[tab name=”Berita”]
Meskipun istilah “berbagi”, sebagaimana istilah “canggih”, “borang”, “unggah”, “mendaku”, “bergeming”, “unduh” merupakan kosa kata yang relatif baru, tetapi pada umumnya praktiknya bukanlah sesuatu yang baru sama sekali.
“Berbagi” saya lakukan dalam enam hari, sebagian dari cuti liburan saya di Degolan, Pakem, Yogyakarta. Awalnya adalah Sr. M. Paula OSF yang mendengar pembicaraan Sr. M. Sofia OSF dan Sdr. A. Eddy Kristiyanto OFM di Griya Assisi, Bandungan (Ambarawa) pada 10 Februari 2013.
Dalam pembicaraan itu disepakati kapan saya memberikan pemcerahan pada para Suster OSF Komunitas RD Elisabeth, Jl. Kawi, Semarang. Lalu, Sr. M. Paula “nimbrung”, dan mengusulkan hari-hari sebelum dan sesudah “pencerahan” itu untuk mengajar di Novisiat Suster OSF di Banyumanik.
DESAKU YANG TELAH LAMA KUTINGGALKAN
Selasa, 30 Juli 2013, tiga hari setelah pemberkatan Wisma Duns Scotus di Kampung Ambon, saya berlibur ke Desa Degolan, Pakem, Jl. Kaliurang KM 15, Yogyakarta. Meski di rumah asri itu saya tinggal sendirian (ada satu keluarga yang menjaga kebersihan rumah itu), tetapi saya senantiasa merasa sangat nyaman.
Terasa benar saya berada dalam suasana liburan. Tenang. Sejuk. Sendirian. Mandiri. Saya senantiasa menyediakan waktu untuk sport dengan jalan cepat setiap hari selama sekitar 2 x 60 menit. Di rumah ini, tak satu pun saudara kandung saya yang tinggal, sehingga rumah ini menjadi tempat istirahat.
Di suatu sudut Desa Degolan terdapat makam (keluarga). Saya tak pernah melewatkan tempat itu. Kembali ke masa lampau dengan berdoa untuk intensi semua yang telah dimakamkan di sana, terutama kakek, nenek, bapak, ibu, kakak, dan keponakan.
Desa itu menyimpan kekuatan “magis” masa lampau, yang berdayaguna bagi kami yang kembali ke pengalaman, cerita, kisah dahulu di tempat kami diformat oleh lingkungan dan keluarga kami. Pada penghujung perjalanan kembali ke masa lampau itu, kami menemukan sikap syukur atas anugerah bernilai untuk perjalanan hari-hari yang menyusul.
Praktis, sejak 1974 Desa Degolan itu saya tinggalkan, yakni ketika saya melangkah menuju Seminari Stella Maris, Bogor. Sejak itulah lingkungan desa itu hanya sesekali saya antup, bagaikan lebah: singgah sejenak di tengah perjalanan susah payah menjadi Fransiskan. Maka itu, kesempatan liburan atau cuti dan kembali de Desa Degolan, senantiasa bagaikan menimba air hidup masa lalu, di mana seluruh relasi dan kisah dihidupkan kembali.
BIARA PROVIDENTIA
Setelah 5 hari tinggal di Desa Degolan, saya naik kendaraan umum dari Jogjakarta menuju novisiat OSF di Banyumanik, Semarang. Sesampai di terminal Banyumanik, saya mengambil ojek. Tukang ojek yang mengatakan tahu alamat yang saya tuju, ternyata tidak tahu. Beberapa kali tersesat dan harus bertanya sana-sini.
Ketika akhirnya alamat tujuan ditemukan, pintu gerbang tak dibukakan, kendati beberapa kali bel dibunyikan. Baru kemudian diketahui, bahwa bel itu tidak berfungsi. Beruntunglah anjing biara itu terlepas berikut rantai yang masih mengalungi lehernya. Anjing itu lari keluar pekarangan novisiat yang luas itu. Seorang Novis OFS (Theresia) mengejarnya. Saat inilah saya memperkenalkan diri dan segera mendapat kamar istimewa untuk istirahat.
