7 November – St. Didakus dari Alcala

7 November
St. Didakus dari Alcala
k.l. 1400-1463

RIWAYAT HIDUPNYA

Didakus dilahirkan sekitar tahun 1400 di San Nicolas di Andalusia, dari orang tua miskin dan takut akan Allah. Dia memasuki Ordo Ketiga St. Fransiskus ketika umurnya belum sampai menginjak dewasa. Di bawah bimbingan seorang imam Tertiaris yang saleh, dia mengabdi Tuhan sebagai seorang petapa selama jangka waktu yang lama. Terserap oleh kerinduannya akan kesempurnaan yang lebih besar lagi, kemudian dia masuk biara Fransiskan di Arizafa di Castile dan di sana diizinkan mengikrarkan kaul kekal sebagai saudara awam.

Perkembangannya yang cepat dalam keutamaan menjadikan dirinya contoh bagi semua saudara-saudaranya. Jiwanya senantiasa diliputi dengan Tuhan dalam doa dan meditasi. Dari sumber ini dia mengumpulkan wawasan sedemikian adikodrati perihal Allah dan misteri-misteri Iman, sehingga ahli-ahli teologi yang terpelajar mendengarkan dengan penuh ketakjuban pembicaraan-pembicaraan yang memberikan banyak inspirasi dari seorang saudara awam yang tidak terpelajar ini.

Karena Bruder Didakus menunjukkan semangat yang besar bagi jiwa-jiwa dan kesiap-sediaannya untuk berkurban, maka atasannya mengirimkan dia bersama dengan saudara-saudara lain ke Kepulauan Canary, yang pada waktu itu masih dihuni oleh orang-orang tak beriman yang ganas. Didakus bersemangat untuk kemartiran, dan penuh semangat dipikulnya dengan kesabaran yang tak terperikan begitu banyak kesulitan yang menghadang di jalannya. Dia mempertobatkan banyak orang tak beriman dengan kata dan teladan. Pada 1445 dia diangkat menjadi gardian dari biara pusat di Fortaventura di kepulauan itu.

Setelah dipanggil kembali ke Spanyol, dia pergi ke Roma pada 1450 atas perintah Vikaris General para Observan, St. Yohanes Kapistrano, untuk menghadiri jubile agung dan upacara-upacara kanonisasi dari St. Bernardinus dari Siena. Pada waktu itu meledaklah sebuah epidemi penyakit di antara banyak saudara dina yang berkumpul dalam biara yang besar di Apace. Didakus menjagai orang-orang sakit itu dengan penuh kemurahan hati dan kepercayaan penuh pada Allah. Dan Allah tidak membiarkan dia gagal. Kendati pada waktu itu terdapat kekurangan persediaan makanan di kota itu, Didakus selalu memperoleh makanan melimpah bagi para pasiennya. Dengan ajaib dia memulihkan kesehatan banyak orang dari mereka itu hanya dengan membuat tanda salib pada mereka. Dia meninggalkan Roma dan kembali ke Spanyol, dan di sana di setiap biara yang dihuninya, dia, seperti dahulu, menjadi sumber melimpah bagi pendidikan para saudara.

Ketika dia merasa bahwa akhir hidupnya sudah mendekat, dia minta jubah yang sudah tua dan usang, sehingga dia boleh meninggal dunia sebagai seorang putera St. Fransiskus yang sejati. Dengan mata tetap menatap pada salib, dia menghembuskan nafas terakhir pada 12 November 1463, sambil mengucapkan, “O kayu yang setia, O paku-paku yang berharga! Engkau telah menanggung beban yang manis tak terhingga, karena engkau telah dapat layak menanggung Tuhan dan Raja surga.”

Baru setelah berbulan-bulan sesudah kematiannya, orang dapat memakamkan Didakus, karena sedemikian berdujun-dujunnya orang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir pada jenazahnya. Tidak hanya tubuhnya tetap tidak membusuk, tetapi jenazahnya pun memancarkan harum semerbak. Setelah dimakamkan di gereja Fransiskan di Alcala de Henares mukjizat-mukjizat mengagumkan terus terjadi pada makamnya. Paus Sixtus V, yang adalah seorang Fransiskan, memberikan kanonisasi pada Bruder Didakus pada 1588.

