10 Oktober – St. Daniel dan Kawan-kawannya

10 Oktober
St. Daniel dan Kawan-kawannya

RIWAYAT HIDUPNYA

Setelah Ordo Fransiskan diberkati dengan kematian mulia martir-martirnya yang pertama, St. Berardus dan kawan-kawannya, terjadilah persaingan suci di antara para putera St. Fransiskus untuk mempersembahkan darahnya dalam pewartaan Iman pada Kristus.

Pada 1227, Daniel, provinsial dari Calabria, seorang yang menonjol kesuciannya, dan enam kawannya: Angelus, Samuel, Donulus, Leo, Hugolinus dan Nicholas, disertai dengan berkat Minister General, pergi ke Afrika untuk mewartakan Injil Kristus kepada orang-orang Muslimin. Setelah berlabuh di Ceuta, mereka pun segera bertekad untuk berkhotbah dalam kota yang besar itu. Sebelum berkhotbah di pusat kota, mereka mendapat tahu dari pedagang-pedagang Kristen bahwa ada larangan keras bagi semua orang Kristen memasuki kota itu. Mereka sadar bahwa kegiatan mereka dibayangi dengan bahaya yang besar, dan mereka pun mempersiapkan diri secukupnya.

Pada hari Sabtu, 2 Oktober, mereka mengaku dosa, menerima Sakramen Mahakudus, dan kemudian menghabiskan sisa hari itu dalam doa. Pada sore harinya, sebagaimana dilakukan oleh Tuhan pada sore hari menjelang sengsara-Nya, mereka pun saling membasuh kaki satu sama lain. Pada hari Minggu pagi mereka memasuki kota itu dan mulai berkhotbah kepada orang-orang yang berkerumun di sepanjang jalan dan tempat-tempat umum. Dengan berani meeka menyatakan bahwa keselamatan hanya didapatkan dalam nama Yesus. Kota pun bergolak. Pengkhotbah-pengkhotbah yang penuh keberanian itu dijebloskan ke dalam penjara. Di sana mereka menulis kepada pedagang-pedagang Kristen yang berdiam di luar kota:

“Terberkatilah Tuhan, Bapa segala kerahiman, yang menghibur dan memperkuat kita dalam segala kekacau-balauan kita! Tuhan kita telah memberi perintah kepada kita: ‘Pergilah dan wartakanlah Injil kepada semua makhluk.’ Dia telah berkata: ‘Hamba tidak lebih besar daripada Tuan; bila orang menganiaya kamu, ingatlah bahwa mereka telah terlebih dahulu menganiaya Saya.’ Tersentuh oleh kata-kata ini, kami hamba-hamba Yesus Kristus yang miskin dan tidak layak ini, telah meninggalkan rumah kami dan telah datang untuk berkhotbah di negara ini demi kemuliaan Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa, dan demi kekalutan orang-orang tak beriman yang keras kepala. … Dan kendati kami mungkin telah banyak menderita, kami sangat dihibur dan diperkuat oleh Tuhan. Kami pun mengharapkan semoga Dia akan berkenan menerima persembahan hidup kami. Hanya kepada-Nyalah pujian dan kemuliaan untuk selama-lamanya.”

Seminggu kemudian, para tahanan itu dihadapkan pada Gubernur, dan mereka dibujuk untuk mengingkari iman mereka, mula-mula dengan janji-janji, kemudian dengan ancaman-ancaman. Semuanya tetap teguh dalam iman mereka pada Kristus dan mereka pun dijatuhi hukuman penggal kepala.

Mereka berenam lalu menunduk berlutut di depan Daniel, atasan mereka, berterimakasih kepadanya karena mereka telah dianugerahi kesempatan memperoleh mahkota kemartiran. Mereka pun minta berkat. Pater Daniel, dengan lelehan air mata kegembiraan, memeluk mereka satu per satu, memberkati mereka, dan berkata: “Marilah kita bergembira dalam Tuhan, teman-temanku yang setia, karena hari ini adalah hari pesta untuk kita! Malaikat-malaikat yang kudus telah datang untuk membimbing jiwa-jiwa kita pergi ke tempat tinggal yang abadi, dan hari ini para martir berpakaian jubah putih akan menerima kita ke dalam persekutuan kudus mereka. Surga telah terbuka di atas kepala kita, kita akan segera menjadi milik kebahagiaan yang kekal.”

