31 Mei – St. Camilla Battista dari Varano, OSC

31 Mei
St. Camilla Battista dari Varano, OSC
1459-1517

camilla-battista-da-varano

Beata BATTISTA CAMILLA dilahirkan di Camerino, Italia, pada 9 April 1458, dari Putera Mahkota Julius Caesar da Varano dan Puteri Cecchina di Maestro Giacomo. Kendati dia dilahirkan di luar perkawinan, Camilla tetap diasuh di istana ayahnya. Di sana dia memperoleh pendidikan yang memadai dalam bidang seni dan kesusasteraan di bawah naungan Giovanna Malatesta, isteri sang Putera Mahkota.

Sekitar usia 8-10 tahun, setelah mendengar seruan dari pengkhotbah Fr. Domenico da Leonessa, dia membuat nazar untuk setiap hari Jumat merenungkan Sengsara Kristus dan meneteskan air mata sekurang-kurangnya satu tetes. Usaha yg sederhana ini, – yang dia laksanakan dengan semangat dan kesetian anak-anak, bahkan bila hal itu meminta pengurbanan – dan membuka baginya harta karun rahmat yang tak terbayangkan, yang membuat dia mampu menjalani suatu hidup rohani yang sungguh-sungguh. Perihal ketetapan hatinya ini dia menulis, “Kata kudus itu, yang saya ucapkan karena digerakkan oleh Roh Kudus, telah begitu menorehkan kesan yang sedemikian pada hatiku yang masih lembut dan keanakan, sehingga hal itu tidak pernah hilang dari budi dan hatiku.” Bertahun-tahun kemudian, seorang Fransiskan lain, Fr. Pacifico dari Urbino, mendorong Camilla untuk berani tetap berpegang teguh pada nazarnya itu.

Kemudian, mulai berumur 18-21 tahun, dia selama tiga tahun berkutat dalam perjuangan rohani yang mendalam melawan terpaan nafsu-nafsu duniawi. Kendati demikian, dia tidak pernah mengabaikan Tuhannya yang menderita sengsara, sebaliknya, demi cinta pada-Nya dia mulai menjalani hidup yang lebih keras lagi. Pada kenyataannya, ketika dia mengingat masa-masa hidupnya ini, dia menulis, “Terberkatilah makhluk yang tidak pernah menyerah pada godaan apa pun terhadap kebaikan yang telah dia mulai!”

Selama Masa Prapaskah tahun 1479, pada vigilia pesta Maria Mendapat Kabar Gembira di Gereja St. Petrus di Muralto, Camilla mendengarkan kotbah dari Br. Francesco da Urbino. Sementara dia mendengarkan itu, dia menerima terang untuk memahami anugerah yang tak terpanai dari keprawanan yang diberkati demi Tuhan. Karena itu, pada hari Oktaf Paskah, setelah mengadakan pengakuan dosa menyeluruh pada Pater Oliviero da Urbino, Camilla menerima anugerah pemurnian batin yang menyeluruh.

Setelah dia dipersiapkan dengan cara yang sedemikian itu untuk menjadi milik Kristus secara total dan setelah melewati keberatan dari pihak orang tua selama dua tahun, Camilla berhasil masuk biara Santa Klara di Urbino pada 14 November 1481, dengan mengambil nama biara Suster Battista, sebuah nama yang sangat umum bagi wanita zaman itu. Dia kembali ke Camerino pada pekan pertama bulan Januari 1484, bersama dengan delapan orang suster lainnya. Dan pada 4 Januari, dia memulai sebuah komunitas Suster-suster Klaris yang baru di biara yang telah dibeli oleh ayahnya dari para rahib Olivetan.

