Hanya Tinggal Kenangan dan Cerita

Hidup ini adalah misteri. Hal seindah apa pun akan berlalu juga. Pada 19 Oktober 2012, Sdr. Ferdinand Sahadun, OFM dengan penuh semangat meninggalkan Papua menuju Rumah Sakit Elisabet, Semarang untuk berobat. Rencana pengobatan ini, sebenarnya bulan Juni yang lalu namun ditunda-tunda. Rumah Sakit Elisabet adalah rumah sakit yang selalu ia rindu-rindukan. Kerinduannya adalah ingin mendapat kehidupan yang paling baik, terutama terbebas dari penyakit yang dideritanya. Namun ternyata Tuhan merencanakan lain.

Pada 29 Oktober 2012 Sdr. Ferdi dan Sdr. Klemens Pigai atas anjuran dokter harus dioperasi. Sdr. Ferdi menjalani operasi batu ginjal, batu empedu dan batu kemi dan Sdr. Klemes menjalani operasi batu empedu. Dalam proses oprasi ini doktor hanya mengeluarkan batu kemi karena kondisi jantung Sdr. Ferdi tidak berjalan normal. Walaupun demikian Sdr. Ferdi selalu ceria, bercada dengan perawat dan Kustos, Sdr. Gabriel Ngga, OFM di ruang inap Fransiskus sehari sesudah proses operasinya. Bahkan Sdr. Ferdi bercerita dengan penuh semangat tentang proses operasinya pada Kustos dan Sdr. John Kore, OFM.

Kustos beranggapan bahwa kondisi Sdr. Ferdi baik-baik saja. Karena itu melalui email Kustos menulis kepada para saudara: “Perlu saya sampaikan bahwa hari Senin 29 Oktober jam 17.00 dia dioperasi batu kandung kemih, batu empedu dan batu ginjal. Berjalan lancer-lancar dan berhasil amat baik. Hari Selasa 30 Okt saya dan Sdr. John Kore kunjungi dia. Dia baik-baik saja, wajahnya cerah dan merasa segar setelah dioperasi hanya masih pake keteter. Kami ceritera banyak, lucu-lucu dan tertawa banyak”. Namun keceriaan dan canda bisa juga mengelabui kita terutama tentang kesehatannya. Karena berpikir bahwa Sdr. Ferdi baik-baik saja, Kustos kembali ke Yogyakarta dan selanjutnya ke Jakarta untuk rapat MASI di Cisarua.

Namun pada hari Jumat malam sekitar pukul 00.00 WIB, ada informasi dari RS. Elisabet Semarang bahwa kondisi kesehatan Sdr. Ferdinand Sahadun “drop”. Dia muntah-muntah, pendarahan dan HB-nya rendah sehingga dimasukkan di ruang ICU. Beliau sempat ditransfusi darah. Di ruang ICU dokter berusaha mengembalikan keadaan Sdr. Ferdi pada keadaan normal namun usaha-usaha itu sia-sia. Akhirnya pada Sabtu pukul 01.10 WIB Sdr. Ferdi kembali kepada Dia yang memberinya kehidupan.

Jenazahnya dibawa ke kamar jenazah lalu diadakan doa bersama Kustos, Sdr. John Kore, Sdr. Eligius, beserta koponakan dari Sdr. Ferdi. Pada pagi harinya jenazahnya dimandikan lalu diberi formalin serta dikenakan pakaian ”jubah imamnya”. Setelah itu Sdr. Ferdi dibawa ke kapel dan pada jam 16.30 diadakan misa requiem.

Misa requiem ini dipimpin oleh Kustos, Sdr. Gabriel Ngga, OFM didampingi Minister Provinsi, Sdr. Andrianus Sunarko, OFM, Sdr. John Kore, OFM dan Sdr. Agung, OFM. Hadir dalam misa ini keluarga dari Sdr. Ferdi, para saudara dan saudari (fransiskan/fransiskanes), serta Romo, bruder dan suster.

