27 April – Santa Zita dari Lucca

27 April
Santa Zita dari Lucca

27-st-zita-of-luca-1

Dia dilahirkan pada permulaan abad 13 dari sebuah keluarga miskin namun taat beragama di Mont Sagrati, sebuah desa dekat Lucca di Italia. St. Zita dibesarkan oleh ibunya yang penuh keutamaan. Kakak perempuannya masuk biara Cistersian dan Pamannya, Graziano, adalah seorang petapa yang dipandang suci oleh masyarakat di wilayah itu. Sang ibu memberikan perhatian besar untuk membesarkan puterinya ini dan mendidiknya dalam iman dan menebar cinta Tuhan pada tanah yang subur, yakni hati puterinya nan lembut itu. Ketika berumur tujuh tahun, Zita tidak menemukan kegembiraan di mana pun, kecuali dalam menjalankan kehendak Tuhan. Ibunya memperkuat pelajaran-pelajarannya dengan mengatakan, “Ini sangat berkenan pada Tuhan: inilah kehendak ilahi”, atau “Itu tidak berkenan pada Tuhan.” Dalam perkembangan hidupnya, Zita mencolok dalam kebahagiaan, kemanisan dan ugahari. Dia hanya berbicara bila perlu, bekerja keras dan berdoa tanpa henti. Pada umur dua belas tahun, dia dikirim ke Lucca untuk bekerja sebagai pembantu dalam rumah seorang tukang tenun yang kaya. Rumah Fatinelli itu terletak berdampingan dengan gereja St. Frediano. Sambil memuji dan bersyukur pada Tuhan atas kesempatan untuk mengabdi orang lain dengan penuh ketaatan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah yang hina, Zita bersyukur bahwa posisinya memberikan kepadanya segala yang diperlukan untuk hidup, tidak usah risau bahwa hidupnya akan menjadi kurang pasti. Dia memandang tugas-tugasnya sebagai pemberian dari Tuhan, dan suatu kesempatan bagi ketaatan total dan penitensi yang penuh kegembiraan. Sejak semula, Zita mencoba menangkap dan mengerjakan apa yang diharapkan dia kerjakan dari tuan-tuannya, sebelum mereka perintahkan.

Kendai dedikasinya dalam menjalankan pekerjaannya itu, Zita selama bertahun-tahun, diejek dan tidak disukai oleh sesama pelayan, karena dianggap sok, sombong dan juga tidak dipercaya oleh tuan dan nyonyanya. Dia tidak pernah mengeluh perihal perlakuan yang tidak adil itu ataupun karena kerja terlalu banyak. Dia tetap mampu mempertahankan sikapnya yang manis, lemah-lembut dan kasih sayang serta perhatian penuh pada tugas-tugasnya. Kadang-kadang, bilamana keutamaan-keutamaannya mendapatkan penghargaan dari rumah tanggal Fatinelli, Zita khawatir bahwa hal itu akan menjadi suatu jerat bagi jiwanya. Kerendahan hati dan keugahariannya yang sejati menghindarkan dia bahwa kekhawatirannya itu terjadi. Hidupnya terus menerus menjadi suatu persembahan pada Tuhan dan itu mencakup sampai pada hal-hal yang paling kecil dari tugasnya. Dia diangkat lebih tinggi lagi: menjadi Pengurus rumah disertai kepercayaan penuh dari tuannya. Dia sangat hati-hati dalam setiap tugas, karena selalu ingat bahwa dia harus memberikan pertanggung-jawaban kepada Tuhan atas setiap langkah yang dia ambil bagi setiap sen dan setiap menit dari hari hidupnya. Tuan Fatinelli, yang melihat bahwa kekayaannya berlipat ganda berkat ketekunan Zita, memberikan kepadanya wewenang untuk mengatur irama kerjanya sendiri dan bahkan mengijinkan dia memberikan pengaruh yang besar pada diri tuan Fatinelli dan keluarganya. Bila dia sedang marah besar, seringkali dia menjadi teduh kembali karena sepatah kata saja dari Zita. Karena mengetahui bahwa Zita memberikan sebagian besar dari harta bendanya yang hanya sedikit itu kepada orang-orang miskin, Signor Fatinelli mengijinkan dia untuk membagikan sebagian dari uangnya sebagai sedekah. Hal ini pun dia kerjakan dengan penuh kecermatan, dengan selalu melaporkan kepadanya apa yang telah dia kerjakan.

