim kepada Minister provinsi Saudara-Saudara Dina. Kemudian pada tanggal 26 November, surat permohonan kedua akan kebutuhan seorang Delegatus dikirimkan lagi kepada pimpinan Dewan Saudara Dina.

Pada tanggal 15 Januari 1972, Sr. Agnes dan Sr. Paula bertemu Pater van den Berg dan Pater Wahjo untuk membicarakan tentang Delegatus dan hal-hal lainnya. Pada tanggal 19 Januari, datanglah surat dari P.Wahjo tentang pengangkatan P. Vicente, OFM sebagai visitator dan delegatus dengan kuasa penuh selama persiapan dan berlangsungnya Kapitel Klaris. Dan pada tanggal 28 Januari, komunitas menerima P. Vicente, OFM sebagai visitator dan delegatus untuk sementara. Pada 24 April 1973, Pater Visitator datang ke Pacet untuk mengadakan pembicaraan tentang biara cabang bersama Pater Delegat dan seluruh komunitas.

Pada tanggal 9 Februari 1975, terjadi gempa bumi (Gunung Gede) tetapi biara hanya mengalami kerugian sedikit (ada dinding biara yang roboh). Pada tanggal 3 s.d. 10 Desember, diadakan pekan doa untuk suster-suster aktif yang diatur oleh Dewan Religius Bandung. Turut serta juga 6 imam OSC dan 1 Bruder. Pekan doa ini diberikan oleh Rm. Yohanes O.Carm. Kepada para suster Klaris juga diberikan tawaran untuk mengikuti pekan doa tersebut.

Pada tanggal 19 Januari 1976, diadakan pertemuan urituk membicarakan tentang biara cabang. Suster pimpinan berkurrjurig ke Yogyakarta. Sr.Yacinta mengikuti kursus di Roncalli, Salatiga. Pada bulan April, P. Vicente mendapat tugas baru di Flores, maka sebagai pengganti delegatus adalah P. Cletus Groenen OFM.

Pada tanggal 10 April 1977, Sr. Gabriel mengikuti kursus di Roncalli, Salatiga.

TAHUN 1981-1990
Pada tanggal 1 Januari 1981, pembangunan ruang hosti telah selesai dan mulai digunakan pada tanggal 7 Januari. Pada tanggal 21 Mei dilakukan pemugaran (pembongkaran) bagian sayap depan rumah biara. Pada tanggal 1 Juni Pan Hosti yang baru telah tiba di Pacet dan mulai dipasang tanggal 5 Juni dan mulai dipakai pada tanggal 9 Juni. Pada tanggal 13 September, perbaikan rumah bagian sayap depari (kiri) telah selesai. Pada tanggal 14 September, perbaikan bagian sayap dalam (kanan) dan gudang mulai dikerjakan.

Pada tanggal 8 Maret 1982, mesin giling untuk hosti telah siap digunakan, 7 Oktober: Sr. Bonifacia selama bulan Oktober pada pertengahan minggu akan selalu pergi ke Jakarta urituk memperkenalkan Ordo Santa Clara. Pada awal bulan Oktober ini juga kapel biara diperbaiki dan pada pertengahan bulan terjadi kesulitan air karena sumber air semakin berkurang dan semakin dalam jangkauannya. Pada tanggal 13 November, Sr.Paula dan Sr. Rosa memulai kunjungan ke paroki-paroki keuskupan Purwokerto untuk memperkenalkan OSC kepada umat. Pada tanggal 14 November kapel biara selesai diperbaiki dan sudah dapat digunakan.

Pada tanggal 10 Januari 1983, para suster mulai melaksanakan ibadat ofisi yang disesuaikan dengan petunjuk-petunjuk dari buku pedoman Liturgi. Pada tanggal 16 Juni, Sr. Oliva OSC.Cap dari Singkawang datang ke biara Pacet untuk beristirahat dan juga belajar menjahit pakaian perlengkapan Misa. Sudah lama terjalin relasi antara Suster-Suster Klaris Kapusin (Kalimantan dan Sumatera) dengan Suster Klaris (Pacet dan Yogyakarta).

Pada tanggal 4 Maret 1984, P. Michael Angkur OFM, Minister Provinsi OFM datang ke biara untuk memberitahukan kepada Abdis bahwa P. Groenen OFM sebagai Delegatus Klaris telah berakhir masa tugasnya setelah berdirinya Provinsi OFM Indonesia (29 November 1983). Visitasi dan Kapitel Ordo II pada bulan Mei akan dipimpin oleh Minister Provinsi sendiri. Para suster dari Yogyakarta datang pada tanggal 5 Desember untuk berkumpul di Pacet untuk merayakan 50 tahun OSC di Indonesia. Perayaan bersama umat Paroki (Perayaan Ekaristi dan santap bersama) dilakukan tanggal 8 Desember. Perayaan bersama keluarga religius di Keuskupan Bogor dilakukan pada tanggal 10 Desember.

Pada tanggal 6 Januari 1985, para suster melakukan upacara penerimaan busana bagi Sdri. Evi (Sr. Beatrice) dan Sdri. Rita (Sr. Caecilia) dengan mengikuti aturan-aturan yang sesuai dengan Hukum Gereja yang baru. Upacara ini hanya dihadiri oleh para suster (anggota Ordo) dan diadakan di luar Perayaan Ekaristi. Pada tanggal 12-13 Januari, Ibu Abdis (Trapistin) dari Itali bersama Sr. Rahayu (suster angkatan I Trapistin Indonesia) dan didampingi oleh Romo F. Hardjawiyata OCSO, Abbas Rawaseneng, datang berkunjung ke biara Pacet. P. Martin Harun OFM datang ke biara pada tanggal 26-27 Januari untuk mewawancarai beberapa suster sebagai bahan laporan untuk majalah Variant (Belanda) tentang perkembangan OSC selama 50 tahun di Indonesia. Pada tanggal 5 Maret, ada pemberkatan patung Bunda Maria untuk gua Maria Novisiat. Pada bulan April 1985, sesudah Paskah ada pembongkaran (pemugaran) bagian dalam bangunan biara (rumah retret dan kapel) yang dapat diselesaikan pada bulan Oktober. Pada pertengahan bulan ]uli 1987, dilakukan perluasan ruangan Hosti. Pada tanggal 21 Agustus, Sr. Martha OCSO dan Sr. Martina OCSO dari Gedono datang berkunjung ke biara Pacet untuk melihat cara pembuatan hosti. Pada tanggal 8 Juli 1988, para karyawati biara mulai menempati tempat tinggal yang baru di dekat kolam besar (ASRI). Tanggal 29 November 1988 Sr. Paula berangkat ke negeri Belanda untuk menjadi anggota komunitas klaris di Megen. Sr. Bonifacia, Sr. Angeline dan Sr. Bernardine turut serta mengantarnya ke bandara Cengkareng.