”Dua minggu yang lalu Sdr. Ferdinand Sahadun dengan penuh semangat datang dari Jayapura dengan tujuan satu-satunya ke Rumah Sakit St. Elisabet ini. Rumah sakit yang selalu dirinduh-rindukannya. Tujuan kedatangannya ialah agar membangun hidup yang lebih baik, lebih sehat jauh dari sakit yang dia alami selama ini. Di sini dia mengalami pelayanan yang baik. Almarhum pernah mengatakan pada saya bahwa kondisinya mulai membaik saat saya menjumpainya pada 30 Oktober yang lalu”, tutur Kustos dalam kotbahnya.

Selanjutnya Kustos mengatakan bahwa apa yang kita harapkan kiranya tidak selalu sesuai dengan jalan yang direncanakan Tuhan. Rupanya Tuhan mengiginkan lain bahwa kesejahteraan, kebaikan dan keselamatan kita adalah berjumpa dengan-Nya. Sebagai orang beriman pintu perjumpaan itu adalah kematian. Kematian adalah pintu untuk memulai sesuatu yang baru bersama Allah. ”Saya mewakili persaudaraan Fransiskan di Papua sungguh merasa kehilangan, sungguh merasa betapa sakit, betapa sedih melihat kepergian Saudara kami Ferdinand Sahadun dan tentu begitu juga keluarga dan koponakannya. Namun saya kembali sadar bahwa saya bukan manusia begitu saja, tapi manusia beriman. Beriman kepada Yesus sebagai jalan, kebenaran dan kehidupan dalam situasi seperti ini amatlah dibutuhkan,” ungkap Sdr. Gabriel dengan terbatah-batah. Ia juga mengajak semua yang turut perayaan ekaristi untuk berdoa bersama agar janji Kristus itu terpenuhi bagi Sdr. Ferdi. Beliau sudah hidup selama enam puluh sembilan tahun di dunia ini dan secara khusus telah dipanggil dan diutus oleh Yesus untuk mewartakan kabar baik, kabar gembera di tanah Papua. Semoga kegembiraan yang dia wartakan selama ini membuahkan kehidupan kekal baginya. Bapak Alo Sahadun, kakak sulung dari Sdr. Ferdi mengatakan dalam sambutannya bahwa pihak keluarga merasa kehilangan dan merasa sedih atas peristiwa ini. Ia juga mengungkapkan harapan keluarga bahwa Sdr. Ferdinan di makamkan di Flores. Namun, pihak keluarga sadar bahwa almarhum bukanlah milik keluarga melainkan milik Fransiskan.

Menurut keluarga, Pater Ferdi hanya kulitnya yang Flores tetapi jiwanya adalah Papua. Dia selalu gembira dalam menjalankan tugasnya. Jenazahnya harus dibawa ke Papua dan dimakamkan di sana. Almarhum pernah menjadi Kustos dari tahun 2005-2008 dan sekarang masih menjabat sebagai rektor Seminari Menengah di Papua. Dia pernah mangatakan bahwa bila Januari 2013 saat setelah masa jabatannya berakhir, dia akan menikmati masa pensiunnya di Sentani. Namun Tuhan punya rencana peristirahatan yang abadi bagi beliau dan itu bukan di Sentani…

 

6 Comments

  • Sangat merindukan beliau..satu2nya pastor yang ajak kami malam mingguan jalan2.. mengajarkan bahasa asing
    Pater..rindu ingin bercerita dan dengar nasehat di biara dgn pater.. sampai bertemu di sorga..amin

  • Terima kasih banyak atas segala cinta dan kasih yang Pater berikan dalam hidup aku..aku percaya bukan suatu kebetulan apa yang pernah aku alami dengan kehangatan kasih Pater..Tuhan sungguh luar biasa..DIA mempersiapkan aku sebagai Nita untuk menjalani kehidupan aku yang pasti tidak akan mampu aku jalani kalau bukan karena bimbingan Pater..Terima kasih Pater Ferdinand Terima kasih…Doa aku pasti menyertai Pater..

