12 Oktober – St. Serafinus dari Montegrano

12 Oktober
St. Serafinus dari Montegrano
1540-1604

RIWAYAT HIDUPNYA

Orang tua Serafinus itu miskin dalam hal barang-barang duniawi dan tidak mewah dalam pandangan manusia. Tetapi semangat doa yang ditanamkan ibunya pada anak ini merupakan warisan yang tak ternilai harganya. Pelajaran-pelajaran penuh cintakasih dari ibunya itu membuat Serafinus tetap bertekad untuk tetap tanpa cela dan seorang menjadi santo.

Dia mempersembahkan devosi mendalam kepada Bunda Maria yang terberkati dan sewaktu-waktu mengunjungi tempat sucinya di Loreto, tidak jauh dari tempat tinggalnya. Sekali, pada perjalanannya ke tempat suci itu, dia dapatkan bahwa sungai Potenza begitu banjir sehingga tak seorang tukang perahu pun bernai menyeberang. Dalam kemauannya yang begitu besar untuk sampai pada tempat suci itu, Serafinus melangkah ke air, dan air itu pun menjadi kokoh seperti tanah. Dan dia pun menyeberangi sungai itu dalam perjalannya ke dan pulang kembali dari tempat suci itu tanpa membuat telapak kakinya menjadi basah.

Sesudah kematian orang tuanya, Serafinus tertimpa banyak pencobaan yang berat. Saudaranya, seorang pembuat batu bata dan seorang yang berperingai kasar, memperkerjakan dia; tetapi tidak peduli apa yang dikerjakannya, dia tidak menerima kembali apa-apa kecuali kata-kata kasar dan pukulan-pukulan. Serafinus menanggung perlakuan kasar itu dengan kesabaran yang besar dan melihat di dalamnya jalan menuju ke kesucian.

Dengan keinginan untuk membaktikan dirinya dalam pelayanan kepada Tuhan, ketika berumur 16 tahun, dia masuk biara Kapusin. Orang segera melihat dan mengagumi tingkat kesempurnaan yang tinggi yang telah dia capai. Saudara-saudaranya di situ dibangun berkat kerendahan-hati, belas kasih, matiraga, dan pengurbanan dirinya.

Dia mempersembahkan hari malamnya pada doa. Pada sore hari dia mengunjungi Sakramen yang Mahakudus dan tetap tinggal di sana berjam-jam terserap dalam doa dan kontemplasi. Kemudian dia beristirahat sebentar, sesudah itu dia bangun lagi mengikuti ibadat doa tengah malam. Rupanya Tuhan mempertahankan kekuatan badaniahnya secara menakjubkan.

Selama masa paceklik, dia hanya makan seperempat dari jatah makanannya yang sedikit itu, dengan maksud supaya dapat memberikan lebih banyak kepada orang miskin. Sebagai penjaga pintu biara, dengan tugas untuk memberi makan kepada orang-orang miskin, dia pernah melampaui batas-batas ketaatan. Karena dia tidak mempunyai apa-apa lagi untuk diberikan, padahal masih ada beberapa orang miskin menunggu, pergilah dia ke kebun dan mengumpulkan persediaan sayur-sayuran yang tumbuh di sana. Ketika atasannya mendapatinya dan menanyainya perihal perbuatannya itu, maka saudara yang baik hati ini memastikan bahwa komunitas tidak akan menderita karena perbuatannya itu. Dan lihatlah, pada keesokan harinya sayur-sayuran itu pun telah tumbuh kembali dalam kebun itu.

Kekuatan menakjubkan yang dianugerahkan Tuhan atas kemurahan hati hamba-Nya ini terus saja terjadi. Tak terbilang jumlah orang sakit disembuhkan kembali ketika dia membuat tanda salib pada mereka.

Namun demikian, Serafinus berusaha keras untuk sebanyak mungkin menarik diri dari hubungannya dengan dunia. Sementara dia sibuk dalam pekerjaan yang tenang di seputar biara, hatinya sibuk berkontemplasi perihal sengsara Kristus. Dipenuhi dengan cinta pada Dia yang mencurahkan darah-Nya karena cinta-Nya pada kita, dia merindukan pergi ke orang-orang yang belum beriman, dengan maksud mencurahkan darahnya bagi Kristus. Karena permohonannya tidak dikabulkan, dia pun menjadi biasa untuk berdoa:

Bunda Kudus, tembusilah saya,

Baharuilah luka-luka Penebusku yang Tersalib,

Dalam hatiku.

