Paroki St. Fransiskus Assisi – Gendang

Sejarah Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang – Keuskupan Banjarmasin

Alamat:

Jl. Trans KalSel-Tim Km. 389, RT:03, Desa Gendang Timburu,
Kec. Sungai Durian, Kab. Kotabaru, Kalimantan Selatan
email: prkgendang2020@gmail.com, HP/WA: +62811519133

Lahirnya Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang tidak terlepas dari keberadaan Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin sebagai paroki induk dan Gerakan Misi Meratus yang dicanangkan oleh Keuskupan Banjarmasin. Kedua hal ini memiliki keterkaitan yang tidak bisa dilepaspisahkan satu sama lain. Selain itu, wilayah ini sudah mendapatkan pelayanan dari Paroki St. Yusuf Kotabaru1 khususnya di stasi Sungai Durian. Perjalanan menuju Sungai Durian dari Kotabaru ditempuh melalui jalur laut. Namun sejak dimekarkannya paroki yang baru di Batulicin yang bernama Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin, wilayah pelayanan ini pun diserahkan sepenuhnya kepada para pastor CM yang berkarya di Paroki ini.

Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin

Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin dimekarkan dari Paroki St. Yusuf Kotabaru pada Jumat, 19 Oktober 1997 bersamaan dengan perayaan Minggu Misi. Sejak saat itu, wilayah yang dilayani para Vinsensian ini – RP. Rudi Sulistijo, CM sebagai Pastor Paroki Pertama – selain melayani di Batulicin, mereka terus berusaha “menemukan” umat Katolik yang adalah para pedatang atau perantau. Para pendatang dari NTT, Jawa dan Sulawesi ini mencari nafkah di perusahaan-perusahaan sawit dan tambang yang sangat jauh dari Batulicin dengan medan yang sebagian besar sangat jelek, khususnya ketika musim hujan. Disebutkan ada pelayanan di stasi Pukung, Sungai Durian, dan Sengayam. Dalam perkembangan waktu, wilayah pelayanan paroki ini semakin luas dan bertambah banyak. Pada 2005 mulai muncul pelayanan di beberapa stasi yang lain lagi yakni Matalok, Selabak, Randi, Charlie, Sampanahan, Karangliwar, dan Sesulung2.

Kenyataan medan yang berat dan jarak jangkauan yang jauh dari Batulicin ini membuat para Pastor berpikir untuk menempatkan seorang Pastor di wilayah ini. Maka pada awal 2015, Pastor Henry, CM mulai tinggal di Magalau (Rumah Misi Magalau) bersama para voulunteer misi Meratus dan 2 orang Suster SPC yang sudah terlebih dahulu menetap di Magalau. Selanjutnya niat baik para Pastor di Paroki Batulicin ini disetujui oleh Mgr. Petrus Boddeng Timang, selaku uskup Keuskupan Banjarmasin. Maka pada 23 November 2016 diadakan pertemuan pastoral biarawan/biarawati yang berkarya di Paroki St. Vinsensius a Paulo bersama dengan Bapa Uskup. Salah satu keputusan penting yang dihasilkan adalah kesepakatan untuk membagi Paroki Batulicin menjadi 3 wilayah pelayanan yaitu Wilayah Batulicin, Wilayah Mandam dan Wilayah Magalau. Keputusan ini dilihat sebagai salah satu strategi untuk mengintensifkan pelayanan umat. Pelayanan Sakramental masih merupakan kebutuhan utama bagi umat. Dengan strategi tersebut, umat yang berada di pelosok dan perkebunan sawit diharapkan memperoleh pelayanan yang lebih rutin. Sebulan sekali mereka mendapatkan pelayanan Ekaristi. Pelayanan administratif dan perkawinan akan menjadi lebih mudah dibandingkan dengan mereka harus jauh-jauh mengurus ke pusat paroki. Selain itu, pembagian ini juga sebagai persiapan untuk memekarkan Paroki Batulicin menjadi tiga Paroki.3 Maka mulai 2016 Paroki Batulicin dibagi menjadi 3 Wilayah Pelayanan yang masing-masing berada dalam tanggungjawab seorang Imam CM.4 Tiga wilayah tersebut yakni Wilayah Pelayanan di Kabupaten Tanah Bumbu berada dalam tanggungjawab Rm. Wahyuliana, CM, Wilayah Pelayanan di Stasi Mandam Rm. Jacques Gros, CM (mulai September 2016 Rm. Ignatius Priyambodo, CM), dan Wilayah Pelayanan di Stasi Magalau Kabupaten Kota Baru berada dalam tanggung jawab Rm. Aloysius Cahyo Kristianto, CM.

Pada September 2017, Pastor Yoyo (Sapaan untuk RP. Aloysius Cahyo Kristianto, CM) dipindahkan ke Surabaya dan diganti oleh RP. Fabianus Rikardus, CM yang baru saja ditahbiskan bulan lalu. Pastor Fabi ditemani oleh Fr Gerry Andrian Mustika (Frater TOP Diosesan Banjarmasin). Sejak ada pastor yang menetap di Magalau ini, pelayanan Sakramental yang merupakan kebutuhan utama bagi umat bisa terpenuhi. Pendampingan kepada masyarakat Dayak Meratus pun semakin terarah dan intensif.