  • Selesai kuliah di Yogya Tn 1978 pertama kalinya sy merantau ke Jkt, langsung menghadap Pater Ferdy (sebagai om/paman). Sy tdk tau hrs tinggal dimana sambil cari kerja, Pater kostkan sy di asrama putri DGI di Jl. Menteng Raya 37 (sy bisa masuk disitu lebih krn hub lintas agama yg cukup baik Pater lakukan). Sejak itu sy sangat dekat dgn Pater krn Kramat dan Menteng Raya cukup dekat lewat jl. Kalipasir.
    Sekarang sy menyadari bahwa keputusan sy atas saran Pater utk bekerja di Jakarta, sampai hr ini tidak pernah saya sesali.
    Pater banyak bercanda, tapi juga cukup tegas dalam hal-hal tertentu.
    Pater banyak teman terutama wanita, awalnya sy bangga ke-mana2 di kawal Pater, lama-lama saya malah lebih banyak mengawal Pater, terutama kalau ada nona-nona ajak beliau makan atau nonton bioskop, pasti sy diperintahkan ikut, akibatnya saya jadi duri dalam daging bagi yg traktir hehehehe…. sy sering bercanda wah…sy jadi “herder” utk kawal Pater, jwbnya kau tau apa?!.. sy jwb eemm…asli Flores! Namun sampai akhir hayatnya Beliau tetap taat kepada kaulnya sebagai Imam, Pater memang hebat: cerdas, ganteng, baik hati namun juga tegas pendiriannya serta kuat imannya. Salut!!!
    Selama sy bekerja sebagai PNS di Depdiknas, bbrp kali Pater di undang untuk kotbah baik acr rutin bulanan juga renungan Natal. Beliau dikenal karena kotbahnya yg menarik dgn pribadi yg hangat, sangat terbuka dan selalu ceria, sy ikut bangga karena kelompok Oikumene Depdiknas suka sekali kalau Pater yg beri renungan.
    Tidak jarang kami berdebat, termasuk soal jodoh buat saya, apalagi dgn org sedaerah yg tdk setuju wanita berkarir. Kodrat wanita hrs jadi ibu RT, di dapur dan urus suami dan anak2. Pater bilang putuskan saja laki-laki berpikiran kuno macam itu, memangnya hanya di Flores ada dapur? di Jkt banyak wanita punya karier, namun tetap bisa mengurus keluarga. Sayapun mantap ikut saran Pater, putus!!! hehehe….
    Puji Tuhan sypun dpt jodoh ybk walau bukan sekampung dan tahun 1981 kami diberkati oleh Pater Ferdinand OFM & Pater Kurris, SJ di Gereja Blok B Keb. Baru Jakarta. Berkat do’a Pater sampai hr ini kami bahagia dgn sepasang Putra Putri yg semuanya telah mandiri. Teria kasih Pater Ferdy & Pater Kurris keduanya sudah berpulang.
    Terakhir, akhir Sept 2012 kami msh berkomunikasi melalui telpon dan janji untuk ketemu setelah cek-up kesehatannya. Ternyata janji itu dibawanya keliang kubur.
    Waktu begitu cepat berlalu ya Pater…..diantara rasa sedih, haru, kehilangan sy hrs ucapkan terimakasih Pater untuk semua perhatian, berkat dan do’a utk kami sekeluarga, sampai bertemu kembali di rumah masa depan kita disamping Yesus, do’akan kami semua yg msh mengembara didunia ini. Do’a dan cinta kami juga selalu untukmu. Amin.