Sebagian terbesar penghuni Biara Providentia pada saat itu (Minggu, 4 Agustus) sedang bergabung dalam pesta raya di Semarang berkenaan dengan 40 dan 25 tahun Profesi sejumlah suster OSF. Itulah sebabnya, biara Providentia yang kokoh, megah, dan masif ini pada saat saya datang terasa lengang dan sunyi. Sebab, biara ini yang memiliki sekitar 50 kamar, hanya ditunggui oleh 6 novis OSF (tahun pertama), yang menurut ketetapan hukum sedang menjalani Tahun Kanonik. Nasibnya adalah: Tinggal di biara selama satu tahun penuh.
Robongan Postulan, Novis Tahun Kedua, Magistra, Staf Formator tiba kembali dari Semarang pk 15.00, saat saya masih berada di peraduan. Rombongan ini pergi lagi ke Semarang untuk melakukan Ibadat Syukur berkenaan dengan pesta raya tersebut. Mereka ini berada lagi di Banyumanik sekitar pk 21.30, ketika saya sudah bersiap untuk menghabiskan “malam pertama” di Novisiat ini.
Sesuai dengan permintaan Sr. M. Paula OSF yang diteguhkan melalui surat, saya diminta untuk berbagi kepada para novis OSF tentang Tantangan-tantangan Hidup Religius Zaman Ini. Materi ini pada akhir Juli 2013 diubah setelah Sr. M. Paula, Magistra, berkonsultasi dengan Sr. M. Susanna OSF, Provinsial.
Pokok pembelajaran kemudian diubah, dan hari-hari ini akan diisi dengan mengupas “MEMIKIRKAN DENGAN HATI SPIRITUALITAS ASASI FRANSISKAN”. Benar juga pertimbangan ini, lebih baik kita mengenali dengan baik spiritualitas dasariah kita daripada menggali tantangan-tantangan hidup religius. Jangan sampai kita menganggap diri tahu tentang spiritualitas kita, padahal sesungguhnya tidak demikian.
Apalagi, para “audience” pengajaran ini ternyata adalah Postulan, Novis I, dan Novis II. Mereka inilah yang pertama-tama harus memiliki “bangunan atau fondasi” yang kokoh kuat berkenaan dengan Spiritualitas (terutama) Fransiskan.
Dua hari pertama, yakni 5-6 Agustus, acara dimulai dengan bangun pk 04.00, lalu Ibadat Pagi pk 04.30 disambung dengan meditasi, dan perayaan Ekaristi pk 05.30. Pengajaran dimulai pk 08.00. Pk 10.00 minum. pengajaran dilanjutkan pk 10.30 sd 12.00, dan 16.30-18.00. Tetapi dari hari ke-3 jadwal acara dilonggarkan, meskipun pengajaran tetap 3 kali dalam sehari, kecuali pada Rabu, 7 Agustus sore.
Pada sore itu (dari pk 17.00-19.00), saya memenuhi undangan Komunitas OSF RS Elisabeth untuk menyampaikan pencerahan dengan tema “Menakar Kualitas Persaudaraan dalam Komunitas Fransiskan Kita”. Saya meminjam motor Komunitas Novisiat OSF untuk mencapai jl. Kawi ini. Hadir dalam acara pencerahan itu sekitar40 Suster yang berkarya di bidang pelayanan kesehatan di RS Elisabeth. Setelah makan malam, saya kembali ke Novisiat OSFdengan singgah di Pizza Hut untuk mengambil pizza “uenak” untuk rekreasi bersama Postulan dan Novis.
Pada hari Idul Fitri, proses belajar-mengajar tetap dilangsungkan. Tetapi hari itu ada pengaturan khusus. Pengajaran hanya berlangsung pk 08.00-10.00 pada pagi hari. Setelah itu, para Postulan dan Novis dibagi-bagi dalam kelompok dan mulai “ujung” (baca: bersilaturahim) di keluarga-keluarga dan tetangga terdekat, yang merayakan Hari Kemenangan. Sore hari, mulai pk 16.30, ada pengajaran seperti diagendakan.
Dua hari terakhir kami merayakan Ekaristi berbahasa Inggris. Bahasa ini tentu tidak asing bagi dua novis asal Philippina, Marie Louise dan Veronique. Tetapi tidak demikian halnya bagi beberapa Novis dan Postulan baik dari Nusa Tenggara Timur, maupun dari Timor Timur.