Pada tanggal 27 Maret 1989, mulai dibangun ruang konferensi untuk rombongan retret. Pater Delegat bersama para suster klaris membahas surat pengantar untuk Konstitusi Umum yang baru dari P. Minister General pada tanggal 27-28 Juni. Pada tanggal 11 Juli, Bapak Achmadireja membawa surat IMB untuk biara. Dan pada tanggal 6 Agustus, gedung konferensi yang baru sudah mulai dipakai. P Visitator General OFM mengusulkan P. Nico Syukur Dister OFM sebagai Delegat Klaris pada tanggal 6 Oktober dan para suster menyetujui usulan beliau ini.

Pada tanggal 10 Oktober ada kesempatan bagi biarawan/wati dan para seminaris untuk bertemu dengan Bapa Suci Yohanes Paulus II di gereja Katedral Jakarta. Sr. Gabriel, Sr. Beatrice dan Sr. Angeline diutus untuk menghadiri pertemuan tersebut.

Peletakan batu pertama rumah rektor Klaris oleh P. van der Laan OFM dilakukan pada tanggal 9 Juni 1990. Dan pada tanggal 20 Juli, dua pan hosti yang baru mulai dipakai. Pada tanggal 15 Agustus, ada kunjungan P. Minister General OFM, John Vaughn OFM didampingi P. Cormac N OFM (Definitor General), P. Nico Dister OFM (Delegat Klaris), dan Br. Albert Sudarsono OFM (Definitor Prov. Indonesia) ke biara Pacet. Pada tanggal 30 Oktober, Pater Rektor, P. van der Laan OFM menempati rumah baru (rektorat).

TAHUN 1991 – 2000
Pada tanggal 11 Agustus 1991, KANESTA (Keluarga Fransiskan/Fransiskanes Jakarta) berkunjung ke biara Pacet untuk bertemu dengan para suster Klaris. Rumah P. Rektor dilempari batu untuk kesekian kalinya pada tanggal 3 September. Pada tanggal 25 Februari 1992, Pater Delegat, P. Nico Dister OFM tiba-tiba datang untuk menjelaskan surat Pater General kepada para Klaris yang akan mengadakan pertemuan di Australia. Pada tanggal 1 Maret, kapel biara selesai diperbaiki dan segera bisa dipakai untuk upacara profesi sementara Sr. Elisabeth. Dan ada pemasangan sound system di kapel pada tanggal 15 April yang merupakan sumbangan dari KOMSOS KWI. Pada tanggal 16 April, hari Kamis dalam Pekan Suci, sesudah ofisi pagi, para suster beramai-ramai ke ruang pelajaran untuk mengadakan Kapitel Kesalahan. lni untuk yang pertama kali dilakukan atas keinginan komunitas setelah sekian lama tidak dilakukan. Menurut rencana hal ini akan dilaksanakan pada saat menjelang hari raya Natal, Paskah, Santa Clara (11 Agustus), dan Santo Fransiskus (4 Oktober).

Pada tanggal 22 April, Sr. Rosa dan Sr. Margaretha berangkat ke Australia diantar oleh Sr. Bonifacia, Sr. Ancilla dan Gerard (karyawan biara). Pertemuan suster klaris Asia-Oceania berlangsung di Betlehem Monastery, yang dimulai pada tanggal 25 April. Kedua suster kembali ke Pacet pada tanggal 12 Mei. Pada tanggal 15 September, ada penarnbahan ruangan untuk hosti (dua kamar tidur dibongkar dan dijadikan satu ruangan). Pada tanggal 19 – 23 Desember, ada kunjungan perkenalan P. Minister Provirisi (P. Leo Laba Ladjar OFM) ke biara Pacet. Masing-masing suster diberi kesempatan untuk bertemu dan berbicara secara pribadi dengan beliau.

Pada tanggal 14 April 1993, Pater Rektor Klaris, P. van der Laan diketemukan telah meninggal di kamar tidurnya.

Para Klaris membuka 15 tahun Jubile (800 tahun) kelahiran Santa Clara pada tanggal 15 Agustus. Ada 2 keputusan penting dalam pertemuan para suster pada tanggal 20 Januari 1994, terlebih bagi perkembangan hidup rohani para suster Klaris yaitu: 1. Penetapan bapa pengakuan Biara Klaris – Pacet dengan melakukan pemungutan suara. Pilihan jatuh kepada P. Guido Brod OFM. Pengakuan dosa akan dilakukan setiap bulan sekali (berdasarkan hasil pembicaraan para suster) yaitu pada hari Sabtu pagi pekan III dalam bulan. 2. Pelajaran Kitab Suci dari P. Martin Harun OFM dilakukan pada setiap hari Sabtu pertama dalam bulan, selama 2 jam, dan hal ini akan dimulai pada bulan Februari 1994. Pada tanggal 22 Februari telah diputuskan oleh para suster untuk memilih P. Michael Angkur OFM sebagai Delegat Suster Klaris. Juga akan ada pelajaran Fransiskanisme dari P. Vicente Kunrath OFM.

Pada tanggal 1 Agustus ada kursus para saudara muda OFM bersama Rm. Ignatius Marga MSF selama 5 hari, dan atas ijin beliau maka 3 suster Klaris yaitu Sr. Bernadette, Sr. Elisabeth dan Sr. Immaculata boleh mengikuti kursus ini. Pada tanggal 13 Agustus ada kunjungan dari Pater Minister General, Herman Schaluck OFM ke biara Pacet didarnpingi P. Brod (Gardian), P. Martin Harun, P. Vicente, P. Marcel dan Pater Urbanus selaku Provinsial. Penutupan tahun Yubileum St. Clara dan peringatan 60 tahun OSC di Indonesia dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober.

Pada bulan Maret 1995, para bapak tukang bangunan mulai menempati tempat baru mereka. Mereka segera pindah dari belakang kapel yang selama ini ditempati. Pada tanggal 9 April, para penghuni Novisiat secara resmi menempati tempat baru yaitu di belakang kapel (sayap kanan biara). Pada tanggal 14 ]uli 1996, Sr. Margaretha dan Sr. Bernardine berangkat bersama Sr. Rosa Arel OSC Cap dan Sr. Serafin OSC Cap (dari Singkawang) menuju Sukabumi untuk mengikuti Kursus Kepemimpinan lokal yang diselenggarakan oleh IBSI bersama Staf EAPI. Ruang Fransiskus II yang dibongkar (untuk dipasang pintu) telah selesai perbaikannya dan para suster beramai-ramai membersihkannya pada tanggal 22 Agustus. Ada acara “selamatan” oleh para pegawai pria (bangunan dan kebun) pada tanggal 16 September, dalam rangka penyelesaian tempat jemuran bagian tamu (luar). Pada tanggal 4 November, “bekas rol” telah dijadikan tempat cuci piring dan dapur untuk bagian tamu.

