Fransiskan dalam “Colloquium” Teologis-Ekumenis

“Pesta Yesus Dipersembahkan dalam Bait Allah”, 2 Februari 2013 ditandai oleh dua peristiwa. Satu, tahbisan diakon di Paroki St Fransiskus, Sukasari, Bogor. Dua, dialog tak bertepi pelbagai denominasi, aliran, dan agama Kristen-Katolik di gedung KWI, Cut Meutiah 10, Jakarta.

Penuturan kembali atas peristiwa kedua di KWI itulah yang meliputi baris-baris berikut ini. Mengingat saya adalah satu-satunya Fransiskan (OFM) yang terlibat aktif dalam peristiwa itulah, maka saya hendak berbagi atas pengalaman itu, dan dengan keterlibatan itu saya tidak mungkin hadir dalam peristiwa satu, tahbisan diakon, 4 Fransiskan Muda.

VATIKAN KEDUA SEBAGAI TITIK TOLAK

Dialog teologis-ekumenis, yang dihadiri oleh 50 peserta, itu diprakarsai oleh Komisi Hubungan Antar-Agama dan Keyakinan (HAK KWI), Komisi Teologi KWI, dan Komisi Teologi PGI (Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia).

Acara yang berlangsung pk 09.00-14.00 ini dibuka dengan sambutan Ketua PGI, Andreas Yewangoe, dan Sekretaris Eksekutif KWI, RD Edy Purwanto, mewakili Ketua KWI, Mgr Ignatius Suharyo, yang berhalangan hadir.

Latarbelakang diadakannya acara ini adalah keinginan mendesak untuk berkomunikasi, menjalin relasi lebih baik antar-keluarga Kristen. Relasi PGI-KWI selama ini sangat baik. Dari kerjasama dalam bidang penerjemahan Kitab Suci (LAI-LBI) – sejak zaman Sdr Cletus Groenen OFM dahulu – pembuatan Surat Gembala, Kehadiran wakil PGI dalam Sidang Tahunan KWI sampai tukar-menukar gagasan dalam rangka menyusun strategi bersama.

Tidak demikian halnya dengan relasi KWI-PGI di satu pihak dengan aliran-aliran pentakostal dan evangelis, di pihak lain. Aliran-aliran yang dimaksudkan di sini antara lain adalah Reform Injili, Gerakan Karismatik, Gereja Bethany, yang dipimpin oleh pendeta-pendeta termasyhur seperti Stefen Tong, Pariadji, Gilbert Lumendong, Benjamin Intan, dan lain sebagainya.

Sungguh merupakan peristiwa yang sangat langka, bahwasanya orang-oang dari PGI, KWI, Gereja-Gereja Pentakostal, Reformed Injili duduk bersama, bertukar pikiran tentang satu pokok, yang diinspirasikan oleh peristiwa monumental, yakni Konsili Vatikan Kedua. Setelah Doa Pembukaan yang dipimpin oleh P. BS Mardiatmadja Sj, dengan mengutip satu artikel dalam Unitatis Redintegratio, dan sambutan dari wakil PGI dan KWI, dimulailah “colloquium teologis” ini.

Moderator “colloquium teologis” yang dimainkan oleh Pdt. Martin Sinaga dan Rm. A. Benny Susetyo pada tempat pertama menjelaskan hal-ikhwal “colloquium” dan tema yang diangkat sebagai titik berangkatnya. Sdr. Eddy Kristiyanto OFM mempresentasikan makalah berjudul, “Relevansi Teologis Pergumulan Konsili Vatikan Kedua”. Sedangkan Pdt. Andreas Himawan (STT Amanat Agung, Gereja Kristus Yesus) membawakan pemikiran yang ditu gkan dalam paper singkat bertajuk, “Bergereja dalam Konteks Kemajemukan Agama”.

Kedua presentasi tersebut ditanggapi oleh Pdt. Benjamin Intan (Gereja Reform Injili), dan Pdt. Rony Chandra Kristanto (Karismatik/Sinode JKI). Yang terdahulu adalah tamatan Boston College, yang dikelola Padri Jesuit. Yang kemudian masih menempuh studi formal.

Setelah kedua pembicara diberi kesempatan untuk menanggapi tanggapan, kesempatan untuk intervensi diberikan kepada para hadirin. Beberapa persoalan yang diangkat dan digarisbawahi, antara lain adalah perlunya titik temu pembicaraan, membahas masalah tertentu secara teologis, misalnya tentang “missio Dei”, paham keselamatan, “common grace”, “wider ecumenism”, dialog tentang pengalaman iman dan bukan doktrin- doktrin Gereja, “anonimous Christian”, berdialog teologis dalam konteks kemajemukan Indonesia.

DILANJUTKAN

Banyak peserta yang menyatakan senang, bahagia atas acara yang sangat jarang terjadi ini. Para hadirin mengungkapkan “banyak belajar”, dan oleh karena itu dialog semacam ini diusulkan untuk dilanjutkan. “Colloquium” ini hendaknya diadakan secara berkala, misalnya dengan mendalami bidang pastoral, eklesiologi, Kitab Suci, misi, dan lain sebagainya.

Benny Susetyo mengusulkan, dialog ini diteruskan 2 bulan lagi dengan tuan rumah Pdt. Andreas Himawan, yang memiliki anggota Gereja bernama Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI. Usulan ini serta-merta diterima.

Acara diakhiri dengan santap siang bersama. Terlihat di sana-sini “colloquium” informal dilanjutkan dalam kelompok kecil. Penuh pengertian, respek, dan mau belajar-mendengarkan “lawan” bicara.

Acara dan pembicaraan seperti ini boleh dibilang “sangat Fransiskan”. Mengapa? Karena di sini terungkap niat baik untuk bergaul dengan sesama saudara seperjalanan dalam iman, sesama dihormati apa pun pandangan dan keyakinannya tanpa terbersit sikap menyalahkan atau mendahulukan agama (aliran) sendiri. Digemakan pula apa makna Mat 23:8, yang menegaskan, “Kamu semua adalah Saudara”.

Kontributor: A Eddy Kristiyanto OFM

 

Sdr Eddy Kristiyanto OFM berbagi dalam Colloquium Teologis-Ekumenis di KWI Jakarta.

Sdr Eddy Kristiyanto OFM berbagi dalam Colloquium Teologis-Ekumenis di KWI Jakarta.



[/tab][end_tabset]

2 Comments

Tinggalkan Komentar