Didakus adalah pelindung khusus bagi para saudara dina bruder. Bahasa Spanyol untuk Didakus adalah Diego, dan Wilayah Misi San Diego di California memperoleh nama demikian dari St. Didakus yang Fransiskan ini.

TUHAN MEMILIH ORANG YANG DINA

1.      Dalam Ibadat Harian pesta St. Didakus, kita menemukan kata-kata yang berikut: “Saudara-saudara, ingatlah panggilanmu, menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orng yang terpandang, tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat” (1Kor 1:26-27). Kehidupan St. Didakus membuktikan kebenaran kata-kata itu. Dilahirkan dari orang tua yang miskin bertingkat rendah, dan tidak memperoleh pendidikan sekolah mana pun, dia mampu berdiskusi perihal hal-hal yang paling rumit sampai mengherankan orang-orang terpelajar. Betapa orang-orang yang terpelajar itu malu pada dirnya sendiri, di hadapan seorang bruder yang sederhana itu pada takhta-pengadilan Allah, kecuali bila mereka mengabdi Tuhan, seperti dia, dengan kerendahan hati yang sejati. Apa yang dianggap dunia sebagai kebodohan, justru dipandang sebagai kebijaksanaan di mata Allah; tetapi kebijaksanaan dunia akan dipermalukan pada pengadilan terakhir. – Engkau berpegang pada prinsip yang mana?

2.      Renungkanlah mengapa Allah memilih orang-orang dina untuk melimpahi mereka dengan rahmat-Nya dan membuat mereka sungguh agung. Sang Rasul berkata kepada kita, “tidak ada daging yang akan mulia dalam pandangan-Nya” (1Kor 1:29). Allah yang Mahakuasa menganugerahkan rahmat-Nya kepada umat manusia, supaya mereka mampu untuk berbuat hal-hal yang besar, tetapi mereka hendaknya jangan mengakukan apa yang mereka peroleh itu pada diri mereka sendiri; tetapi mereka seharusnya lebih memuliakan Allah. Karena orang-orang yang bijak dari dunia ini begitu bersiap diri mengakukan jasa atas apa yang telah mereka laksanakan itu pada diri mereka sendiri, maka mereka pun kurang memperoleh rahmat untuk mencapai apa yang adi-kodrati. Karena itu mereka menyibukkan diri hanya demi apa yang bendani dan dapat hancur. Tetapi bila orang-orang yang terpelajar, kaya dan berkedudukan di dunia ini pada saat yang sama juga bersikap rendah hati, maka Tuhan pun akan memilih mereka juga, sebagaimana tuhan telah pernah memilih St. Paulus, St. Agustinus, dan raja yang suci St. Ludovikus. St. Ludovikus ini lebih  memikirkan mahkota duri yang telah dimahkotakan pada kepala Tuhan daripada memikirkan mahkota kerajaannya sendiri. – Apakah engkau telah membuat dirimu sendiri tidak layak menerima rahmat-rahmat Tuhan, karena engkau mencari kehormatan dan kemuliaanmu sendiri?

3.      Renungkanlah bahwa hanya jiwa-jiwa yang tetap memandang dirinya dina kendati telah melaksanakan hal-hal yang besar, diizinkan oleh Allah masuk ke dalam kebahagiaan kekal dan kemuliaan surgawi. Karena telah dilengkapi dengan anugerah-anugerah kodrat dan rahmat yang paling cemerlang, Lucifer membusungkan diri dan menjadi sombong – dan segera dia disingkirkan dari takhtanya di antara para malaikat dan dilemparkan ke neraka. Didakus memang diagung-agungkan oleh dunia dan saudara-saudaranya karena hal-hal hebat yang telah dilaksanakan Tuhan melalui dirinya, namun dia tetap memandang dirinya kecil dan ingin meninggalkan dunia ini dengan berpakaian jubah miskin dan lusuh. Di surga dia menerima tempat yang pernah ditempati oleh malaikat yang menyombongkan diri itu. “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk 14:11).

DOA GEREJA

Ya Allah yang Mahakuasa dan kekal, yang secara menakjubkan telah merendahkan diri dan memilih orang yang lemah di dunia ini untuk mempermalukan yang kuat, anugerahkanlah dengan murah hati kepada kami yang tak layak ini, supaya dapat layak diangkat ke kemuliaan kekal di surga, berkat pengantaraan pengaku iman-Mu yang suci St. Didakus. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.