Pada tanggal 24 Februari 1997, dimulailah pembongkaran jendela kapel bagian umat karena sudah rusak akibat panas dan air hujan. Pada tanggal 26 Februari, P. Alex Sugiarto, OFM datang ke biara Pacet untuk menjelaskan tentang cara membuat pembukuan. Panti Imam di kapel yang dibongkar sejak tanggal 28 April untuk diganti dengan lantai permanen telah selesai dikerjakan pada tanggal 3 Mei, sehingga diharapkan kekhidmatan dan kekhusukkan dalam Perayaan Ekaristi akan lebih mudah diwujudkan. Pada tanggal 15 November, Sr. Caecilia berangkat ke Yogyakarta untuk mengikuti pengarahan bagi para pendamping postulan dan novis yang mengikuti kursus Pengolahan Hidup Rohani oleh Rm. Mardi Prasetya SJ.

Pada tanggal 14 Januari 1998, ada pelajaran bahasa Inggris yang mulai diberikan kepada para suster oleh Ibu Yanita Marso seminggu sekali. Ada 2 kelompok belajar yaitu: 1. Pukul 08.00 – 09.00 WIB, kelompok Novisiat. 2. Pukul 09.00 – 10.00 WIB, kelompok suster-suster. Pada tanggal 21 Januari, ada pemberkatan Asrama Putri (pegawai) oleh P.Gunadi OFM pukul 17.30 WIB yang dihadiri oleh semua suster dan anak asrama. Bangunan baru ini mulai ditempati tanggal 23 Januari.

Puncak Club mulai dihidupkan kembali dan tempat pertemuan dilaksanakan secara bergilir. Untuk kali ini dilaksanakan di biara Pacet pada tanggal 16 Februari dan Sr.Bonifacia turut hadir dalam pertemuan ini. Pada tanggal 7 ]uli, Sr. Helena berangkat ke Wisma Retret Sukabumi (SFS) untuk mengembangkan ketrampilan memasak selama 2 minggu. Pada bulan Oktober telah dipasang sebuah pipa ledeng untuk mengalirkan air dari sumur bekas asrama pegawai putra ke bagian tamu tanpa memakai pompa listrik. Bila musim kemarau tiba dan ada banyak tamu (rombongan retret) maka pompa listrik akan digunakan.

Telah diputuskan dalam pertemuan para suster pada tanggal 1 Januari 1999 bahwa untuk meningkatkan ketrampilan menyanyi khususnya lagu-lagu Gregorian, maka akan diundang Saudara Bintang Prakoso dari Jakarta untuk melatih para suster. Pada tanggal 9 Februari, ada pemasangan kamera televisi di bagian plafon kapel untuk merekam Perayaaan Ekaristi bagi umat yang ada di serambi kapel dan ruang Lourdes.

TAHUN 2004 – 2009
Pada tanggal 22 Maret 2004 sesudah ibadat sore, para suster yang sudah berkaul meriah mengikuti lokakarya Spiritualitas Hati selama satu minggu bersama Sr. Caroline PBHK dengan metode Indokrip (belajar langsung). Tujuan lokakarya ini adalah agar para suster semakin mengenal diri sendiri dan mengenal sesama saudari. Pada tanggal 3 Juni ada pembicaraan bersama tentang keputusan Pater Provinsial yang menetapkan P. Aegidius sebagai Bapa Pengakuan para Klaris menggantikan P. Tono yang sudah lanjut usia.

Juga tentang hasil rapat Dekenat bahwa yang melayani perayaan Ekaristi di Klaris adalah tetap dari pihak OFM. Pada tanggal 11 sampai 25 Juli ada Kursus Kepemimpinan yang diselenggarakan di Sukabumi oleh IBSI. Sr.Caspara dan Sr. Bernadette diutus untuk mengikuti kursus tersebut.

Pada tanggal 2 Maret 2005, P. Alfons Suhardi OFM mulai memberikan pelajaran kepada para suster Klaris. Pada tanggal 8 Maret, Sr. Bernardine dan Sr. Margaretha pergi ke Jakarta (ke RAPTIM) untuk mengurus visa ke Papua New Guinea (PNG). Dan pada tanggal 25 Maret mereka berangkat ke Jayapura untuk menuju ke perbatasan negara PNG. Mereka akan mengikuti pertemuan Asosiasi Klaris tanggal 3 – 6 Mei yang berlangsung di Aitape, PNG. Dan pada tanggal 13 Mei, kedua suster sudah tiba kembali di Pacet dengan selamat setelah menempuh perjalanan yang panjang dari Papua (Sentani).

Sejak tanggal 15 Juli bacaan sebelum makan siang di refter ditiadakan tetapi setiap hari jumat sebelum makan malam ada bacaan yang dibawakan oleh suster novis tahun kedua. Pada tanggal 8 Desember 2005 biara Santa Clara Pacet genap berusia setengah abad sebagai biara kedua sesudah biara Alverna — Cicurug.

Pada tanggal 23 Mei 2006, sesudah ibadat sore para suster bertemu dengan para Saudara Dina yang menjadi anggota SAAOC. Mereka sedang mengadakan pertemuan di Via Renata. Para suster mengikuti kursus liturgi tentang TPE baru yang diberikan oleh Rm. Harimanto OSC pada tanggal 29 — 30 Mei. Kursus Liturgi ini dilanjutkan lagi pada tanggal 19 September yang membahas tentang “Busana dan Seni” dalam liturgi. Ada dua Imam yang memberikan kursus ini, yang pertama tentang seni menghias dan yang kedua tentang busana liturgi.

Sr. Caroline PBHK mulai memberi kursus Spiritualitas Hati kepada novis dan yunior pada tanggal 14 Januari 2007, Ada juga kegiatan senam Tai Chi sebagai selingan untuk suster-suster yang mau ikut bergabung dengan peserta I kursus. Sr. Grace OSC dari PNG tiba di Pacet pada tanggal 9 Agustus untuk tinggal bersama para Klaris selama enam bulan. Ada renovasi ruangan hosti dan jendela-jendela kapel pada tanggal 7 Oktober. Para suster mengadakan pertemuan dengan Sr. Grace yang memberikan penjelasan tentang Asosiasi pada tanggal 21 Oktober. Kemudian pada tanggal 7 November, Sr. Grace bersarna Sr. Caecilia berangkat ke Yogyakarta dan akan tinggal selama seminggu di biara Santren. Pada tanggal 9 Desember, ada pertemuan para suster untuk memilih Delegat dan Bapa Pengakuan yang baru, dan yang terpilih adalah P. A. Sunarko OFM sebagai Delegat dan P. Martin Harun sebagai Bapa Pengakuan, dan hasil ini akan diberitahukan kepada Minister Provinsi OFM. Pada tanggal 16 Desmber para suster mengambil keputusan untuk mau bergabung sebagai anggota Asosiasi Klaris Asia-Oceania.

