[tab name=”Berita”]
Perjalanan panjang dan lama. Itulah rute Jakarta, Telaga Kahuripan (Parung, Bogor), Bandara Soekarno Hatta, Bandara Achmat Yani (Semarang), Banyumanik, lalu kembali ke Jakarta. Paparan berikut ini menyibakkan kearifan yang menghiasi kanvas kehidupan selama hari-hari dalam dekapan OSF muda.
TELAGA KAHURIPAN, SEBUAH ALPHA
Bersama Saudara Thomas Ferry Suharto OFM, saya dijemput di Wisma Duns Scotus, Kampung Ambon, dan diantar ke Komunitas OSF di Telaga Kahuripan, Parung, pada 11 Januari 2014. Magistra Novis OSF, Suster M. Paula OSF, mengantar kami memasuki pintu gerbang Kompleks Persekolahan Marsudirini di Keuskupan Bogor tersebut. Di sinilah kami mengadakan dua sesi pembicaraan intensif mengenai tindak lanjut rencana luhur INSPIRE.
INSPIRE (Institute for Spirituality Empowerment) merupakan “bayi mungil” yang lahir karena mimpi. Para pengasuh “bayi” itu: Sr. Rosali OSF (manajer), Sr. Theodorin OSF yang telah digantikan oleh Sr. Paula OSF, Sr. Lusy OSF, Sdr. Peter K. Aman OFM, Sdr. Thomas Ferry Suharto OFM (yang akan segera dicarikan penggantinya), dan Sdr. A. Eddy Kristiyanto OFM (“Direktur” – maksudnya direchen batur).
Kiprah lembaga ini adalah melayani para pendidik dan tenaga kependidikan yang berkarya di lingkungan Yayasan Marsudirini. Materi yang disuguhkan dalam pengolahan dan pembekalan selama lima hari selalu berkisar antara konteks hidup di sini dan saat ini, spiritualitas Fransiskan, dan khazanah rohani Ibu Magdalena Daemen.
Tidak tertutup kemungkinan, bahwa lembaga ini nantinya akan terbuka bagi pelayanan di luar “kemarsudirinian”. Akan tetapi yang lebih dahulu perlu dikerjakan secara sungguh adalah merancang platform, melakukan perhitungan yang cermat, membulatkan tekad para pengasuh, mempromosikan gerakan INSPIRE, menyusun logo, merumuskan visi, membakukan tata kelola dan kepengurusan, dan lain sebagainya.
Dengan segala bentuk persiapan, usaha dan berkat Tuhan, semoga gelombang pertama besutan INSPIRE, 27-31 Agustus 2014 nanti dapat dilaksanakan dengan hasil optimal. Jika segenap unsur wajar-rasional dipertimbangkan dengan saksana, para pengasuh “bayi mungil” yang terus bermimpi ini tetap optimis, bahwasanya proyek ini akan berhasil, dan menjadi alternatif yang membebaskan serta memberdayakan di tengah kebekuan gerakan spiritual di tanah air ini.
INSPIRE, yang lahir di Telaga Kahuripan, Parung (Bogor) ini merupakan alpha, awal. Diharapkan seluruh usaha INSPIRE menjadi kontribusi menyemaian, penebaran, dan penanaman, serta perawatan/pemeliharaan kefransiskan.
NOVISIAT OSF MENANTI
Minggu, 12 Januari, tepatnya pk 22.30 saya memasuki kembali Biara Providentia, yakni novisiat OSF di Banyumanik, Semarang. Akhir-akhir ini rasanya, saya semakin hafal bagaimana menuju tempat ini dan bagaimana tradisi di rumah pembinaan awal ini ditegakkan.
Hari pertama, 13 Januari, pertemuan dengan 25 (calon) OSF langsung dalam jalur “full speed”. Ke-24 Saudari Muda itu terdiri atas 1 profesi kekal, 4 profesi sementara, 19 postulan-novis I – novis II. Jumlah 20 ini menandai kebangkitan (kembali) OSF, mengingat ada saat-saat hening dalam rumah pembinaan ini. Pada saat-saat itu, penghuninya tidak mencapai angka 2. Sepi. Nyenyet.
Harapan ke-24 Saudari ini adalah saya menggelar Sejarah Gereja selama tiga hari “full”. Demi mudahnya, saya membagikan Visi Historis Komprehensif: Sebuah Pengantar (Kanisius, 2005). Isi buku ini saya babarkan dengan cara khusus supaya dapat dipahami dengan relatif mudah.