  • Betapa aq berbahagia, karena tidak menyangka bisa bertemu dengan Sdr. Ferdinand Sahadun OFM setelah waktu 41 tahun. Kami berjumpa di Rumah Transitus, Depok sekitar 6 bulan yl. Ketika itu th. 1971 kami tinggal bersama di Wisma Didacus, Kramat Raya 134. Ia ditahbiskan menjadi imam, sementara aq baru masuk confrater fransiskan. Dalam percakapan berdua sementara kami makan, aq mengatakan bahwa aku kembali masuk fransiskan dengan menjadi OFS. Dengan cukup serius aq katakan kelak Bp Fransiskus menolak aq, bila aq tidak mau mengenalnya dengan lebih baik lagi. Pater mengatakan bukan begitu. Ingat sabda Yesus, yang mengatakan Aku haus engkau memberi Aku minum. Aku lapar, engkau memberi aku makan. Ya akhirnya kami bisa saling tertawa, dan saling menceritakan keadaan masing-masing. Pater bercerita ia memimpin seminari di Papua dan akan kembali ke sana. Tak kusangka Pater menyimpan sakitnya di balik tubuhnya yg kelihatan sehat dan gemuk itu. Selamat jalan, Pater. Pertemuan kita amat singkat, namun ternyata sungguh bermakna dengan membawa nilai kehidupan abadi.

  • Dengan sdr Ferdinan ini saya mempunyai banyak kenangan indah, karena kami berdua cukup dekat, bahkan pernah tinggal bersama seatap di Vincentius, Jakarta.
    Beberapa hari sebelum dioperasi, dia masih menilpon saya. Dgn suara yg gegap gempita (sebagaimana biasanya!) memberitahu keberadaannya di r.s. Elisabet, akan dioperasi karena ada banyak batu di badannya. Sampai-sampai saya katakan: “Jangan menjadi Freeport Fer!” Dia menjawab dgn gelak tertawa lepas. Dia katakan bhw sesudah operasi (ringan, katanya!)akan ke Jakarta untuk periksa jantung. “Nanti antar saya ya Fons!” katanya. Tentu saja saya jawab “Baik Bos!” Ternyata beberapa hari kemudian saya mendapat berita: di ICU, satu menit kemudian ‘hidupnya tergantung sepenuhnya pada mesin’ dan satu dua jam kemudian “Sdr. Ferdinan sudah dipanggil Bapa”. Betapa terkejut dan sedihnya saya.
    Satu lagi: Saya masih punya hutang membelikan satu krat bir untuknya. Ceriteranya begini, singkat: waktu saya kembali dari studi di Belanda tahun 1977, saya memang kurus. Dia bilang ‘setahun lagi beratmu akan tambah 10 kg’. Saya tidak percaya, lalu janji ‘kalau benar kamu akan kubelikan satu krat bir’. Dan saya heran, setahun kemudian berat saya tambah 11 kg. Tetapi soal bir tidak pernah muncul lagi, mungkin dia sudah lupa. Tapi dalam pikiran saya, hal itu sering muncul. Setiap kali menghibur diri “ah, di Papua kan sudah banyak bir”.
    Sekarang di rumah Bapa tidak diperlukan bir lagi. Sdr Ferdi, selamat jalan ke rumah Bapa.

  • Terimakasih atas pemberitaan tentang hari-hari terakhir kehidupan Saudara Ferdinand Sahadun. Sewaktu dia menjadi Kustos (2005-2008), pernah kami hadir bersama dalam Kapitel Luarbiasa Ordo (2006). Saudara Ferdi – yang saya kenal – adalah saudara yang selalu optimis memandang kehidupan ini, gembira, tetapi bila saatnya untuk bersikap tegas, beliau akan laksanakan ketegasan itu tanpa kompromi. Selain banyak keutamaan beliau, ada juga hal menonjol yang amat dirasakan oleh Sdr. Ambros Van Si (definitor general untuk Asia-Oceania 2003-2009) ialah beliau sangat jarang membalas email, atau surat sejenisnya. Saya sepakat juga akan hal ini. Tentu ini bukan berarti bahwa beliau tidak komunikatif. tidak. cara komunikasi beliau dengan orang lain amat personal dan barangsiapa mengenal dan berkomunikasi dengannya, amat terasa bahwa beliau biasanya memberikan dukungan, mendorong orang lain untuk bangkit maju dalam hidup orang lain. Saudara Ferdi! Selamat jalan. Tuhan kehidupan menantimu dan
    memberikan kehidupan abadi, karena Dia adalah Tuhan yang berbelaskasih. Terimakasih untuk kesaksianmu.

Tinggalkan Komentar