[Animasi Hidup Berkomunitas di Gardianat Fonte Colombo – Flores (bagian 2)]
Lembah Pagal yang terletak di wilayah Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur sudah dua minggu terlihat gelap karena Mentari terpele (tertutup) kabut tebal. Selain kabut tebal hujan pun turun tiada hentinya dari pagi hingga malam disertai dengan angin kencang. Masyarakat Manggarai menyebut musim ini dengan istilah dureng. Cuaca yang ekstrim ini tidak menyurutkan animo tiga saudara fransiskan yang adalah anggota Definitorium Provinsi OFM Indonesia untuk menjalankan tugas persaudaraan memberi animasi hidup berkomunitas para saudara fransiskan di Gardianat (Rumah Biara) Fonte Colombo – Flores.
Tiga saudara itu adalah: Sdr. Peter Aman OFM, Sdr. Yosef Tote OFM dan Sdr. Eddy Kristiyato OFM. Mereka meninggalkan Jakarta pada 18 Maret 2012 dan bermalam di Denpasar satu malam. Keesokan harinya pada 19 Maret mereka pun melanjutkan perjalanan dari Denpasar menuju Labuan Bajo. Akhirnya mereka mendarat dengan mulus dalam kondisi cuaca yang agak berkabut di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT.
Sekitar pukul 17.15 WITA mereka tiba di Biara St. Yosef-Pagal disambut dengan rintihan air hujan yang mengguyur kota kecil Pagal. Para saudara fransiskan lainnya yang akan ikut dalam kegiatan animasi hidup berkomunitas sudah terlebih dahulu tiba di Pagal. Animo para saudara yang tinggal di Gardianat Flores ini juga terasa antusias sekali untuk ikut kegiataan persaudaraan ini. Hujan dan angin kencang tidak menyurutkan niat mereka. Beberapa saudara yang dari Tentang, Karot dan Aeramo tiba di Pagal dengan mengendarai sepeda motor dan ada juga yang naik angkutan umum khusus jalur Ruteng – Pagal, “Cinta Indah”. Semua saudara berkumpul di ruang tengah Biara St. Yosef Pagal dalam suasana persudaraan sambil menikmati goreng pisang dan kopi hangat khas Manggarai.
Tepat pukul pukul. 18.00 semua saudara berdoa bersama dalam ibadat sore tematis yang dipimpin oleh sdr. Fridus, OFM. Setelah ibadat, para saudara pun beranjak menuju ruang makan untuk makan malam bersama di ruang makan Postulat Pagal. Sementara lima saudara lainnya makan malam di rumah keluarga Sdr. Hans yang terletak tidak begitu jauh dari Biara. Kedua orangtua Sdr. Hans mengundang agar beberapa saudara fransiskan juga makan malam di rumah mereka.
Sesudah makan malam sekitar pukul 20.30 ada acara Kapu dan Kepok yang dibawakan oleh saudara Thobi, Sdr. Fridus dan Sdr. Simao. Acara Kapu dan Kepok adalah satu ritus adat dalam budaya Manggarai untuk menghormati tamu kehormatan. Sarana simbolis dalam acara ini adalah ayam dan tuak. Dalam acara ini, si penerima/tuan rumah (diwakili saudara Thobi) pertama-tama mengungkapkan dalam bahasa Manggarai ucapan selamat datang kepada para saudara Animator dari Provinsi: Sdr. Peter, Sdr. Eddy Kristiyanto, Sdr. Yoseph, dan Sdr. Mateus. Kemudian Sdr Thoby mengatakan bahwa ibarat kembang yang berbunga mekar, hati para saudara di Gardianat Fonte Colombo Flores bersuka menyambut kedatangan para saudara dari tim animator hidup berkomuniatas. Ia juga mengatakan bahwa betapa besar kesukaan mereka, karena mesti cuaca kurang mendukung; hujan dan angin deras, kabut tebal, tetapi karena besarnya kasih antara kita sebagai saudara maka kita tetap bertatap wajah saat ini dalam keadaan sehat walafiat. Semua itu karena Tuhan mendukung rencana kita.
Selanjutnya Sdr. Thoby mengatakan bahwa sebagai bentuk dan symbol kesukaan hati mereka, sebenarnya mereka ingin sekali memangku para saudara, seperti menggendong buah mangga dan nenas tetapi karena ukuran tubuh para saudara jauh lebih besar dari mereka maka mereka hanya memangku saudara secara simbolis yakni ayam dan tuak. Pada akhir sambutaan simbolis secara adat Sdr. Thoby mengatakan bahwa mereka juga membuka diri untuk mendengarkan arahan tentang animasi hidup berkomunitas. Ungkapan Kapu yang disampaikan oleh Sdr. Thoby secara adat juga dijawab oleh Sdr. Peter secara adat juga dalam bahasa Manggarai yang isinya kurang lebih mau mengatakan bahwa karena kasih antara saudara, Tuhan juga menjauhi tantangan yang menghalangi kita untuk perjumpaan ini, cuaca; hujan dan angin Ia jauhi sehingga kita dapat berkumpul di sini. Sebagai saudara tak ada kata yang salah, atau omongan yang tak pantas. Semua ucapan “Kapu” dari saudara-saudara di gardianat Fonte Colombo, adalah pantas dan pada tempatnya, dalam arti tak ada yang salah. Sdr.Peter mengakhiri kalimatnya dengan ucapan terima kasih atas sambutan para saudara di Folores. Setelah Kapu, para saudara melanjutkan dengan acara rekreasi bersama hingga pukul 23.00 WITA. Ada beberapa saudara yang masih bertahan untuk bercerita hingga pukul 00.00 WITA.
Mantap, Toby. Senang dengan sikap inkulturatif seperti ini. Budaya memang tidak terutama untuk diketahui dan dipelajari tetapi untuk dicintai dan dihidupkan. salam “ngkiong”.
dari adat kembali lagi kepada adat, supaya tidak ngadat…. selamat beradat…. tabe ga…
Hehehe…nuansa Manggarai terlihat begitu kental. Selamat beranimasi saudara-saudara.
berita yang didukung foto ini menjawab salah satu rekomendasi dari para peserta kegiatan animasi tersebut, yakni: “kita harus kembali menyapa umat yang selama ini kita layani dengan menjadikan ‘adat atau budaya lokal’ sebagai pintu masuk reksa dan praktik pastoral”. Selamat memulainya, saudara.
mantap nian….