Pengalaman saya sebagai anak guru, pernah diajari tentang bagaimana menjadi guru, apalagi kini juga menjalani profesi sebagai guru memudahkan saya untuk membaca apakah para Suster OSF Muda ini sudah mengerti atau belum. Salah satu problematika mengenali Sejarah Gereja adalah tidak sedikit orang – bukan hanya Suster OSF muda ini – yang tidak memiliki visi historis. Tidak ada sense of history. Belajar Sejarah acap ditempuh dengan menghafal, dan tidak membekali diri dengan bacaan (-bacaan), pisau pembedah analitik, apalagi menangkap gagasan di balik peristiwa, berikut kemampuan menghubungkan (membangun jembatan) antara ide (gagasan) dari suatu peristiwa dengan peristiwa (-peristiwa) lain.
Sejarah sesungguhnya merupakan “bagian tak terpisahkan” dari hidup manusia. Maka dari itu, ia selalu menarik dan menyembulkan makna kehidupan bagi orang yang terbuka dan mencarinya dengan passion yang diperlukan.
Banyak orang, termasuk Suster OSF Muda, lebih mudah belajar secara kasat mata, visual daripada imaginer dan deskriptif. Oleh karena itu, seraya mengikuti Visi Historis Komprehensif, saya menyampaikan buah-buah historis dalam format power-point, gambar tokoh, patung, peta, bahkan film seperti Jesus in the Himalayas, Martin Luther, Kingdom of Heaven.
Saya hanya berharap semoga penantian penghuni novisiat tergenapi, setelah sebagian Sejarah Gereja dipaparkan. Semoga kecintaan pada Gereja semakin kokoh, kendati dalam sejarahnya Gereja tidak selalu mengukir prestasi yang mengangkat derajat serta martabat manusia. Semoga perkenalan dengan Sejarah Gereja menjadi pendorong untuk kian memenuhi dunia OSF Muda dengan hal-hal yang layak dicatat, dan bukan untuk dilupakan. Itu semua karena, sejarah mengajarkan kearifan.
TERKESIMA GLOBALISASI
Hari ke-4 sampai dengan ke-7 diperuntukkan bagi Suster Yunior OSF, yang berdatangan dari segala penjuru mata angin. Jumlah Yunior OSF kini 16 orang. Dimintakan kepada saya agar para OSF muda ini dibekali dengan Globalisasi, Tantangan Kaum Religius.
Setelah dipaparkan tentang kompleksitas Globalisasi, kepada OSF Muda ini diperlihatkan tayangan tentang realitas konkret di bumi Indonesia dewasa ini. Tayangan itu disusun dengan sangat rapih dan pepak oleh John Pilger, yang merangkaikannya di bawah dokumenter berjudul The New Rulers of the World.
Berpasang-pasang mata OSF Muda ini dibuat berbinar dan terbuka oleh karya John Pilger. Globalisasi dan dampaknya bagi (rakyat) Indonesia ternyata sangat dahsyat. Ia tidak seindah yang dijanjikan. Dibangun atas dasar pembunuhan dan korban orang-orang yang diduga musuh pemerintah (negara), utang, kekerasan, elit politik yang tidak berkarakter, masalah sosial yang buruk, ketimpangan antara yang kaya dan miskin, dampak perkembangan teknologi, penjajahan ekonomi, dan lain sebagainya.
Mata para OSF Muda dibiarkan terbuka: “Ternyata Globalisasi itu mengharubirukan dan melebamkan, terutama bagi orang-orang yang lemah”. Sepertinya, tidak akan ada tempat – kecuali di alam pembuangan – orang-orang yang tidak berdaya. OSF Muda lama kelamaan menjadi sadar!
Selama ini OSF Muda beranggapan bahwa Week-End yang akan membahas Globalisasi, Tantangan Kaum Religius, ini akan banyak berbicara tentang teknologi dan terutama penggunaan telepon seluler, twitter, facebook, internet, dan lain sebagainya. Singkatnya, alat-alat komunikasi sosial. Ternyata, Globalisasi telah diciutkan, bahkan disalahmengerti sebagai penggunaan alat-alat jejaring sosial dewasa ini.
Kesalahpengertian itu mungkin mengatakan sesuatu tentang formasio (pembinaan) religius kita. Ada sekian banyak religius yang memang terpeleset dengan alat komunikasi tersebut. Akibatnya, sekian banyak orang mengeluhkan tentang penyalahgunaan alat-alat komunikasi, misalnya untuk mencari jodoh, menghubungi dan menemui “kekasih” di alam maya, berandai-andai dalam ayunan awan gemawan tanpa sekat yang membatasi ruang dan waktu.
