Generasi Perokok Tulen

Diceriterakan kembali oleh Sdr. Alfons Suhardi OFM

Ada dua orang Saudara Muda, masing-masing berinisial J dan T, yang satu tinggal di Biara Padua, Cempaka Putih Indah, yang lainnya tinggal di Biara Fransiskus, Kramat Raya, Jakarta.

Tuhan memang sudah menciptakan mereka berdua sangat sepadan dan seirama, tidak hanya dalam soal postur tubuh yang tidak pendek-pendek amat, tetapi juga dalam hal kelekatan jasmaniah. Dua-duanya perokok kelas sambung menyambung menjadi satu. Orang bisa bilang “Lebih baik tidak makan daripada tidak merokok”. Kendati mereka akui juga, kalau tidak makan perut melilit perih seperti neraka.

Pada suatu malam (lebih tepat sore, karena baru habis makan malam), yang berinisial T sangat bersemangat ingin menikmati kenikmatan surgawi, tetapi ternyata rokok habis, tembakau pun tidak dimilikinya (memang semangat fransiskannya tinggi, tidak boleh memiliki apa pun di dunia ini, karena itu, “itu barang” segera dihabisi sampai tuntas-tas- tas). Tidak lama kemudian dia tilpon saudara dina sahabat seangkatannya, saudara J.

T: “Hai, ada rokok kah, aku kehabisan nih?” salam pertamanya.
J: “Pastilah, emangnya mau apa?” jawabnya bangga.
T: “Beri aku sedikit aja kah…” pintanya memelas
J: “Ya sini ambil aja. Tuh boleh ambil satu bungkus utuh” jawabnya menantang
T: “Antar ke sini kah, kita kan senasib, tubuh tidak tinggi, seangkatan, sesama saudara dina”. Kilahnya berteologi spiritual gaya Alex Lanur.
J: “Kau yang butuh, ya harus ke sini! Masakan saya harus ke situ!” sanggahnya.

Dan begitulah percakapan mereka beberapa lama berdebat dan bernegosiasi antara “mengantar rokok” dan “mengambil rokok”.

Berkat curahan rahmat Roh Kudus, dalam semangat bapa Fransiskus dan efek novena St. Antonius beberapa tahun sebelumnya, merekapun sampai pada kesepakatan bersama.

Apa isi kesepakatan itu?

Mereka sepakat untuk membagi tugas, beban, atau karya cinta kasih.  Tak seorangpun boleh meng-klaim seluruh rahmat untuk diri sendiri, tetapi dibagi dua dengan seadil-adilnya. Mereka sepakat bertemu di Jalan Salemba, kurang lebih pertengahan jarak jalan ant ara Biara Padua dan Fransiskus. Apa yang mereka buat?

Mereka berdua lalu duduk di tepi jalan. Waktu bersama pun dilalui dengan merokok satu batang rokok itu bergantian, sambil ngobrol ngalor ngidul dengan santainya. “Nih, isepnya jangan dalam-dalam, nanti cepat habis!” kata yang memberikan rokok yang semakin pendek itu kepada saudara yang lain. “Don’t worry bro, kenikmatan harus kita kenyam selama mungkin!” kata yang menerima sambil langsung menghisapnya penuh kenikmatan. Demikianlah sampai satu batang rokok itu habis mereka isap bergantian sampai tinggal murni filternya.

Sungguh pemecahan bijak gaya Fransiskan (menurut penasihat rohani mereka!) antara dua orang pecandu rokok. 😀 😀