Tanggal 5 April 2008 adalah hari Sabtu pertama dalam bulan, di mana untuk pertama kalinya perayaan ekaristi sore ditiadakan di kapel biara Santa Clara Pacet. Jadi perayaan ekaristi harian dengan umat dari hari Senin sampai Sabtu dan hari Minggu dilaksanakan pada pukul 06.00 WIB.

Para suster diijinkan untuk mengikuti rekoleksi kelompok koor Aeternum Bogor pada tanggal 12 – 13 April. Rekoleksi ini mengambil tema tentang Liturgi dan diberikan oleh Rm. Fabianus, Pr.

Setelah melewati proses selama kurang lebih 19 tahun, atas bimbingan Roh Kudus, akhirnya komunitas Klaris Pacet dan Yogyakarta berani bergabung dengan Asosiasi Klaris Asia-Ocenia, dan surat-surat persyaratan telah dibereskan pada tanggal 4 April. Sekarang tinggal menanti pengakuan dari Roma – Vatikan. Pada tanggal 29 April, ada visitasi tahunan yang untuk pertama kalinya dilakukan oleh Pater Delegat yang baru, P. A. Sunarko OFM. Visitasi berlangsung sampai tanggal 4 Mei, hari Minggu. Keesokan harinya, tanggal 5 Mei, kedua suster yaitu Sr. Caecilia dan Sr. Bernardine berangkat ke Taiwan untuk mengikuti pertemuan Asosiasi, dan mereka kembali pada tanggal 17 Mei. Sekembalinya dari Taiwan, kedua suster membawa banyak oleh-oleh dan cerita. Pada tanggal 22 Mei, ada kursus singkat dari Saudara Trimur OFM tentang pembuatan pupuk organik yang diikuti oleh beberapa suster dan karyawan bagian kebun. Pada tanggal 11 Juni, Sr. Bernadette dan Sr. Magdalena pergi ke Sukabumi atas undangan P. Yan Ladju, OFM untuk memberi ceramah tentang “Doa” kepada umat yang sekaligus juga dalam rangka hari Panggilan. Pada tanggal 31 Agustus yang merupakan Hari Minggu Kitab Suci Nasional, para suster mengisinya dengan mengadakan sharing “Emaus” dengan membentuk kelompok yang terdiri dari tiga suster. Pada bulan Oktober tahun ini, ada perbaikan di kapel biara berhubung adanya sarang musang di langit-langit kapel.

Pada tanggal 23 Februari 2009, ada pertemuan ketiga Ordo Fransiskan (OFM, OSC dan Ordo Ketiga Reguler dan sekuler) bersama Minister General OFM, P. Jose Rodriguez Carballo OFM di biara Santa Clara. Beliau didampingi oleh P, Ambrose Nguyen Van Si OFM, Minister Provinsi, Sekretaris Provinsi dan Gardian Puncak. Sebelum pertemuan bersama anggota Ordo yang lain, para Klaris mengadakan pertemuan dengan Pater Minister General secara khusus. Keesokan harinya, tanggal 24 Oktober ada perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Pater Jose R. Carballo, Pater Paskalis dan Pater Ambrose dalam bahasa Inggris.

Pada tanggal 25 April, Sr. Elfrida dan Sr. Laurensia berangkat ke Manado untuk mengikuti kegiatan PTF dalam rangka Perayaan Delapan Abad gerakan fransiskan. Kegiatan berupa retret dan studi bersama itu dipimpin oleh Pater A. Eddy Kristiyanto OFM di biara suster SMSJ, Lotta — Pineleng. Mereka tiba kembali dengan selamat pada tanggal 30 April.

Sr. Paula tiba dengan selamat di Pacet pada tanggal 20 Mei. Beliau dijemput oleh Sr. Bernardine dan Sr.Gratiana. Sr.Paula Suwartini OSC datang ke Indonesia dalam rangka cuti sambil memberi retret tahunan kepada para Klaris – Pacet. Beliau adalah suster Klaris asal Indonesia yang tinggal di komunitas OSC Megen – Belanda. Para suster mulai mempraktekkan ibadat siang pukul 09,30 WIB pada tanggal 1 Juni sesuai hasil sidang kapitel 2008. Jadi sekarang ada 2 waktu untuk ibadat siang bersama yaitu pukul 09.30 dan 11.45.

Pada tanggal 8 – 13 Juni Sr. Paula memberikan retret kepada para suster Klaris – Pacet. Setelah itu Sr. Paula pergi mengunjungi sanak keluarga pada tanggal 14 Juni. Pater Delegat mulai memberi pelajaran kepada para Klaris untuk pertama kalinya pada tanggal 26 Juni tentang Teologi Ekaristi.

Pada tanggal 6 Juli, Sr. Paula kembali lagi ke Pacet dengan membawa banyak cerita pengalaman. Pada tanggal 8 Juli, Sr. Paula dengan ditemani oleh Sr. Elfrida dan Echa (calon suster Klaris dari Agate) berangkat pada malam hari dengan mobil travel menuju Yogyakarta untuk mengunjungi para suster Klaris di Mrican – Santren. Pada tanggal 13 Agustus, Sr. Paula berangkat ke bandara Soekarno – Hatta diantar oleh Sr. Beatrice dan Sr. Monika. Beliau akan kembali pulang ke Megen – Belanda untuk melanjutkan kehidupan sebagai Puteri Santa Clara.

Demikianlah riwayat singkat OSC di Pacet sejak awal berdirinya sampai masa sekarang ini. Para suster yang tinggal di Pacet sekarang ini berjumlah sembilan belas orang suster, yang terdiri atas satu orang novis tahun kedua, tiga orang suster yunior, dan limabelas orang suster berprofesi meriah. Bermacam-macam pekerjaan rumah tangga dilakukan oleh para suster. Di bawah ini tertulis dengan lengkap masing-masing suster dengan tugas yang dipercayakan persaudaraan kepada mereka berdasarkan hasil Kapitel OSC tahun 2008.