Kita bisa membedakan Postulan dari Novis terutama kalau kita melihat jubah mereka. Postulan mengenakan jubah berwarna krem (“maaf”, kopi susu), Novis memakai jubah putih. Mereka semua berjumlah 19 orang (Postulan: Florensia, Franzeska, Agustina, Maria, Emilia, Yoanina. Novis I dan II: Veronita, Methilde, Avelin, Theresia, Bernarda, Yvonne, Veronique, Francino, Helenita, Cyrella, Vita, Dionisia, Marie Louise).
Saya pribadi kemudian merefleksikan pengalaman “mengajar” di Novisiat OSF ini. Pengalaman ini sangat berharga dan bernilai tinggi. Di sini saya diundang untuk memaparkan sejelas mungkin buah-buah permenungan, bacaan, dan pemandangan saya tentang spiritualitas Fransiskan. Tidak bisa tidak di sini pula para Postulan dan Novis OSF menantang saya untuk mampu mempresentasikan spiritualitas Fransiskan yang saya pahami dengan segenap keterbatasan saya seturut daya pemahaman puteri-puteri belia zaman ini, yang memiliki latar yang beraneka ragam. Di sini pula saya diasah, dipertajam, serta diperkaya.
Itulah sebabnya, di akhir reportase ini sayalah yang wajib bersyukur kepada Tuhan. Sebab, Ia telah berkenan “mempertemukan” saya dengan para calon OSF dalam proses “initial formation”. Inilah saat-saat berbagi yang sulit saya hapus dari ingatan saya. Syukur tiada henti. * * * *
Kontributor: Sdr. A. Eddy Kristiyanto, OFM
[/tab][tab name=”Foto-foto”]

Gedung Novisiat OSF dari sudut depan.

Para Postulan dan Novis OSF bersama Magistra (Agustus 2013)
Rm. Eddy yth…
Banyak terima kasih untuk pengalaman selama seminggu mendalami semangat Fransiskan.. Saya sungguh merasa diteguhkan untuk melangkah sebagai seorang Fransiskan.. Apa yang saya terima dalam pelajaran, saya coba bawakan dalam kegiatan sehari-hari selama live in… Banyak orang merasa kami membawa kegembiraan di tengah mereka… Ini kami baru pulang live in di Panti Anak Cacat Ganda dan Panti Jompo, mencoba berbagi kasih dan perhatian dengan mereka yang tersingkirkan…
Menjadi saudara bagi mereka yang terlupakan membawa kebahagiaan tersendiri untuk saya… Terima kasih untuk bekal dari Romo lewat pelajaran selama 1 minggu…
Salam Fransiskus.. (ingat waktu masih di SD Assisi Samarinda pake salam ini.. hahaha…)
Hanya ada satu kesan setelah larut dalam uraian pengalaman Sdr. Eddy: MENGAGUMKAN.
PF untuk Saudari Paula OSF serta para saudari postulan dan novis OSF.
Sr. M. Agnesa, FSGM
Terimakasih atas komentar yang sangat positif. Materi yang diberikan di novisiat OSF Banyumanik, Semarang, tidak jauh berbeda dari materi yang diberikankepada para Novis I dan II FSGM di Jl. Gereja, Pringsewu angkatan Sr M. Franselin FSGM cs waktu itu. Pengalaman hidup dan bertambahnya usia memungkinkan kemasan menyampaian materi kian pepak, dan sesekali menyentuh kedalaman hati. Sekali lagi, terimakasih atas pembacaan dan tanggapan Suster M. Agnesa, FSGM. Salam.
Sr.M.Agnesa,FSGM
Trimakasih atas perhatian suster untuk kami. Semoga kami semakin berkembang sebagai seorang Fransiskan yang sejati. Salam kenal dari kami semua.
Pax Et Bonum!
Romo Eddy, i am very grateful with you presence here in the novitiate last Aug 4- aug 10 2013. i could say “what a journey it has been.” Your journey coming here in the novitiate and my journey with you through our spirituality course. it was really great for me for i am able to travel to Assisi and looked back the life of St. Francis of Assisi whom i looked up to as an example after Jesus. the course gives me more encouragement to persevere in the formation and be firm in facing against all the odds in life. Plus, it inspires me to really live in fraternity with all my heart like St. Francis of Assisi, Vita Mixta, and paying attention those who are considered least in the society.
thank you so much romo…let’s keep praying for each other…God be with you always!