Pada 1 Oktober 2018, para Fransiskan (OFM) dari OFM Provinsi Indonesia yang diundang oleh Uskup Banjarmasin untuk berkarya di wilayah Magalau ini pun tiba. Dua Pastor Fransiskan RP. Ruben Basenti Moruk, OFM dan RP. Desideramus Ansbi Baum, OFM diutus ke misi yang baru ini. Maka karya di wilayah pelayanan Magalau, Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin ini dipercayakan kepada para Fransiskan dengan tetap berkoordinasi dengan RP. TYM Puji Nurcahyo, CM sebagai Pastor Paroki. Pastor Fabby CM, masih menemani kedua Pastor ini hingga akhir tahun 2018 untuk menunjukkan jalan ke stasi-stasi yang jumlahnya ada 19 stasi. Selanjutnya mulai 2019, Pastor Fabby, CM menetap di Batulicin dengan fokus pelayanan di Wilayah Pusat Paroki sedangkan Pastor Ruben, OFM dan Pastor Eras, OFM menetap di rumah misi Magalau.

Gerakan Misi Meratus

Berdirinya paroki St. Fransiskus Assisi Gendang sangat berkaitan erat dengan Gerakan Misi Meratus Keuskupan Banjarmasin. Dalam buku Sejarah Keuskupan Banjarmasin yang terbit pada 2013 dicatat bahwa;

Dalam rangka merayakan Tahun Paulus, Gereja Katolik Keuskupan Banjarmasin mengembangkan dirinya menjadi Gereja Misioner. Gereja ikut memperhatikan Suku Dayak Bukit yang tinggal di Pegunungan Meratus. Perhatian Gereja pertama-tama bukan untuk mengkristenkan mereka, tetapi untuk turut serta memberdayakan mereka. Karena Suku Dayak Bukit (Meratus) adalah yang secara ekonomis, sosial budaya, dan infrastruktur termarjinalkan. Gereja bersama dengan elemen masyarakat dan pemerintah ikut memberi perhatian terhadap mereka ini. Musyawarah Pastoral tahun 2009 menyepakati supaya kegiatan kunjungan ke daerah Meratus ditetapkan sebagai gerakan misi Gereja. Oleh karena itu, dibentuklah Tim Misi Meratus. Tim ini dibantu oleh beberapa volunteer yang ikut terlibat dalam pengembangan kegiatan misi. Beberapa rumah misi dibangun. Rumah misi ini digunakan sebagai pusat misi sekaligus asrama dan tempat belajar bagi anak-anak sekitar.5

Gerakan Misi Meratus yang dicanangkan oleh Mgr. FX Prajasuta, MSF ini mendapatkan sambutan positif dari bebagai pihak. Maka pada awal tahun 2009 Bapa Uskup memilih dan mengutus Ibu Caesilia Betan6 untuk menjalankan tugas perutusannya sebagai misionaris awam atau sukarelawan/volunteer di Magalau. Pada saat itu, di wilayah Magalau sebagian besar masyarakat menganut aliran kepercayaan yang disebut Kaharingan. Ibu Sesil (sapaan untuk Ibu Caesilia Betan) tinggal dan menginap di rumah keluarga Bpk Kasmanto sambil menunggu pembangunan Rumah Misi Magalau. Bpk Kasmanto yang berasal dari suku Dayak Maanyan (Kalimantan Tengah) dan sudah sejak awal beragama Katolik ini menikah dengan seorang gadis di Magalau. Rumah keluarga ini yang sejak awal digunakan untuk memberikan pendampingan dan pelajaran iman kepada masyarakat yang hendak bergabung dalam agama Katolik.

Rumah Misi Magalau selesai dibangun dan diresmikan oleh Dubes Vatikan Mgr. Leopoldo Girelli pada 2 Oktober 2009. Ibu Sesil pun mulai menempati rumah ini bersama beberapa volunteer yang datang silih berganti. Dari Magalau inilah para volunteer bermisi ke beberapa daerah sekitar seperti Gendang, Kaar, Karang Liwar, dan Guntung Tarap serta Lipon7. Tentunya misi ini bukan bertujuan mengkristenkan orang Dayak Meratus melainkan ambil bagian dalam memberdayakan mereka sehingga nama program ini berubah menjadi Pemberdayaan Dayak Meratus (PDM). Maka adapun beberapa kegiatan yang telah dilakukan selama kurun waktu ini yakni pembelajaran bagi anak-anak dan anak putus sekolah, pengadaan air bersih, penyuluhan dan pengobatan gratis kepada masyarakat, pengadaan dan penanaman tanaman produktif, peternakan, advokasi hutan dan tanah masyarakat adat, dan lain sebagainya.