TUGAS – TUGAS SUSTER KLARIS (2008-2011)
1. Sr. Bonifacia : Pensiun
2. Sr. Ancilla : Pensiun
3. Sr. Assumpta : Pensiun
4. Sr. Immaculata : Perpustakaan, Penulis Kronik
5. Sr. Yacinta : Menjahit, Bangunan
6. Sr. Angeline : Paramentik
7. Sr. Bernardine : Ekonom, Penerima tamu
8. Sr. Beatrice : Kamar cuci, Ketua Tim Statuta
9. Sr. Caecilia : Abdis, Tim Statuta
10. Sr. Elfrida : Magistra, Tim Panggilan, Tim Bina Lanjut
11. Sr. Helena : Hosti, Ketua Tim Liturgi
12. Sr. Caspara : Penerima tamu, Tim Statuta, Socia, Organis, Humas
13. Sr. Bernadette : Menjahit, Bangunan, Tim liturgi, Ketua Tim Panggilan, Tim Bina Lanjut
14. Sr. Elisabeth : Perawat, Paramentik, Tim Liturgi, Tim Bina Lanjut, Tim Statuta
15. Sr. Laurensia : Kosteres, Tim Liturgi
16. Sr. Magdalena : Kebun, Organis
17. Sr. Monika : Dapur, Organis, Tim Panggilan, Humas
18. Sr. Gratiana : Refter, Paramentik, Tim Liturgi

Foto bersama tahun 2003

5. Biara OSC di Yogyakarta

jogja9MASA AWAL (1969 – 1979)
Sejak Mgr. A Soegiyopranoto SJ menjabat sebagai Uskup Agung Semarang, para suster Klaris sudah diundang untuk membuka biara di Jawa Tengah. Namun karena jumlah anggota suster pribumi masih sedikit dan masih banyak suster asal Belanda, tawaran tersebut belum dapat dipenuhi. Baru pada tanggal 14 Januari 1969, para suster di Pacet memutuskan untuk membuka biara di Jawa Tengah (Yogyakarta). Maka mulailah diurus surat ijin kepada Bapa Kardinal Yustinus Darmoyuwono Pr. dengan didampingi oleh Rm. Dijkstra SJ. Pada tanggal 2 Februari 1970, Kardinal memberi ijin tertulis, bahwa para suster boleh membuka biara di daerah Medari.

Pada tanggal 27 April 1970, para suster berencana membeli sebidang tanah di Medari. Tetapi setelah meninjau tempat itu maka dipertimbangkan lagi bahwa tempat tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan cara hidup kontemplatif. Sementara itu pada tanggal 30 April 1973 Pater Vicente Kunrath OFM selaku Delegat pindah dari Cianjur ke Papringan, Yogyakarta karena mendapat tugas baru sebagai magister. Dari sana, pada tanggal 30 Juli, Pater Vicente, OFM mengirim telegram yang meminta Suster Pimpinan Klaris untuk datang meninjau dan mencari tanah di daerah Kaliwinongo (Gamping) sesuai petunjuk dari Romo Kardinal sebagai tempat yang diijinkan untuk didiami suster-suster. Di dalam Kota Yogyakarta sudah ada terlalu banyak tarekat religius.

Pada tanggal 1 Agustus 1973 para suster mencoba beralih ke bagian barat Kota Yogyakarta yaitu daerah Gamping. Pada tanggal 2 Agustus, Sr. Agnes, Sr. Johanna dan Sr. Paula berangkat ke Gamping untuk meninjau tanah yang dimaksud. Pada tanggal 7 Agustus, para suster membicarakan tentang hasil peninjauan tanah di Gamping dan diusulkan agar Sr. Bernardine yang sudah menjadi penduduk Yogyakarta untuk mengurus kartu perpindahan penduduk menjadi warga Gamping. Suster akan berangkat tanggal 13 Agustus ke Yogyakarta. Tetapi pada tanggal 13 September ada berita dari Vikep Yogyakarta, Romo Pujarahardja Pr. bahwa tanah di daerah Gamping tidak jadi dijual oleh pemiliknya.

Pada tanggal 2 November 1973 sampai tanggal 26 Januari 1974 suster Presiden Uni-Nederland berkunjung ke Indonesia. Kunjungan ini semakin memperkuat keputusan untuk membuka biara baru di Yogyakarta. Kemudian ada berita lain lagi pada tanggal 27 November yaitu bahwa pembelian tanah lain di Yogyakarta telah gagal.

Pada tanggal 27 Januari 1974, tiga suster pimpinan berangkat ke Yogyakarta untuk meninjau tanah di Gamping tetapi ternyata gagal lagi karena tanah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Mereka kembali ke Pacet tanggal 4 Februari. Kemudian pada tanggal 24 April, Sr. Bernardine, Sr. Ancilla dan Sr. Assumpta tiba di Yogyakarta untuk meninjau tanah biara cabang. Urusan ini berlangsung terus sampai tanggal 28 Mei.

Pada tanggal 15 Juni 1974 diputuskan, bahwa para suster akan mulai tinggal di Gamping sambil mencari tempat yang cocok. Atas bantuan dan kebaikan hati Rm. Pujarahardja Pr, untuk sementara para suster dapat tinggal di rumah keluarga lskandar selama 2 tahun. Terjadi perundingan dan persetujuan antara para suster dan keluarga Iskandar mengenai penggunaan tempat, rumah, air, dsb (lampu masih memakai lampu minyak tanah). Untuk memulai hidup membiara di Gamping tersusunlah kelompok kecil yang terdiri atas empat suster yaitu: Sr. Assumpta Kaminem OSC, Sr. Ancilla Muljani OSC, Sr. Bernardine Nyoman Siti OSC dan Sr. Paula Suwartini OSC. Tanggal 7 sampai 10 Agustus 1974 diadakan Triduum oleh P. Vicente Kunrath OPM sebagai persiapan pesta Santa Clara, sekaligus sebagai persiapan bagi keempat suster yang akan berangkat sebagai perintis untuk membuka biara baru di Yogyakarta.

RUMAH SEWA DI GAMPING
Pada tanggal 12 Agustus 1974 diadakan Perayaan Ekaristi meriah dan pengutusan keempat suster yang akan berangkat ke Yogyakarta. Para suster berangkat tanggal 13 Agustus 1974 diantar oleh Ibu Abdis dan beberapa suster. Umat stasi Gamping bersama Rm. Sadji OFM (Pastor stasi), P. Vicente OFM dan para Saudara Dina dari Papringan telah menanti kedatangan para suster di rumah Bapak Iskandar. Diperkirakan sekitar jam 17.00 WIB – 18.00 WIB, rombongan akan tiba. Namun pada jam-jam tersebut rombongan belum juga muncul. Karena sudah terlalu lama menunggu akhirnya satu demi satu dari mereka yang menanti, pergi meninggalkan tempat itu. Rombongan baru tiba di Gamping jam 20.00 WIB. Mereka terlambat dua jam dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya, karena bapak sopir tidak tahu alamat yang dituju. Yang masih setia menanti adalah: keluarga bapak Iskandar, P. Vicente OFM, P. Sadji OFM dan beberapa umat paroki. Untuk menyatakan syukur dan terima kasih karena telah tiba dengan selamat, maka rombongan suster menyanyikan lagu “Te Deum.”

Pada tanggal 18 Agustus 1974, para suster diterima secara resmi oleh umat paroki Pugeran, karena stasi Gamping termasuk wilayah paroki tersebut. Upacara penerimaan dimulai dengan Perayaan Ekaristi kudus yang dipimpin oleh Rm. Sadji OFM, Romo stasi Gamping. Sejak itu para suster berusaha untuk hidup dalam keadaan yang seadanya saja.