Dear Sisters, Marie Louise, Vita and others
Through this media, I would like to express my thankfulness for all you are. Certainly, it looked that one week was too short for deepening and exploring all the ideas of Francis’ spirituality. It is really challenging us to confront the next days that surely come. During my sojourn in the Providentia Convent, I had learned and wondered that all of you demonstrated a live spirit, that we really need to bring foward the religious life, especially Franciscan one. In the class all of you were active, you asked me if you had any problem in regard the Franciscan matter. Your work (in two pages) I did not finished to read it. I beg your pardon when sometimes I cried (in heart) – and you could see in my gestures – in account of my attitude, i.e. my impatience. OK. See you next Oct. 3rd !!!
Berkah dalem romo,
Sejumput refleksi saya :
Selama kehadiran romo di novisiat kami, saya semakin menyadari betapa tulalit-nya saya ini. Sudah tulalit, sombong, ngantukan pula (eh ralat bukan ngantuk tapi tidur). Syukur kepada Allah bahwa Ia mengutus hambaNya yang rendah hati untuk menyadarkan kami yang oon ini.
Mata hati kami dibuka akan realitas hidup kami sehari-hari yang ternyata masih jauh dari spiritualitas fransiskan. Kami akan berjuang untuk meneladan Santo Fransiskus lewat Spiritualitas Fransiskan yang telah romo jabarkan dengan gamblang.
Romo terimakasih, refleksi romo sungguh mendalam. Hal ini menginspirasi saya untuk belajar merefleksikan pengalaman hidup harian menjadi pengalaman iman sehingga dapat bermakna untuk perjalanan panggilan saya.
Rm.Edy yth, saya sunggung bangga dan bersyukur atas refleksi Romo yang sangat mendalam ini. Romo bisa menulis sampai sedetil-detilnya dan sangat reflektif. Liburan menjadi sangat bermakna ketika direfleksikan dengan cara yang sangat rohani.Ini menjadi membelajaran bagi kami untuk selalu mensyukuri dan merefleksikan serta memaknai seluruh mengalaman hidup menjadi menjadi pengalaman iman. Trimakasih banyak Romo untuk semua yang telah di refleksikan.
Refleksi saya: seluruh perjalanan bersama Rm.Edy selama 7 hari penuh menjadi perjalanan iman, perjalanan pembaharuan bagi kami para calon pengikut St.Fransiskus. Kami benar-benar mendapat siraman rohani yang terkirakan dari Bapa kita St.Fransiskus lewat HambaNya yang sederhana dan rendah hati.Saya yakin bahwa pengalaman iman yang telah ditaburkan oleh Rm.Edy bagi kawula muda OSF Semarang akan tumbuh dan berkembang pada saatnya. Kami bersyukur atas kasih setia Tuhan yang mengirim bagi kami Seorang Fransiskan yang sejati. Semoga banyak umat Allah mengalami keselamatan lewat kehadiran dan pelayanan Rm.Edy Kristiyanto,OFM. Matur nuwun Romo. Berkah Dalem
Sr. M. Paula, OSF yang terhormat
Tiada terkira bahagia hati ini, setelah mengetahui bahwa Suster Magistra Novis sendiri menulis dan memberi tanggapan, serta mengedepankan refleksi pribadi Suster. Saya pun tidak menduga beginilah jadinya! Sebab pada mulanya kita merencanakan acara “bersama para novis” hanya akan berlangsung dalam tiga hari (Senin, Selasa, Kamis). Itu pun hanya akan berlangsung setiap pagi, dan sore diisi dengan “opera” (karya harian di rumah). Tetapi, syukur kepada Allah, karena Dia membelokkan agenda dan rencana kita kepada hal-hal yang perlu. Dalam artian tertentu, “Itu jugalah Deus Providebit”. Tegasnya, Dia yang menyelenggarakan segala sesuatunya dengan optimal. Terimakasih, juga untuk ikan yang “uenak tenan” disantap dengan nasi “kosong” saja. Salam dari Banjarmasin.
Rm.Eddy ,Selamat melanjutkan tugas perutusan di Banjarmasin. Rahmat Tuhan menyertai perjalanan hidup dan pengambdian Romo. Amin
Salam dari kami semua.
Sr. M. Paula OSF yang terhormat. kami menunggu input Suster yang dapat dipergunakan untuk mempersiapkan materi presentasi pada akhir Agustus 2013 di Griya Assisi, Bandungan. Terimakasih. Salam dari Banjarmasin “Bungas” (= cantik).