13 November
St. Francesca Xavier Cabrini
1850-1917
RIWAYAT HIDUPNYA
Dilahirkan pada 1850 di Sant’Angelo di Lodi di Lombardia (Italia), Maria Fransiska Cabrini adalah anak bungsu dari 13 bersaudara sebuah keluarga petani. Bahkan sebagai seorang anak kecil dia terkenal karena kesalehan dan kesukaannya untuk berdoa dan dia pun bermimpi untuk menjadi seorang misionaris di Cina. Pada umur 18 tahun dia menerima ijazah sebagai seorang guru. Ketika orang tuanya meninggal dunia pada tahun berikutnya, dia melamar pada dua sekolah suster yang berbeda, namun ditolak karena kesehatannya lemah. Selama sepuluh tahun berikutnya dia mengkhususkan diri mengajar dan memimpin sebuah sekolah bagi anak-anak yatim/piatu dan memuaskan batinnya dengan memberikan pengajaran katekese dan mengunjungi orang-orang miskin pada waktu luangnya. Selama epidemi cacar tahun 1872 dia melaksanakan pekerjaan-pekerjaan heroik sebagai seorang perawat.
Tetapi Maria Fransiska tetap berkeinginan untuk menjadi seorang misionaris. Pada 1880, dengan dukungan dan dorongan dari Uskup Lodi, dia dan beberapa temannya pindah dan bertempat tinggal di bekas Biara Fransiskan dan dengan demikian dia mendirikan sebuah komunitas religius baru, dengan nama Suster-suster Misionaris Hati Kudus. Sebelumnya, Muder Fransiska Xaveria, – dan sekarang dipanggil sebagai Maria Fransiska – telah menjadi seorang Tersiaris St. Fransiskus Asisi yang patut diteladani. Dalam dekrit Kongregasi Suci perihal Peribadatan (Ritus) mengenai mutu heroik dari keutamaan-keutamaannya, kita temukan pernyataan sebagai berikut: “Sampai tingkat yang tinggi dia meniru keutamaan dari tiga orang santo yang bernama Fransiskus, dan membangun hidupnya seturut suri teladan mereka. Demikianlah, dia meniru keutamaaan-keutamaan dan teladan dari St. Fransiskus dari Assisi, yang Anggaran Dasar Ordo Ketiganya dia profesikan dan dengan cermat dia laksanakan.” Bahkan setelah mendirikan kelompok suster yang baru, Muder Cabrini terus menimba inspirasi bagi misi cintakasih kerasulannya, dari teladan si Miskin (Poverello) itu.
Pada 1888 lembaga Muder Cabrini ini menerima pengesahan dari Takhta Suci; dan pada tahun berikutnya Paus Leo XIII mengarahkan dia pergi, tidak ke Cina, tetapi ke Amerika Serikat dan menyerahkan para emigran asal Italia di negara itu sebagai sasaran karya cinta-kasih dan kerasulannya. Disertai enam orang suster, Muder Cabrini tiba di Amerika Serikat pada 31 Maret 1889. Kendati dia juga mengunjungi Amerika Selatan dan Tengah, sebagian besar sisa hidupnya dia habiskan di Amerika Serikat. Dia menjadi warga negara Amerika Serikat di Seattle pada 1909. Pada mulanya dia menjumpai banyak kesulitan, tetapi segera dia dapat menyelesaikan hal-hal yang pada mulanya nampak mustahil itu. Dan di tengah-tengah kegiatan yang begitu sibuk, dia selalu mempertahankan ketenangan hati yang besar dan kesatuan penuh doa dengan Tuhan, serta mempercayakan semua kegiatannya pada Tuhan disertai kepercayaan tak terbatas pada Penyelenggaraan Ilahi.