Hidup doa dengan acara-acara doa tentu merupakan hal yang mendasari dan mewarnai kegiatan sehari-hari. Doa ofisi dilakukan bersama kecuali ofisi pagi hari, karena para suster harus mengikuti perayaan Ekaristi di gereja stasi yang jaraknya ditempuh selama 10 menit berjalan kaki. Kadang-kadang ada umat yang mengikuti acara doa suster. Untuk perayaan Ekaristi hari Minggu dan hari raya, mereka pergi ke gereja paroki sehingga dapat juga bertemu dengan umat. Dua kali dalam seminggu ada perayaan Ekaristi yang dipersembahkan oleh P. Vicente Kunrath OFM pada waktu sore hari di rumah para suster sehingga umat yang tinggal di sekitarnya dapat ikut merayakan perayaan Ekaristi tersebut. Pada salah satu dari dua hari tersebut, Pater Vicente memberi pelajaran kepada para suster sebelum perayaan Ekaristi. Br. Mulyanto juga turut melayani para suster. Setiap pagi bruder mengambil surat di kantor pos Yogyakarta untuk para suster dan juga membawakan surat dari para suster untuk diposkan karena memang di Gamping belum ada kantor pos.

Hasil dari pekerjaan pokok tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pekerjaan harian dikerjakan oleh para suster sambil membuat makanan kecil untuk dijual sebagai tambahan biaya hidup. Tetapi usaha ini gagal walaupun pada awalnya penjualan itu sangat laris. Kebiasaan orang-orang yang suka berhutanglah yang menyebabkan modal para suster habis.

Lalu mereka menerima pekerjaan konveksi seragam sekolah dari suster OSF — Senopati. Tetapi pekerjaan ini pun tidak dapat bertahan lama karena bersifat musiman yaitu hanya pada permulaan tahun ajaran baru sekolah.

Kesulitan air bersih untuk diminum juga dirasakan oleh para suster. Mereka harus mengangkat air bersih dari sumur pastoran dekat gereja sesudah misa setiap hari. Sedangkan air untuk kebutuhan-kebutuhan lain dapat diambil dari sumur di samping rumah mereka.

PINGGIRAN KOTA
Ketika jangka waktu kontrak rumah di Gamping sudah mulai habis, para suster belum menemukan tempat untuk pindah. Pada saat itu para saudara dina membutuhkan orang yang dapat memasak dan menyediakan makan siang. Para saudara menawarkan tugas ini kepada para suster. Tetapi kesulitan muncul sehubungan dengan jarak Gamping – Papringan yang lumayan jauh. Sangat sulit untuk setiap hari membawa makanan untuk sejumlah besar orang, padahal sarana transportasi tidak memadai (hanya menggunakan sepeda).

Memikirkan hal ini maka para suster memohon kepada Vikep Yogyakarta untuk pindah sedikit masuk di pinggiran kota. Pada tanggal 4 Februari 1976, Bapak Kardinal sacara lisan memberi peluang kepada para sustar untuk mancari kemungkinan tempat baru di dalam kota. Hal itu diberikan ketika Kardinal mengunjungi tempat tinggal para suster di Somodaran-Gamping dan melihat kehidupan mereka yang sungguh-sungguh berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup harian mereka. Pada bulan Juli Sr. Agnes dan Sr. Angelina berangkat ka Somodaran – Gamping dalam rangka mancari rumah di kota Yogyakarta. Akhirnya diperoleh sebuah rumah yang dapat dikontrak selama 2 tahun 3 bulan di Samirono Baru.

Para suster pindah tanggal 26 Juli 1976. Keadaan dan suasana lebih baik di situ. Para suster dapat merayakan Perayaan Ekaristi setiap hari, dipimpin oleh para Saudara Dina dari Papringan. Rumah diberkati tanggal 12 Agustus 1976. Di sinilah Sr. Assumpta serta para suster lain mulai memasak untuk para saudara OFM di Papringan. Sementara tinggal di Samirono para suster tetap mencari tanah yang cocok untuk membangun sebuah biara. Akhirnya atas bantuan Bapak Taryono, para sustar dapat menamukan sebidang tanah di daarah Santran – Mrican yang akan dijual, tepatnya di depan STM Pembangunan.

Pada akhir tahun 1976, para suster membali tanah di daerah Mrican tersebut karena dipandang memenuhi syarat untuk bangunan biara dan harganya pun terjangkau. Demikian pula lokasinya dekat dengan biara para saudara dina di Papringan. Oleh karena itu tanah di Medari dijual untuk manambah uang pembayaran tanah tersebut. Dengan bantuan Bapak Taryono dan Bapak Ong (yang waktu itu sedang membangun biara Papringan) transaksi jual – beli tanah dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Maka rencana pembangunan biara segera dimulai. Sr. Yacinta OSC sangat berperan dalam hal ini, karena beliau pintar dan ulet dalam mengurus rencana pembangunan tersebut, terlebih dalam mengatur dan mendampingi para karyawan yang membangun biara itu. Suster dibantu dah Bapak Ong sebagai ahli bangunan, Bapak Susilo sebagai pemborong. Bapak Tikno, Bapak Ari dan Bapak Taryono bertiga sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan pembangunan biara setiap hari.

Pembangunan biara Santren ini dimulai pada tanggal 23 Mei 1978 dengan peletakan batu pertama oleh Vikaris Episkopalis Yogyakarta, Romo Wirjodarmojo PR, didampingi oleh Sr.Yacinta. Ruang Clara mulai dibangun pada tanggal 24 Juni 1980, dan mulai dipakai untuk rapat pleno OFM pada tanggal 30 September, walaupun belum selesai dibangun. Pembangunan ruangan ini selesai pada bulan Oktober.

Para suster mulai mendiami biara baru tersebut pada tanggal 30 Oktober 1978, walaupun bangunan biara masih belum selesai seluruhnya (Ruang hosti misalnya baru mulai dibangun pada bulan November). Hal ini disebabkan karena masa kontrakan rumah di Samirono sudah habis dan para suster memutuskan untuk tidak memperpanjang masa kontrakan rumah itu. Pembangunan biara Santren baru meliputi beberapa kamar dan ruang tamu sehingga ruang tamu menjadi dwi fungsi, sebagian ruangan untuk kapel dan sebagian lagi untuk menerima tamu. Ada juga beberapa kamar untuk para suster lengkap dengan kamar mandi, wc dan sumur. Salah satu kamar dipakai untuk dapur. Karena pembangunan belum selesai, maka masih ada kebocoran bila hujau turun.

