Anda yang pernah menginap atau bekerja di Rumah Sakit St. Carolus Jakarta dari kurun waktu 1982 – 2006 tentu tidak asing dengan Pater Benyamin Benedictus Tentua OFM. Dia lebih akrab dipanggil Pater Ben. Setiap hari, ia mengunjungi dan menghibur pasien-pasien dengan caranya yang khas. Tiap hari ia berkeliling dari satu unit ke unit yang lain dengan membawa pianika atau harmonika. Tak ketinggalan boneka-boneka lucu juga menemaninya. Tanpa ragu ia juga mendendangkan lagu Lisoi-Lisoi diiringi goyang badan yang membuat pasien tersenyum gembira, membuat mereka yang tidak mau makan menjadi lahap, mereka yang mau menjalani operasi menjadi lebih siap.
Pater Ben Tentua lahir di Surabaya pada 17 Agustus 1928 dari keluarga Bp. J. Stephanus Tentua dan Ibu J. Anna Soselisa. Pada usia 13 tahun, Ia menerima sakramen babtis tepatnya pada 22 Desember 1935. Masuk novisiat Fransiskan (OFM) di Biara Cicurug pada 18 Maret 1951. Secara definitive Pater Ben menggabungkan dirinya ke dalam Persaudaraan Fransiskan pada 19 Maret 1955, yakni ketika ia mengikrarkan profesi kekal di Cicurug. Setelah menerima tahbisan imamat di Cicurug pada 6 Januari 1958, Pater Ben diutus untuk belajar Teologi Dogmatik di Roma.
Sepulang dari Roma, Pater Ben mendapat tugas menjadi lector dogmatic di Cicurug. Pada 1963-1968 pastor yang suka menyanyi ini menjadi magister novis dan saudara muda sekaligus juga menjabat sebagai vikaris kustodi. Selanjutnya, pada 1968-1975 beliau menjadi pastor pembantu di Paroki Sukabumi. Setelah itu, Pater Ben meninggalkan tanah Sunda dan berkarya di bumi Batavia (Jakarta).
Di Jakarta, ada dua karya pelayanan yang dijalani oleh Pater Ben untuk jangka waktu yang cukup lama. Pertama, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan St. Fransiskus (1979-1990). Sebelum menjabat sebagai Ketua Yayasan, beliau sudah berkecimpung mendapat tugas sebagai ketua bidang pendidikan (direktur). Kedua, pastor rumah sakit (1982-2006). Selama 24 tahun pelayanan di St. Carolus Jakarta inilah, banyak orang merasakan sentuhan kasih Pater Ben. Ia menyanyi, berdoa, memainkan musik, bergoyang, “menggangu” pasien dan perawat. Semua itu dilakukan untuk menghadirkan kegembiraan bagi sesama, khususnya mereka yang sedang berbaring sakit.
Saat raga semakin lemah, Pater Ben meninggalkan Jakarta dan menikmati kembali kesegaran udara Sukabumi. Sejak 9 Desember 2006, beliau menikmati usia senjanya dengan beristirahat di Wisma Asisi, Sukabumi sampai saudari maut menjemput pada 17 Mei 2009 pk 19.30 wib.
Pater Ben yang terkasih. Selamat jalan. Dengan suara emasmu, selamat bergabung dalam paduan suara surgawi, memuji Sang Pencipta dan mendoakan kami yang masih di dunia.
Anak saya sewaktu masih berusia dibawah 2 tahun sering sakit dan pernah 2 kali opname menginap di RS. Sint Carolus. Saya sering melihat Pater Ben menghibur dan berdoa bagi para pasien. Selamat Jalan Pater Ben…. Tuhan pasti menerimamu di Surga.
saya juga pernah ikut merasakan penghiburan dari pater Ben, sewaktu ayah kami meninggal dunia, waktu itu aku dan 5 adik ku masih kecil-kecil , ini terjadi pada waktu tahun 1971. Terima kasih karena Tuhan mengutus pater Ben untuk menghibur aku, adik-adikku dan ibu ku, budi baik pater aku kenang selalu. Saya yakin kidung2 indah dari para Malaikat menghantar Pater Ben menghadap Bapa di surga.Selamat jalan Pater terkasih.
Koreksi data:
1. tahun lahir bukan 1922 melainkan 1928.
2. usia menerima sakramen babtis bukan 13 tahun melainkan 7 tahun.
mohon maaf untuk kesalahan ini dan terima kasih untuk perhatian anda. sekretariat OFM Provinsi Indonesia.