28 Juli
Beata Maria Teresa Kowalska
1902 – 1941
Dia lahir di Warsaw pada 1902. Baik nama maupun pekerjaan orang tuanya tidak diketahui. Pada umur 21 tahun, Mieczyslawa merasa adanya panggilan untuk hidup membiara dalam dirinya. Dia masuk biara Santa Klara Kapusines di Przasnysa pada 23 Januari 1923 dengan maksud untuk memperbaiki keluarganya yang telah diresapi dengan semangat atheisme. Hari pengenaan jubah Klaris terjadi pada 12 Agustus 1923 dan dia mengambil sebagai nama biaranya: Teresia dari Kanak-kanak Yesus.
Dia mengikrarkan profesi pertamanya pada 15 Agustus 1924 dan profesi kekalnya pada 26 Juli 1928. Pribadinya agak lemah dan peka, tetapi terbuka terhadap apa dan siapa saja. Dalam biara dia melayani Tuhan dengan penuh bakti dan perhatian. “Cara dia mengerjakan segala sesuatu menimbulkan kepercayaan pada setiap orang,” ceritera salah seorang suster. Dia melaksanakan berbagai jenis pelayanan: penjaga pintu, koster, pustakawan, magistra novis dan anggota dewan. Sr. Mieczyslawa menjalani hidup religiusnya dalam keheningan, samasekali mempersembahkan diri pada Tuhan, mencolok dalam semangatnya. Pada suatu hari pelayanannya pada Tuhan ini mendapatkan pencobaan berat. Pada 2 April 1941 tentara Jerman merangsek biaranya dan menahan semua suster termasuk Sr. Mieczyslawa yang pada ketika itu sedang menderita sakit TBC. Mereka diangkut ke kam konsentrasi di Dzialdowo. Semua 36 orang suster itu disekap dalam ruang tertutup, dengan keadaan yang samasekali bertentangan dengan martabat manusia: ruangan kotor, kelaparan yang mencekam, disertai teror yang terus menerus. Para suster itu sadar akan kenyataan pahit, bahwa dalam kam itu juga, terdapat orang lain – yakni Uskup Anthonius Nowowiejski dan Leon Wetmanski dari Plock, dan banyak imam yang lain – sedang disiksa.
Setelah satu bulan berlalu dalam keadaan sedemikian itu, bahkan suster-suster yang tadinya sehat mulai menderita sakit. Keadaan Sr. Mieczyslawa semakin bertambah buruk, sampai-sampai dia tidak mampu berdiri. Paru-parunya sudah mulai menderita pendarahan. Dia tidak hanya tidak memperoleh perawatan medis apa pun, melainkan juga bahkan tidak memperoleh air untuk melegakan hausnya atau untuk keperluan kesehatannya.
Dengan penuh keberanian dia menanggung pencobaan ini dan sejauh mungkin berdoa bersama dengan suster-suster lainnya atau berdoa sendirian. “Saya tidak akan meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup; saya mempersembahkan hidupku sehingga para suster itu dapat kembali hidup-hidup ke biara.” Dengan suhu badan tinggi dan tak berdaya untuk bangkit dari pembaringannya, dia tinggal berdiam diri dalam doa. Sesekali dia bertanya kepada Abdisnya: “Muder, apakah akan berlangsung masih lama lagi? Apakah akan segera berakhir?” Dia meninggal dunia pada malam hari 25 Juli 1941.
Jenazahnya pun diangkut orang dan tak seorang pun tahu apa yang terjadi dengan jenazahnya itu. Kematiannya menjadi pusat permenungan dari suster-suster yang lain. Mereka yakin bahwa Sr. Mieczyslawa telah meninggal dunia dalam keadaan kudus dan telah disambut ke dalam kemuliaan mereka yang terberkati; mereka memberikan penghormatan khusus kepadanya. Sesuai dengan apa yang telah dia katakan sebelumnya, dua minggu setelah kematiannya – tgl 7 Agustus 1941 – para suster itu dibebaskan dari kam kematian di Dzialdowo.
Pembebasan itu dihayati sebagai sebuah rahmat yang diterima dari Allah melalui pengantaraan Sr. Mieczyslawa. Kejadian itu sungguh merupakan sesuatu yang unik, karena orang-orang Jerman biasanya tidak membiarkan hidup orang-orang tawanan dalam kam konsentrasi. Kendati para suster itu tidak dapat kembali ke biara mereka di Przasnysz, bagaimana pun juga mereka sekarang bebas.
Setelah mereka kembali ke biara mereka di Przasnysz pada 1945, para suster itu tetap terus mengenang ingatan suci pada kehidupan dan kematian martir Sr. Mieczyslawa. Catatan-catatan pun ditulis pada Buku Kematian biara itu. Tambahan pula, ceritera perihal Sr. Mieczyslawa diceritakan kepada calon-calon baru yang masuk. Berhubung adanya tekanan-tekanan pada biara itu semasa rejim Komunis, tak ada apa pun yang telah diterbitkan sampai sekarang. Proses kanonisasi menjadi sarana untuk publikasi ini dan sarana menyebarkan berita perihal kemartiran Sr. Mieczyslawa.
Dari sumber-sumber Kapusin. Diterjemahkan oleh Alfons S. Suhardi, OFM.