Ketika pada 1928 proses beatifikasinya dimulai, suster-susternya yang berjumlah 2.000 orang itu, melayani 67 lembaga di delapan negara di Amerika dan Eropa. Pada suatu ketika Muder Cabrini menderita demam selama berbulan-bulan, tetapi dia tetap menjalankan kegiatan-kegiatannya yang menakjubkan itu demi Tuhan dan jiwa-jiwa, sampai dia meninggal dunia di Rumash Sakit Columbus pada 22 Desember 1917, pada usia 67 tahun. Dia dibeatifikasi pada 1938, dan dikanonisasi pada 1946 dan dia pun merupakan warga negara Amerika Serikat pertama yang diangkat sepenuhnya pada penghormatan altar surgawi.
Jenazah St. Fransiska Xaveria, “Ibu para Emigran”ini, beristirahat di bawah altar agung dalam kapel Sekolah Muder Cabrini di bagian paling utara Manhattan, New York City.
MELAYANI TUHAN DALAM SESAMA KITA
1. Renungkanlah bagaimana St. Fransiska Xaveria mengerti bagaimana seseorang harus mengabdi Tuhan. Banyak waktu yang sebenarnya dia ingin habiskan dalam doa, dia pergunakan untuk melayani orang lain, karena mereka membutuhkan pertolongan, pengarahan dan nasehatnya. Itulah apa yang oleh St. Fransiskus dari Sales dinamakan meninggalkan Tuhan demi Tuhan. Nampaknya orang melalaikan sesuatu dalam melayani Tuhan, tetapi pada kenyataannya dia melayani Tuhan dengan lebih baik, dengan menjalankan cintakasih terhadap sesamanya. Thomas a Kempis (1:15) juga berkata: “Demi kebaikan seseorang yang berada dalam kesesakan, suatu pekerjaan yang baik kadang-kadang dengan bebas dapat ditinggalkan tidak selesai, atau diubah demi apa yang lebih baik.” – Apakah engkau pernah bertindak semacam itu pada waktu yang lalu?
2. Renungkanlah bahwa Kristus Tuhan kita Sendiri mengajar kita bahwa hukum-hukum tertentu mengizinkan pengecualian dalam saat-saat tertentu yang khusus. Dia menyembuhkan seorang yang sakit pada hari Sabat, dan mengizinkan murid-muridnya yang lapar memetik gandum kendati orang-orang Farisi karenanya menuduh-Nya melanggar hari Sabat. Demikianlah Bapa kita St. Fransiskus yang kudus itu juga mengajak seorang saudara yang lemah untuk makan di luar jam makan pada suatu hari puasa, dan dia sendiri malahan makan bersama dia supaya orang itu tidak malu. Jadi, dapat saja muncul saat-saat di mana perintah untuk menjauhkan diri dari kerja keras, menghadiri Misa Kudus, berpuasa, dan sebagainya, tidak mengikat kita, ya, bilamana saja kebutuhan sesama kita atau kebutuhan kita sendiri, mungkin menuntut bahwa kita tidak menepati perintah itu, khususnya bila atasan atau bapa pengakutan kita sungguh mengarahkan kita seperti itu. Dalam kejadian-kejadian semacam itu, malahan akan menjadi pembenaran ala orang Farisi, dan sering malah menjadi kemauan diri yang salah, untuk mati-matian melaksanakan perintah-perintah tersebut. – Apakah engkau pernah berbuat demikian itu?”
3. Renungkanlah bahwa sungguh tidak dizinkan berbuat jahat demi siapa pun juga atau melalaikan perbuatan baik yang wajib kita laksanakan. Tetapi perbuatan-perbuatan baik dan perilaku kesalehan yang kita laksanakan karena inisiatif kita sendiri, pada waktu-waktu tertentu dapat ditinggalkan atau lalaikan demi kepentingan orang lain, khususnya bila bersikeras pada hal-hal itu akan membebani atau mengganggu orang lain. Demikianlah Rasul berkata: “Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka” (1Kor 9:22).
DOA GEREJA
Demi kemurahan hati-Mu ya Tuhan, kami mohon kepada-Mu, anugerahilah kami budi yang memikirkan dan mengerjakan apa yang benar, sehingga kami, yang bukan apa-apa bila terpisah dari-Mu, boleh hidup sesuai dengan kehendak-Mu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.
Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.