Dibakar dengan cinta Tuhan, Serafinus meninggalkan hidup di dunia ini pada 12 Oktober 1604, pada usianya 64 tahun. Pada makamnya terjadi banyak mukjizat, dan Paus Clement XIII memberikan kanonisasi padanya pada 1767.

PERIHAL HORMAT KEPADA DARAH YANG MULIA

1.    Darah Mulia yang dicurahkan oleh Yesus Kristus bagi kita, membakar hati Serafinus dengan cinta berkobar pada Tuhan. Ketika Yesus mencucurkan air mata pada kubur Lazarus, orang-orang sekitarnya berkata: “Lihatlah, betapa dia mencintanya!” (Yoh 11:36). Sedangkan ketika Dia mencurahkan Darah Mulia-Nya bagi kita, Dia membuktikan cinta-Nya pada kita melebihi apa yang Dia ungkapkan dengan air mata. Satu tetes dari Darah Mulia-Nya sudah cukuplah untuk menebus kita, tetapi “apa yang sudah memuaskan keadilan,” kata St. Krisostomos, “belum dapat memuaskan Cinta-Nya.” Dia telah mencurahkan segala darah-Nya, bahkan sampai tetes yang terakhir. Dia “telah mencintai kita dan mencuci kita dari dosa-dosa kita dengan darah-Nya sendiri” (Why 1:5). – Bila jiwamu disegarkan kembali dengan Darah Mulia-Nya dalam Komuni kudus, berkatalah, sebagaimana St. Serafinus begitu sering berkata: “Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan Dia” (Kid 2:16).

2.    Untuk menyebarkan devosi terhadap Darah Mulia, sebuah persudaraan Darah Mulia didirikan pada abad 19. Banyak hal-hal yang baik telah mereka perbuat dan banyak orang telah bergabung di dalamnya. Syarat-syaratnya hanyalah: mendaftarkan namanya menjadi anggota dan mendoakan setiap hari tujuh Kemuliaan sebagai hormat pada tujuh kali Penebus kita telah mencurahkan Darah-Nya: 1) pada waktu disunat, 2) pada waktu Sakratul maut, 3) pada waktu dimahkotai duri, 5) selama Jalan Salib, 6) pada waktu Penyaliban, 7) pada waktu Lambung-Nya ditikam dengan tombak. Paus Pius IX, dalam kesempatan merekomendasikan persaudaraan itu, beliau mengingatkan umat bahwa secara simbolis darah anak domba dipergunakan di Mesir untuk menandai rumah-rumah orang-orang Israel, sehingga mereka terhindar dari kutukan Tuhan. Ditambahkannya: “Apakah mereka yang dengan khusuk menghormati Darah Penebus kita tidak akan lebih pasti terlepas dari kutukan dan mengalami belas kasih Allah?” – Karena itu, marilah kita dengan khusuk menghormati Darah nan Mulia itu.

3.    Renungkanlah bahwa penghormatan yang tulus pada Darah Kristus hendaknya memperkuat hati kita untuk secara cermat menjauhkan diri dari setiap dosa dan menanggung sengsara hidup ini dengan cara yang berkenan pada Allah. Jiwa kita telah dibersihakn dengan Darah Kristus, pertama dalam Pembaptisan dan kemudian dalam Sakramen Pengampunan. “Darah Yesus Kristus,” kata St. Yohanes, “membersihkan kita dari semua dosa” (1Yoh 1:17). Ditambahkannya, “Anak-anakku yang terkasih, hal ini saya tuliskan kepada kalian, supaya kalian tidak jatuh dalam dosa.” Karena, bukankah dosa itu bagikan menginjak-injak Darah Kristus? Kita hendaknya lebih menyatakan rasa syukur kita dan mengembalikan cinta dengan cinta, dengan sabar menanggung penderitaan yang dikirimkan kepada kita dan secara teguh mengatasi setiap godaan untuk berdosa. Semoga pengantaraan St. Serafinus memperoleh bagi kita bagian dalam kasih heroik Allah itu.

DOA GEREJA

Ya Allah, Engkau yang menyalakan hati St. Serafinus dengan api cinta-Mu, kami mohon kepada-Mu, anugerahkanlah bahwa berkat pengantaraannya kami boleh berjalan mengikuti jejaknya dan dinyalakan dengan api cinta yang sama. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.