Yayasan Fransiskus Assisi Jakarta Pusat merayakan ulang tahun kelima puluh. Rangkaian perayaan syukur berpuncak pada pagelaran seni bertajuk Tari Kecak Bali Kontemporer Fransiskus – Clara: Duta Damai, Minggu 11/10, di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Dikisahkan Santo Fransiskus, sang duta damai, yang menjumpai Sultan Malik al Kamil saat berkecamuk perang salib.
Beragam tarian, gerak dan lagu, juga dipentaskan siang hingga sore itu. Tarian asal Papua Yamko Rambe Yamko dibawakan juga. Pagelaran seni yang berlangsung dua jam ini, pukul 14,00-16.00 WIB, berlangsung meriah, sarat pesan perdamaian, dan sangat bernuansa dialog!
Pembina Yayasan Fransiskus, Romo Adrianus Sunarko OFM, dalam sambutan pembuka pagelaran siang itu menyapa hadirin dengan salam khas yang diwariskan Santo Fransiskus Assisi. “Semoga Tuhan memberimu damai sejahtera!”
Fransiskus Assisi Duta Damai
Fransiskus adalah tokoh inspirasi dalam memperjuangkan perdamaian. ”Pada 1986” tutur Romo Sunarko, “Paus Yohanes Paulus II mengumpulkan para pemimpin berbagai agama dari seluruh dunia untuk berdoa bagi perdamaian dunia. Tempat yang dipilih adalah Assisi;sebagai penghormatan pada St. Fransiskus Assisi”
“Dua puluh lima tahun kemudian” lanjut Romo Sunarko, “pada 2011, Paus Benediktus XVI melakukan hal yang sama, juga di Assisi. Doa bersama untuk perdamaian diakhiri dengan berziarah ke makan St. Fransiskus Assisi.”
Ketika berkecamuk perang salib di Abad Pertengahan, sekitar 1219, ia menjumpai Sultan Malik al Kamil tanpa menggunakan cara-cara kekerasan. “Di tengah suasana konflik dan kekerasan karena perang salib, Fransiskus memilih jalan perdamaian. Di tengah suasana saling membenci, ia datang tanpa membawa senjata dan bertemu dengan sultan. Juga Sultan Malik al Kamil luar biasa. Ia menerima Fransiskus dengan damai, tanpa menciderainya sedikitpun!”
Semangat persaudaraan Pax et bonum (damai dan kebaikan), demikian ungkap dosen Teologi Dogmatik STF Driyarkara ini, itulah yang diangkat sebagai tema perayaan 50 tahun pada umumnya dan pagelaran seni sore hari ini khususnya. Pax et bonum juga merupakan nilai yang dihidupkan dalam pendidikan yang diselenggarakan Yayasan Fransiskus-Jakarta. Saat ini ada tujuh unit pendidikan di bawah Yayasan Fransiskus yakni TK, SD, SMP, SMA Fransiskus Kramat, STM dan SMA Fransiskus Kampung Ambon.
Merayakan Dialog
Nuansa dialog begitu terasa dalam pentas siang hingga sore itu, pukul 14.00-16.00. Spiritualitas Fransiskan berdialog dengan kebudayaan Bali. Lahirlah Kecak Bali Kontemporer Fransiskus-Klara: Duta Damai.
Pentas Kecak Bali Kontemporer dipadukan dengan alur kisah Fransiskus Asisi pembawa damai. Fransiskus hendak menemui Sultan Malik Alkamil di Damieta. Fransiskus (diperankan Frater Asep Cahyono OFM), diteguhkan Clara (Diperankan Ibu Endang Murdopo) yang menari indah sambil meyakinkan Fransiskus untuk menjumpai Sultan. “Sahabat rohaniku” ungkap Clara nan lembut “pergilah menghadap Sultan. Jangan takut dan ragu hatimu! Pergilah!”