Pada waktu itu acara harian tetap berjalan seperti biasa (Perayaan Ekaristi, Ibadat Harian, Pelajaran dari Saudara Dina). Dalam Perayaan Ekaristi para suster melibatkan umat lingkungan dan para Saudara Dina (koor, organis, pemazmur dan pembaca). Umat juga membantu para suster (tenaga, biaya) dalam menyediakan kursi dan tenda untuk perayaan liturgi hari besar. Para suster (Sr. Yacinta dibantu Sr. Ancilla) sudah mulai menerima pesanan pembuatan pakaian liturgi dan jubah untuk para religius sebagai mata pencaharian. Oleh karena itu para suster mulai mengurangi pelayanan kepada para saudara dina (yaitu menyediakan makanan untuk mereka). Mereka juga menjual hasil kebun (buah rambutan, singkong) kepada masyarakat di sekitar biara.

Setelah pembangunan selesai seluruhnya, maka tibalah waktunya biara diberkati. Para novis Saudara Dina dari Papringan turut serta dengan rela ikut membersihkan bangunan biara baru tersebut sebelum diberkati. Semua suster dari Pacet berangkat untuk menghadiri upacara pemberkatan beberapa hari sebelumnya. Mereka meminjam mobil VW Combi dari Kramat dan menginap di susteran SDN – Pekalongan. Keesokan harinya mereka mampir di biara para suster AK – Ungaran untuk makan siang sebelum melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta – Mrican. Demikianlah dalam rangka peresmian biara, pada tanggal 12 Desember 1979, sejak pukul 08.00 pintu biara telah dibuka untuk setiap tamu yang mau melihat-lihat keadaan seluruh biara, juga bagian klausura. Pada pukul 10.00 WIB dimulailah upacara peresmian biara yang dipimpin oleh Vikaris Episkopalis Yogyakarta dan didampingi oleh Mgr. Geise OFM. Para tamu yang haclir pada waktu itu adalah para wakil kepala desa, umat sebagai wakil dari paroki, biarawan-biarawati, dan sanak keluarga para suster yang tinggal di dekat biara Santren itu. Acara dimulai dengan pembukaan selubung penutup nama biara yang baru yaitu Biara Santa Clara, diiringi lagu “Clara Tunas Fransiskus.” Selubung tersebut dibuka oleh Sr. Ancilla. Demikianlah secara resmi kehadiran para suster Klaris di Yogyakarta dikukuhkan dan diakui oleh samua yang hadir.

TAHUN 1991 – 2009
Pada tahun 1991 ada pergantian anggota biara Santren, dan hal ini juga mempengaruhi kehidupan liturgi para suster, khususnya dalam perayaan Ekaristi. Ada perubahan dalam tugas-tugas liturgi, antara lain dengan mengurangi keterlibatan umat dalam tugas-tugas tersebut. Ini disebabkan karena selama itu para suster sangat disibukkan dalam mencari para petugas liturgi dari luar. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pater Leo Laba Ladjar (Minister Provinsi) menganjurkan kepada para suster untuk memilih beberapa kelompok yang bertugas secara tetap di kapel Santa Clara. Para suster menerima anjuran beliau dan melaksanakan hal itu sampai sekarang (2009).

Pelayanan rohani dari Saudara Dina tetap berjalan dengan baik (pelajaran, perayaan ekaristi, dan lain-lain). Bila mereka berhalangan dalam melayani perayaan Ekaristi, maka mereka mencari imam pengganti dari tarekat lain (misalnya SCJ, OMI, Kapusin, Praja, SJ).

Pada periode 1996 – 2002, anggota biara terdiri dari 4 saudari. Pada masa ini dilakukan banyak perbaikan di biara Santa Clara Santren, antara lain: perbaikan langit-langit seluruh rumah biara, membuat pagar di samping kiri kapel sebagai pembatas dengan tanah tetangga sebelah, membuat atap teras depan kapel, dan lain-lain. Pada masa ini juga ada dua saudari yang diberi kesempatan untuk mengikuti kursus bahasa Inggris dari Sdr. Micho, seorang pengajar LIA selama 6 bulan, lalu dilanjutkan. Oleh Ibu Hartini selama 6 bulan. Tahun 2000, Sr. Caecilia (anggota biara Pacet) datang untuk kuliah sebagai mahasiswi pendengar selama satu tahun di FTW – Kentungan.

Pada periode 2002 – 2005, jumlah anggota biara terdiri dari 5 saudari sehingga pada waktu ini, satu saudari (Sr. Theresia) dapat mengikuti kuliah sebagai mahasiswi pendengar/auditor di Kentungan.

Pelayanan rohani dari para saudara dina berlangsung terus, antara lain pelajaran dari P. Alfons Suhardi OFM tentang Spiritualitas Fransiskan – Clarian, AMR (relaksasi meditasi penyadaran) dan Perayaan Ekaristi, Sakramen Tobat.

Para suster melakukan banyak perbaikan dan penataan rumah, antara lain: memperbaiki tempat mencuci pakaian, membangun tempat jemuran pakaian, membangun tempat istirahat bagi seorang karyawan kebun, menambah dua ruangan Yang berfungsi sebagai tempat menyetrika dan gudang, membuat rolling door di serambi samping sakristi sabagai batas klausura, membangun kamar mandi/wc untuk tamu, dan menambah tinggi dinding pagar pembatas biara bagian belakang karena tetangga telah meninggikan tanah mereka sehingga pagar biara menjadi rendah, sehingga orang mudah masuk ke kelompok biara.

Para suster mulai menerima pekerjaan untuk menjahit pakaian liturgi secara intensif karena pesanan dari biara Pacet (kerja sama) dan dari biara Santren sendiri. Tugas ini dipercayakan kepada Sr.Elisabath yang talah trampil dalam bidang ini, karena ia telah mengikuti kursus privat (2003/2004). Mereka juga menerima para religius yang rnau mengadakan retret pribadi di biara Santren.

PENGALAMAN PARA SUSTER YANG PERNAH TINGGAL DI BIARA SANTREN
Berikut ini cuplikan tulisan beberapa suster biarawati yang pernah tinggal di biara Santren – Yogyakarta:

Para anggotanya mengalami dan mengakui bahwa di satu pihak luas lokasi biara tidak mencukupi untuk mewujudkan kehidupan kontemplatif udara yang panas, suasana sakitar biara yang sudah ramai (thn 2000). Tetapi di lain pihak, dalam keadaan demikian para anggota biara tetap mengusahakan hidup doa dangan baik, umat masih merasakan kenyamanan biara (sejuk, hening dan tenang).

Relasi dangan para saudara dina masih berlangsung dangan baik dalam hal liturgi, palajaran dan urusan profan (mencarikan buku-buku, tanaman untuk hiasan kapel dan keperluan rumah tangga, serta membayar tagihan listrik/telepon).

Relasi dengan umat berlangsung baik (konsultasi, mendoakan mereka), karena mereka mengalami dan mengimani bahwa permohonan mereka terkabul atas bantuan Bunda Maria dan St.Clara lewat doa-doa para suster.