Dia dikaruniai dengan anugerah-anugerah luar biasa – sebagaimana dinyatakan oleh otobiografinya – seperti misalnya kecerahan batin, kata-kata yang berapi-api, ekstase, dan penampakan para malaikat dan orang-orang kudus. Bahkan dikabulkanlah kerinduan hatinya yang terdalam untuk ambil bagian dalam penderitaan batin yang diderita oleh Sang Penebus kita selama Sengsara Kudus-Nya. Dengan meditasi harian seputar Kitab Suci dan Liturgi dan dengan hidup terus menerus dalam hadirat Tuhan – sebagaimana kesaksian yang diberikan oleh Pembimbing rohani Olivetannya, Antonio dari Segobia – Beata Camilla mampu sepanjang tahun terus menulis naskah-naskah sastera mistik. Mutu dari spiritualitas tulisan-tulisannya itu sedemikian tinggi sehingga sangat dihargai oleh tokoh-tokoh Gereja yang ternama dan para kudus, termasuk St. Philipus Neri. Ketika berusia 35 tahun, dia untuk pertama kalinya dipilih menjadi Abdis dan posisi ini tetap dipegangnya selama beberapa masa jabatan.

Tibalah bagi B. Camilla waktu untuk menghadapi pencobaan-pencobaan. Yang pertama adalah kegersangan rohani, yang berlangsung selama lima tahun dari 1488 sampai 1493. Selama kurun waktu itu, dia mengalami kekosongan dari Dia yang menjadi satu-satunya alasan untuk hidup. Gema dari keterpurukan rohani ini didokumentasikan dengan baik dalam otobiografinya yang kemudian terkenal dengan nama “Hidup Spiritual”. Pencobaan yang kedua sangatlah melukai hatinya, ketika Paus Alexander VI mengekskomunikasi ayahnya karena telah menolak pembatasan yang telah dikenakan pada Kebangsawanan dari Camerino. Kemudian ayahnya dipenjara bersama dengan ketiga saudaranya oleh Cecare Borgia, yang kemudian memerintahkan supaya mereka dibunuh pada 9 Oktober 1502. Karena malapetaka yang menyedihkan ini, Camilla harus melarikan diri ke kota Fermo, namun di sana dia tidak berhasil mendapatkan tempat pengungsian. Tetapi dia memperoleh perlindungan di Kerajaan Napoli, berkat jasa Isabella Piccolomini Todeshini, isteri dari Matheus Acquaviva dari Aragona. Baru setelah Paus Alexander VI wafat pada 8 Agustus 1503, dia bisa kembali ke Camerino, di mana saudaranya yang bungsu, Giovanni Maria, berhasil memulihkan harkat Kebangsawanan dari keluarga Varano.

Kemudian, pada 28 Januari 1505, Paus Julius II, yang mengagumi Camilla, mengirimnya untuk mendirikan sebuah komunitas Suster-suster Klaris yang baru di kota Fermo. Di sana dia tinggal selama dua tahun. Dia juga berhasil membentuk komunitas Suster-suster Klaris yang baru di Saint Severino Marches selama tahun-tahun 1521-1522. Semangat cintakasihnya membuat dia mampu melayani suster-susternya dalam pendidikan rohani mereka, dan hal ini dilakukan dengan berbagai cara: dengan menulis sebuah ulasan atas permintaan seorang religius dengan judul “Kemurnian Hati”; dengan mendampingi mereka yang berada dalam sakratul maut; dan dengan menyelamatkan kota Treia dari kepungan pasukan tentara bayaran.

Menurut kesaksian salah seorang suster, ada tempat pada hati Camilla bagi seluruh Gereja Kristus. Dia pun berdoa dan menderita bagi Gereja Kristus ini. Dia juga menderita demi dosa-dosa banyak imam, dan hatinya pedih tersayat oleh berita-berita yang sampai padanya dari Jerman: di sana seorang biarawan Augustinian, Martin Luther, berjuang untuk memutuskan ikatannya dengan Gereja Katolik Roma.

Ketika usianya mencapai 66 tahun, – dari 66 tahun itu dia habiskan 43 tahun dalam ketaatan pada kehidupan membiara – kerinduannya “untuk meninggalkan penjara tubuhnya supaya dapat bersatu dengan Kristus” terpenuhi. Dia meninggal dunia dalam keheningan pada 31 Mei 1524, disebabkan oleh wabah yang merebak dalam biaranya di Camerino. Di sanalah jenazahnya masih tetap dapat dikunjungi sampai hari ini.
Pada hari Minggu, 17 Oktober 2010, Paus Benediktus XVI mengangkat ke tingkat santa, Camilla Battista dari Varano, OSC, dalam perayaan di Lapangan St. Petrus, Vatikan.

Sumber: OFM. Diterjemahkan oleh Alfons S. Suhardi, OFM.