Zita percaya bahwa Tuhan akan memberikan keamanan yang besar dan berkat-berkat yang khusus pada rumah tangga, di mana keluarga itu dan segenap petugasnya menjalani hidup yang saleh, taat pada kewajiban-kewajibannya, tepat waktu, sederhana dalam kata dan tingkah laku serta memberikan contoh baik kepada orang-orang lain. Dia berkata, “Seorang hamba tidak akan menjadi kudus, bila dia tidak sibuk bekerja”. Dia memperlakukan semua karyawan dengan lemah lembut dan tidak pernah membalas dendam atas perlakuan mereka padanya selama bertahun-tahun. Dia pun selalu mengampuni kekurangan-kekurangan mereka kendati dia pun dapat tegas dan keras dalam menghadapi saat-saat kejahatan dan perilaku yang berdosa.

Karena bangun beberapa jam sebelum penghuni lain dari rumah itu bangun, dia mempunyai waktu untuk berdoa dan menghadiri Misa Kudus sebelum hari kerjanya mulai: sebuah hari yang penuh dengan kerja dan doa batin serta meditasi yang terus menerus. Dia berpuasa sepanjang tahun, tidur pada lantai begitu saja atau di atas sebilah papan dan terus menerus berdoa sepanjang hari kerjanya dan tidak pernah mengeluh, menunda-nunda pekerjaan atau menjelek-jelekkan orang lain. Bilamana dia mendapatkan waktu luang sedikit saja, dia pergi ke sebuah ruang sempit di loteng untuk berdoa dalam keheningan dan kontemplasi. Beritanya tersebar ke seluruh kota Lucca, bahwa dia mengunjungi orang-orang sakit, mereka yang dipenjara dan perihal perbuatan-perbuatannya yang baik dan penglihatan-penglihatan surgawinya. Dan dia pun dicari oleh banyak orang, baik kaya maupun miskin.

St. Zita selalu terpesona sampai mencucurkan air mata bila dia menyambut Ekaristi Kudus dan mengalami ekstase selama menghadiri Misa atau berdoa. Dia meramalkan hari kematiannya, dan setelah menerima Sakramen terakhir, meninggal dunia pada 27 April 1278 dalam usia enam puluh tahun. Orang-orang penghuni Lucca mengumumkan dia sebagai seorang santa dan kemudian terdapat 150 mukjizat berkat pengantaraannya telah disahkan. Dante (dalam bukunya Inferno XI 38) mengacu kota Lucca hanya dengan menyebutnya sebagai St. Zita. Jenazahnya ditemukan utuh tidak rusak pada tahun 1580 dan ditakhtakan di Gereja St. Ferdiano di Lucca, berdampingan dengan rumah Fatinelli, di mana dia telah bekerja selama 48 tahun. Wajah dan tangannya terpampang supaya dapat dilihat para pengunjung melalui kaca kristal. Sampai hari ini, kota Lucca memberikan hormat yang besar sebagai peringatan akan dia dan akan St. Ferdiano, seorang Irlandia yang telah mempertobatkan Lucca ke Kekristenan. Sungguh sangat menarik bahwa St. Zita, pelindung kedua dari Lucca, dimakamkan di dalam gereja dari pelindung pertama dari kota itu dan keduanya memberikan kesaksian perihal Kristus sepanjang hidup mereka. Pada 27 April, hari pestanya, setiap orang di Lucca membawa karangan bunga atau bunga bakung yang sudah diberkati dan meletakkannya pada kain kafan kristal yang terletak di katedral yang dipersembahkan bagi St. Martinus (pelindung ketiga dari kota Lucca). Gambar-gambar dan lukisan-lukisan St. Zita yang memperlihatkan mukjizat-mukjizatnya, terdapat di mana-mana. St. Zita dibeatifikasi dan penghormatan terhadapnya disyahkan oleh Paus Innocentius XII pada 1696.

Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.