Pada akhirnya sebuah langkah berani ditempuh Fransiskus. Ia pergi dari Assisi, Italia, untuk menjumpai Sultan Malik Alkamil (diperankan olah Frater Epa Prasetya OFM) di Damieta, Mesir. Sultan menerima kehadiran Fransiskus. Antara mereka terjadi sebuah dialog. Sebuah contoh klasik dan monumental dialog Kristen-Islam.
Pesan dari kisah Fransiskus menjumpai sultan yang dipadukan dan disampaikan lewat Tari Kecak Bali Kontemporer sudah ditunjukkan di awal pementasan. Wakil dari agama Katolik, Protestan, Islam, Hindu, dan Budha, tampil dipanggung menyalakan lilin diiringi lagu Make me A Channel of Your Peace yang dinyanyikan dengan sangat merdu oleh Nina, lulusan Universitas Pelita Harapan, sekarang bekerja sebagai Event Organiser.
“Itu saat yang mengharukan sekali. Ada harapan akan berkobarnya api perdamaian dalam hati segenap anak bangsa. Damai dalam hati, damai di seluruh pelosok negeri ini” ungkap Frater Fendi OFM yang sore itu memandu hadirin menyanyikan ‘Indonesia Raya’.
Setelahnya, Kecak Bali Kontemporer yang melibatkan seratusan siswa-siswi sekolahan Fransiskus berlangsung meriah. Aksi panggung dalam gerak tari yang indah dari siswa-siswi sore itu tak lepas dari bimbingan Koreografer I Wayan Arnawa.
Nuansa keragaman juga mendapat tempat. Hal itu makin terlihat saat pentas kolaborasi gerak dan lagu. Kolaborasi ini melibatkan siswa-siswi sekolah Fransiskus, siswa-siswi SMA Muhammadiyah Kramat, Panti Asuhan Vincentius Putera-Kramat, Panti Asuhan Muslimin-Senen, Panti Asuhan Hati Suci dan Pantai Asuhan Griya Asih-Cempaka Putih. Keempat panti Asuhan ini berada di Jakarta Pusat.
Romo Mateus Batu Bara OFM, Ketua Yayasan Fransiskus, dalam sambutannya mengatakan “Pada pementasan ini kita memilih pendekatan budaya. Kita mengangkat seni. Ada seni tari dari Bali, Papua, dan Jawa. Melalui seni kita bisa bekerja sama. Kita bisa berdialog. Di dalam seni perbedaan agama tidak lagi tampak. Seni membawa kita pada komunikasi dan harmoni.”
Sore itu Group Kolintang dari Vincentius, kelompok marawis dari panti Asuhan muslimin, kelompok perkusi dari Panti Asuhan Griya Asih, para penabuh rebana begitu padu memberi harmoni mengiringi nyanyian serta tarian yang indah para muslimah.
“Doa Damai Santo Fransiskus Asisi didoakan secara bersamaan oleh siswi SMA Fransiskus dan seorang siswi SMA Muhammadiyah. Sungguh hal yang indah dan mengagumkan! Yah, semoga spirit perdamaian Santo Fransiskus akan mereka praktekkan dalam hidup sehari-hari” ungkap Frater Marci Soares OFM usai pementasan.
“Anak-anak ini bisa bekerja sama untuk menghasilkan penampilan yang indah sore ini. Ini bukan satu proses yang mudah! Kita berharap ini bukan yang terakhir. Semoga masih ada kesempatan selanjutnya dimana kita bisa bekerja sama dan mewujudkan harmoni seperti yang tercipta begitu indah malam ini” demikian ungkap Bapa Sarsito, pendamping anak-anak panti asuhan muslimin Senen. Untuk pagelaran seni yang begitu meriah sore itu, ia mengkoordinir latihan bersama selama tiga kali. Tugas yang diakuinya tidak mudah. JD)***
Kontributor: Sdr. John Dohut OFM
[/tab][tab name=”Foto-foto”]
Tinggalkan Komentar