Demikianlah kepala mereka menggelinding dari balok itu, tetapi jiwa mereka terbang melayang ke surga. Jenazah mereka kemudian dipindahkan ke Spanyol dan kemudian terjadi banyak mukjizat berkat pengantaraan mereka. Paus Leo X memberikan kanonisasi kepada mereka pada 1516.

PERIHAL MENGHORMAT PARA MARTIR YANG KUDUS

1. Dalam penghormatan kita pada para kudus, para martir yang kudus patut mendapatkan perhatian yang khusus. Dalam mereka, sampai taraf tertentu, kita menghormati darah Kristus, karena darah yang mereka tumpahkan itu seperti suatu kelanjutan dari darah yang ditumpahkan Kristus bagi kita di bukit Kalvari. Dengan darah mereka, mereka telah memeteraikan kebenaran-kebenaran yang telah diperjuangkan Kristus pada salib-Nya. Dengan mengurbankan hidup mereka, mereka juga memberikan bukti atas kesetian sempurna dan kemurahan hati mereka pada Kristus, dan dengan demikian memberikan kepada semua orang Kristen teladan yang membesarkan hati. Kemauan untuk mempersembahkan diri dari para martir yang suci itu hendaknya mendorong kita untuk memberikan hormat kepada pahlawan-pahlawan iman ini dan hendaknya mengisi kita dengan cinta yang besar pada agama kita yang suci.

2. Renungkanlah bagaimana Gereja yang kudus secara khusus menarik perhatian kita untuk menghormati para martir yang suci itu. Pada hari pesta mereka imam mendekati altar dengan pakaian liturgi berwarna merah. Warna ini mengingatkan kita pada darah yang ditumpahkan oleh para martir. Dalam mengurbankan darah dan hidup mereka demi Iman mereka yang suci, mereka telah mempersembahkan kurban yang paling besar yang dapat dipersembahkan oleh manusia. Untuk itu, atas nama Gereja yang kudus, kita hendaknya memuji dan memberkati mereka. Mereka adalah pahlawan Gereja yang mulia. Warna merah dari pakaian liturgi itu juga menandakan api cinta yang telah Tuhan nyalakan dalam hati para martir itu. Itu juga maksud dari warna merah pada pesta Pentekosta. Roh Kudus turun atas para Rasul dalam bentuk lidah-lidah api dan dengan mencolok memperkuat mereka. Api cinta yang sama inilah yang telah memberikan nilai pada kemartiran. “Dan sekalipun aku menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku” (1Kor 13:3). Karena itu, pada pesta-pesta para martir yang suci itu, kita hendaknya memuji dan bersyukur kepada Tuhan, yang telah memberi api cinta kepada ribuan orang dari para kudus-Nya, yang telah menjadi saksi-saksi Iman mereka, dengan menumpahkan darah mereka.

3. Ingatlah bahwa para martir itu telah memberikan bukti kesetiaan mereka, bahkan sebelum mereka menumpahkan darah mereka. Setia pada panggilan kerasulan mereka, mereka pergi berangkat menghadapi bahaya dengan persiapan yang selayaknya. Mereka menerima penghinaan dan penderitaan dengan sabar, bahkan dengan kegembiraan, demi Kristus; mereka tidak terpikat oleh janji-janji yang diiming-imingkan kepada mereka; demikian juga ancaman-ancaman tidak menggentarkan mereka sehingga mereka meninggalkan-Nya. Kita harus meniru para martir itu dalam kesetiaan mereka, bahkan bila kita tidak dipanggil untuk menumpahkan darah kita demi Kristus. Hanya dengan cara itulah kita kiranya berkenan di hati mereka bila kita menghormati mereka. Mahkota agung yang mereka menangkan, hendaknya memberanikan kita untuk tetap setia dalam persekutuan kita dengan Kristus. Pengantaraan mereka yang perkasa akan membantu kita.

DOA GEREJA

Dalam kegembiraan kami, ya Allah, atas mahkota yang telah dimenangkan oleh saudara-saudara kami, para martir-Mu, semoga dapat bertambah-tambahlah keutamaan-keutamaan kami, dan berkat pengantaraan mereka, hal itu dapat menjadi penghiburan yang memperkuat kami. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.