Dalam perkembangannya, ternyata banyak orang Dayak Meratus yang tertarik untuk menjadi Katolik. Berdasarkan data baptisan Paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin tercatat ada 157 jiwa orang Dayak Meratus yang dibaptis Katolik sejak tahun 2009 – 2019. Jumlah ini tersebar di beberapa tempat yang kemudian disebut Stasi yakni Stasi Magalau, Stasi Gendang, Stasi Kaar, Stasi Karang Liwar dan Stasi Guntung Tarap.

Menuju Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang

Berbagai persiapan menuju sebuah Paroki mandiri di Wilayah Magalau ini terus dilakukan. Pada 24 Oktober 2018, Bapa Uskup Mgr Petrus Boddeng Timang meminta para Pastor yang berkarya di Magalau untuk memberikan laporan. Isi laporan tersebut memuat data umat, peta wilayah, analisa Sumber Daya Manusia, anaslisa keuangan dan aset-aset, dan tantangan dan peluang di Wilayah Pelayanan Magalau ini. Bapak Uskup sendiri pun turut hadir dalam beberapa tourney Pelayanan seperti Hari Raya Natal 2018, Paskah 2019 dan Natal 2019 untuk secara langsung mengalami dan mengamati perkembangan umat di wilayah pelayanan ini.

Pada Senin, 21 Oktober 2019, Bapak Uskup dan Kuria mengadakan pertemuan dengan para Pastor yang berkarya di wilayah Pelayanan Magalau. Pastor Ruben OFM, Pastor Eras, OFM dan Fr. Papin, OFM (Frater TOP) menghadiri pertemuan tersebut. Dalam pertemuan ini, Pastor Ruben, OFM selaku koordinator wilayah ini menyampaikan beberapa hal terkait dengan reksa pastoral di wilayah Magalau. Pertemuan ini juga memutuskan bahwa wilayah Magalau akan dimekarkan menjadi paroki mandiri dari paroki St. Vinsensius a Paulo Batulicin. Nama pelindung paroki ini adalah St. Fransiskus Assisi. Nama ini dipilih karena disesuaikan dengan nama pendiri para Pastor Fransiskan yang berkarya di paroki ini. Selain itu nama ini sangat cocok dengan konteks pelayanan pastoral di wilayah ini khususnya soal lingkungan hidup, keberpihakan kepada yang miskin dan tertindas, dan dialog antar agama dan budaya lain.

Nama paroki ini juga disebut Paroki Gendang, bukan Paroki Magalau. Artinya pusat dari paroki ini berada di daerah Gendang. Mengapa tidak di Magalau yang adalah tempat pertama karya Misi Meratus? Ada beberapa alasan yang mendasari tempat pusat paroki ini, Pertama; Secara geografis, Gendang berada di tengah-tengah di wilayah paroki ini, sehingga diharapkan memudahkan akses bagi umat dari stasi-stasi yang lain. Kedua; Kompleks Gereja Gendang dilihat cukup strategis karena berada di pinggir jalan jalur poros Trans KalSel-Tim km 389. Ketiga; Gendang sudah memiliki sebuah gedung Gereja yang kokoh dan berkapasitas cukup besar.8 Sedangkan Magalau direncanakan sebagai sebuah tempat pembinaan atau pelatihan (ret-ret). Saat ini para Pastor masih tinggal di Magalau, sambil menunggu rencana pembangunan Pastoran dan Aula Paroki di Gendang.

Pada Rabu 01 Januari 2020, Mgr Petrus Boddeng Timang mengumumkan secara resmi pemekaran Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang dalam misa Pembukaan Tahun ArDas Pastoral Keuskupan Banjarmasin. Perayaan Ekaristi ini dilaksanakan di Gereja Katolik Katedral Keluarga Kudus Banjarmasin. Pada saat yang bersamaan diumumkan juga pemekaran empat Paroki lainnya.9 Pastor Ruben Basenti Moruk, OFM yang hadir dalam perayaan ini langsung menerima Surat Keputusan sebagai Pastor Kepala Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang.

Setelah melewati berbagai persiapan sebagai paroki baru, maka pada Minggu 02 Februari 2020, dilaksanakan upacara peresmian paroki. Paroki Gendang diresmikan oleh Pastor Krispinus Cosmas B. Tukan, MSF selaku Vikaris Jenderal Keuskupan Banjarmasin. Turut hadir dalam perayaan peresmian ini RP. Daniel Klau Nahak, OFM selaku Vikaris Provinsi OFM Indonesia dan 9 pastor lainnya yang berkarya di keuskupan ini. Dalam perayaan ini juga dilaksanakan upacara pelantikan DPP (Dewan Pastoral Paroki) yang pertama untuk Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang. Paroki ini diresmikan dengan total jumlah umat 2.259 jiwa (711 KK) yang tersebar di 24 stasi.

Magalau, 31 Mei 2020

Pastor Paroki St. Fransiskus Assisi Gendang
(RP. Ruben Basenti Moruk, OFM)