[tab name=”Berita”]
Setelah menyelesaikan rencana penyusunan strategi melawan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi – dalam format “Dokumen Pakem” – saya mendapati mobil Mitsubishi L300 di depan Susteran Carolus Borromeus Panti Nugroho, Pakem. Hari itu Sabtu, 9 Februari 2013.
Mobil bertempat duduk berjumlah sembilan itu selain hanya membawa sopir dan saya, juga membawa penumpangnya sampai Griya Assisi, Bandungan (Ambarawa). Di gedung yang masif, kekar, dan gagah-perkasa ini para Suster Ordo Santo Fransiskus (OSF), yang pernah dikenal dengan sebutan Franciscanesen van Hethuyzen, menantikan nutrisi segar dan mencerahkan dari seorang Fransiskan.
Hal berbagi pengalaman tentang acara pada sepanjang Minggu, 10 Februari 2013, inilah yang hendak saya guratkan pada kalimat-kalimat berikut ini. Ada pun judul syering ini berbunyi “OSF Mulai”, mengingat nalar yang akan menjadi jelas pada tuturan ini.
PADA SIN CIA IMLEK
Hari Raya Tahun Baru China ke-2564, Imlek, jatuh pada Hari Minggu, bertepatan dengan pembekalan ini. Acara ini dihadiri oleh para Anggota Dewan Pimpinan Provinsi OSF “Tritunggal Mahakudus”, para Kapitularis, Pimpinan Karya (yayasan), Pimpinan Komunitas, dan Ekonom. Semua berjumlah 83 suster.
Hari itu diawali dengan doa dan Ekaristi, yang menjadi kesempatan istimewa untuk menggiring perhatian hadirin sampai pada tujuan pembekalan ini. Apalagi Injil hari itu sangat bernas, karena selain berbicara tentang permintaan Tuhan kepada Simon Petrus agar “duc in altum” (bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala di sana), juga disinggung tentang peralihan profesi, yakni dari penangkap ikan menjadi penjala manusia.
Setelah perayaan Ekaristi, semua menuju ruang makan. Di sana sudah disiapkan berbungkus-bungkus jeruk dan kue kering sebanyak hadirin. Selain itu, masih diedarkan coklat yang dimaksudkan untuk memeriahkan Tahun Baru Imlek. Tidak lama setelah “imlekan” sederhana ini, para Suster OSF bersiap diri di ruang pertemuan untuk mengalami pencerahan.
Pencerahan yang diharapkan terjadi pada hari itu bertajuk “Kembali ke Spiritualitas Hidup Panggilan dan Pelayanan OSF”. Tema ini dibabarkan dalam tiga sesi berurutan. Sesi Pertama: pk 08.00 – 10.00; Sesi Kedua: pk 10.30 – 13.00; Sesi Ketiga: pk 16.30 – 19.00. Tidak ada rancangan untuk diskusi di dalam kelompok, akan tetapi pada bagian terakhir setiap sesi senantiasa disediakan waktu untuk dialog interaktif.
Pembabaran tema tersebut berawal dengan panggilan kita sebagai manusia, yang memilih menjadi pengikut Tuhan Yesus sebagai orang Kristen, dan dalam rangka itu kita menanggapi cintakasih-Nya dengan dan dalam cara hidup sebagai religius baik sebagai Fransiskan maupun sebagai OSF. Kerangka besar ini hanya terwujud dalam hidup persaudaraan.
KESEMPATAN ISTIMEWA
Berbagi pandangan dan pengalaman seperti ini, bagi saya, merupakan kesempatan istimewa. Mengapa? Karena selain saya sangat jarang hadir di lingkungan OSF (Semarang), juga merupakan kesempatan untuk mendaratkan refleksi kefransiskanan.
Berawal dari pengalaman terlibat dalam perumusan kembali Statuta OSF Provinsi Tritunggal Mahakudus. Saat itu, saya mengenali lebih baik pergumulan dan perjuangan OSF untuk menyempurnakan diri daripada waktu-waktu sebelumnya. De facto, ikhtiar itu tidak lepas roh kefransiskanan.
Kehadiran saya di Bandungan ini, kalau tidak salah adalah kali ketiga. Yang pertama saat ada retret Saudara Muda di Rumah Retret FIC; yang kedua saat memberikan masukan pada organ pengurus yayasan Marsudirini dan para suster OSF yang terlibat langsung dan tidak langsung pada proses belajar-mengajar di lembaga pendidikan di bawah payung OSF.
Kali ini, “input” diberikan kepada OSF dalam rangka menyiapkan Kapitel Provinsi pada Desember 2013. Selama ini, “input” semacam ini diberikan oleh anggota Ordo bukan Fransiskan. Kapitel OSF nanti akan memperhatikan unsur-unsur terpenting kerohanian kita. Untuk itu “look always to our beginning” menjadi kiat terbaik untuk memperbarui diri, yang tidak lain adalah “titik berangkat pertobatan”.
Dalam Kapitel yang akan berlangsung Desember 2013, kontributor reportase ini diundang untuk memerankan tugas sebagai fasilitator (moderator). OSF sudah mulai menemukan arah yang jelas untuk langkah-langkah bersama yang mendasar dan strategis. Semoga seluruh persiapan yang sudah dimulai akan berakhir dengan sempurna sesuai harapan. * * * *
Kontributor: A. Eddy Kristiyanto, OFM
[/tab][tab name=”Foto-foto”]
[/tab][end_tabset]
Terimakasih disampaikan pada Sr Caroline OSF, yang bertempat tinggal di Komunitas OSF, Parung, karena telah mengirimkan foto-foto dengan bidikan yang apik dan artistik. Tanpa foto-foto kiriman Suster, reportase ini hanya akan “polos”, “lugu”, tanpa bunga-bunga. Sebaliknya, dengan tambahan foto-foto para pembaca diperkaya dalam membayangkan, bahkan seakan hadir dalam kegiatan itu, sekali pun kehadirannya hanya bertaraf maya.