Para religius yang lain, khususnya KEKANTA (Keluarga Fransiskan/Fransiskanes Yogyakarta) dengan sukarela membantu para suster dalam hal liturgi. Para suster terbuka menjalin relasi dengan umat beragama lain. Kadang para suster menerima para rnahasiswa-mahasiswi IAIN yang datang mengunjungi biara Santren dengan maksud untuk mengenal hidup kontemplatif dalam rangka studi banding tentang agarna. Pemah terjadi bahwa para mahasiswa ini mengikuti Perayaan Ekaristi atas ijin dari P. C. Groenen OFM.

Relasi dengan masyarakat sekitar terjalin baik, dan sampai sejauh ini para suster belum pernah mengalami masalah dengan mereka. Kehadiran biara di Yogyakarta ini memberi kesempatan kepada umat untuk lebih mengenal kehidupan suster-suster Klaris, khususnya bagi para pemudi yang berminat untuk menjadi pengikut Kristus dalam semangat Santa Clara dari Assisi.

SELAYANG PANDANG OSC YOGYAKARTA
(Oleh Sr. Margaretha, OSC)

Mengenang penuh syukur 75 tahun OSC di Indonesia, kami kawanan kecil di biara St. Klara – Santren, Yogyakarta yang saat ini beranggotakan 4 suster profesi mariah, tak henti-hentinya bersyukur atas penyertaan Allah dalam perjalanan Ordo kami, dari awal kedatangannya di Indonesia dan kehadirannya di Keuskupan Agung Semarang.

Dalam melanjutkan hidup kontemplatif seturut semangat Santa Klara di jaman ini, maka acara harian kami adalah:
04.15 Ibadat bacaan, dilanjutkan meditasi
05.15 Ibadat pagi
05.45 Angelus
05.55 Perayaan ekaristi
06.45 Makan, kerja tangan
11.45 lbadat siang, rekreasi bersama
12.00 Angelus, makan siang, melanjutkan pekerjaan, istirahat siang
16.30 Ibadat sore, devosi bersama, bacaan rohani
18.00 Angelus, makan sore, rekreasi bersama
20.00 Ibadat penutup
Catatan: setiap Hari Jumat tidak ada rekreasi.

Biara St. Clara Santren termasuk ke dalam paroki St. Yohanes Rasul – Pringwulung. Di paroki ini terdapat 24 biara dari berbagai tarekat religius. Setiap pagi ada perayaan ekaristi di kapel kami yang dilayani oleh para saudara dina dan diikuti oleh umat sekitar biara dan juga para religius. Liturgi pada hari Minggu dan pada hari-hari Raya dibantu oleh kaum religius dan umat awam sehingga perayaan ekaristi menjadi semarak dan hikmat. Tradisi novena St. Antonius dari Padua dilaksanakan pada setiap hari Selasa dalam perayaan ekaristi-sepanjang tahun, kecuali pada masa oktaf natal dan oktaf paskah.

Devosi ini diprakarsai oIeh Sdr. Martin Sardi OFM beberapa tahun yang lalu dan tetap berlangsung sampai sekarang. Banyak umat menghadiri novena tersebut. Pada hari pesta St. Antonius Padua, tanggal 13 Juni ada tradisi “roti Antonius.” Pada saat itu umat membawa roti yang dipersembahkan di depan Altar selama perayaan Ekaristi berlangsung, kemudian diberkati oleh Imam. Setelah perayaan Ekarlsti selesai, roti-roti tersebut dlsantap bersama oleh umat di halaman depan biara. Biasanya yang hadir pada hari pesta St.Antonius ini kurang lebih 75 orang.

Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dihadiri sekitar 200 orang, dan pada hari biasa kurang lebih 30 orang. Perayaan Ekaristi akan dihadiri banyak pelajar dan mahasiswa menjelang hari-hari ujian dan ulangan. Para religius masih sering memakai biara kami untuk mengadakan retret-retret pribadi sambil mengikuti acara doa kami. Para tamu yang minta didoakan dan yang berkonsultasi dengan kami adalah sangat bervariasi (palajar, mahasiswa-mahasiswi, pagawai, pasutri). Ada juga para pelajar SMU (bukan hanya dari sekolah Katolik saja) yang mau mengenal cara hidup kami. Mereka datang secara berkelompok dalam rangka menyelesaikan tugas mata pelajaran Religiositas. Kelompok-kelompok mahasiswa-mahasiswi lintas agama berkunjung untuk berdialog dengan kami. Relasi kami dengan masyarakat sekitar (RT, RW dan tetangga non Katolik) tidak ada masalah. Mereka bisa menerima dan memahami kami sebagai religius kontemplatif.

Untuk menjaga keseimbangan hidup rohani dan jasmani, kami melakukan pekerjaan tangan dengan berkebun kecil-kecilan, menanam sayuran, tanaman hias, memelihara kebersihan dan penghijauan biara. Kami juga menerima pesanan pakaian perlengkapan liturgi. Demikianlah sharing pengalaman hidup kami dari kawanan kecil biara Santa Clara, Santren – Yogyakarta.

Tugas-tugas Para Suster di Biara Santa Clara Yogyakarta
1. Sr. Margaretha : Penanggung Jawab
2. Sr. Anna : Dapur, Paramentik
3. Sr. Theresia : Kosteres
4. Sr. Koleta : Kebun, Humas

FOTO-FOTO

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Pemberkataan biara OSC di Yogyakarta 1979

Saat berdoa bersama

Saat berdoa bersama

Foto bersama 2002. Ki-ka: Sr.Theresia, Sr.Laurensia, Sr.Elfrida, Sr.Immaculata, Sr. Elizabeth, Sr.Helena

Foto bersama 2002. Ki-ka: Sr.Theresia, Sr.Laurensia, Sr.Elfrida, Sr.Immaculata, Sr. Elizabeth, Sr.Helena

Foto tanggal 9 Januari 2002

Foto tanggal 9 Januari 2002

Suster novis dan yunior berkunjung ke Biara St.Clara Yogyakarta 2008

Suster novis dan yunior berkunjung ke Biara St.Clara Yogyakarta 2008

Ki-ka: Sr.Koleta, Sr.Margaretha, Sr.Anna, Sr.Theresia

Ki-ka: Sr.Koleta, Sr.Margaretha, Sr.Anna, Sr.Theresia

 

Tulisan-tulisan lain tentang Santa Klara Assisi:

Santa Klara Assisi dan Hal-Ihwal Warisan Rohaninya.
Riwayat hidup Santa Klara sang Perawan dari Assisi – Karangan Thomas Celano
Fransiskus dan Klara, Persekutuan dan Pengantaraan…
Sebagai Peziarah dan Orang Asing
Menjadi Manusia Sejati Bersama Klara dari Assisi
Dokumen Proses Kanonisasi St. Klara dari Assisi
Kedatangan dan Perjuangan Eksistensi Ordo Santa Klara di Indonesia