Di antara aktivitas bercermin pada nilai-nilai kerohanian yang sedang dicoba dihayati dengan tekun, para OSF Muda juga berbagi. Tempat berbagi pun dipilih khusus, yakni di bale-bale tempat ziarah Gua Maria, Kopeng. Sebuah “bepergian” yang pasti bukan tanpa makna. Sebab di sana diungkapkan para perjalanan yang membekas dan memformat sebagai religius OSF Muda.
Perjalanan tidak berakhir di Kopeng. Sebab Minggu, 19 Januari, tatap muka dilanjutkan dengan melihat secara lebih dekat tantangan hidup sebagai pribadi-pribadi yang berprofesi religius. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah dua pesan akhir yang disampaikan pemimpin Perayaan Ekaristi pada Minggu pagi, yakni soal semangat membaca dan “berdoa dengan mata terbuka”.
Tanpa terasa seminggu sudah terlewatkan bersama OSF. Saya pulang ke Wisma Duns Scoutus, Kampung Ambon (Jakarta) dengan membawa oleh-oleh yang disiapkan oleh Sr. Paula OSF, Sr. Bertha OSF, Sr. Magdaleni OSF. Pulang ke Duns Scoutus berarti kembali ke tempat utama, di mana diselenggarakan bina lanjut yang autentik.
Satu pekan di depan sudah menanti, yakni bersama 6 Fransiskan Muda (OFM) tingkat 1, saya mempelajari Sejarah Ordo Fransiskan: Dari Fransiskus sampai Munculnya OFMCap. Pekan studi Fransiskan ini berlangsung dari 20-25 Januari atau sekurang-kurangnya, 24 jam tatap muka. Tentu, ini pun merupakan kurun waktu penuh rahmat dan sarat makna.* * * *
Kontributor: Sdr. A. Eddy Kristiyanto, OFM
[/tab][tab name=”Foto-foto”]
[/tab][end_tabset]
Romo Eddy ytk,
Maaf.. kami novis II baru pulang stage, jadi baru bisa kasih komen…
Terima kasih untuk pengenalan Sejarah Gereja yang terasa (sangat) baru bagi kami, yang baru memulai langkah pertobatan kami mengikuti jejak Bapa Fransiskus.. Sungguh menyenangkan boleh menerima pengetahuan dan menambah wawasan yang pasti akan menjadi bekal kami dalam perjalanan ke depan..
Mohon doanya ya, Romo, agar kami sungguh setia dan bisa menjadi penerus OSF masa depan, membawa Kabar Gembira bagi banyak orang..
Berkah Dalem…
Romo, terimakasih juga untuk foto-foto kebersamaan dalam persaudaraan yang menggembirakan…sungguh-sungguh FRANSISKAN… Foto kami seangkatan juga menjadi kekuatan kami dalam saling mendukung dan meneguhkan hidup panggilan kami. Doakan kami dalam doa-doa Romo. Matur Nuwun.
Romo Eddy yang baik, terimakasih atas pengalaman dan pandangan-pandangan baru yang boleh kami (Yunior OSF) alami selama 3 hari bersama dalam persaudaraan di rumah Novisiat kami. Kami merasa tertantang untuk terbuka pada situsi nyata yang terjadi saat ini dan sebagai religius muda fransiskan, kami diajak untuk sungguh-sungguh membuka mata, melihat keluar dari diri kami, bahwa begitu banyak situasi-situasi yang membutuhkan kehadiran kami.Sayateringat dengan sebuah kalimat : Perubahan=pertobatan, perubahan itu hukum kehidupan. Dengan keterbatasan pengetahuan kami kembali diajak untuk tidak hanya tinggal dalam keterbatasan, tetapi banyak “membaca situasi” dan berani berubah dan bertobat. Kisah berlanjut di bale-bale Gua Maria Pereng Salatiga menjadi saksi ungkapan-ungkapan perasaan dan kerinduan kami sebagai orang muda yang punya semangat untuk terbuka pada perubahan dan tentunya tetap ingin setia pada panggilan hidup kami sebagai religius, karena kami merasa dibutuhkan oleh banyak orang.
Terpujilah Tuhan yang telah mempertemukan kita dalam persaudaraan Fransiskan.
Matur nuwun lan Berkah Dalem Rama.
Sr. Lea,OSF
Terpujilah Tuhan Yesus Kristus bersama para kudus-Nya di surga dengan melibatkan para “calon” penghuni surga yang masih berziarah di dunia ini. Salam ekstra hangat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.