20 Oktober – B. Kontardo Ferrini

20 Oktober
B. Kontardo Ferrini
1859-1902

RIWAYAT HIDUPNYA

Kota Milan dibanjiri orang-orang terpelajar dan berakhlak. Abad kita ini telah melahirkan seorang bintang baru di sana, yang sepertinya sudah ditentukan untuk memperlihatkan sebuah generasi modern yang patut dikagumi: bahwa tingkat terpelajar yang mendalam dan iman yang rendah hati dapat saja saling bergandengan tangan.

Contardo Ferrini dilahirkan dari sebuah keluarga yang terpandang pada 4 April 1859. Ketika dia masih sebagai seorang siswa di Sekolah Menengah Atas dan Kolese, dia mendorong teman-temannya untuk menjalani hidup yang baik dan dia juga melakukan semacam kerasulan awam di antara mereka. Setelah memperoleh gelar doktoral dalam bidang hukum, dia memperoleh bea siswa dari pemerintah untuk melanjutkan studinya di luar negeri. Dia pergi ke Berlin, dan di sana dia mempelajari hukum Roman-Byzantium. Dalam bidang ini dia memperoleh nama harum sampai tingkat internasional. Di ibu kota kekaisaran German ini, syak wasangka terhadap orang-orang Katolik tidak membuat Profesor Ferrini ini gentar mengakui imannya di muka umum. Setelah kembali di Italia, dia mengajar di berbagai perguruan tinggi dan kadang-kadang di Universitas Paris.

Harus ditekankan di sini bahwa hidup Ferrini praktis adalah persembahan jiwanya yang tak putus-putusnya kepada Tuhan. Cara hidup intelektualnya yang tajam masuk sampai pada Prinsip Terakhir dari segala hal. “Hidup kita,” katanya, “harus mengarah pada yang Tak-terbatas, dan dari sumber itu kita harus menarik apa pun yang dapat kita harapkan dalam hal kebaikan dan martabat.”

Setiap hari dia mendekati Meja Kudus. Dia membuat meditasi pendek harian, dan juga membaca dari buku Thomas a Kempis. Buku kesukaannya adalah Alkitab. Untuk dapat menyerap dengan lebih baik semerbak roh isi buku-buku Alkitab itu, dia membacanya dalam bahasa aslinya, yang memang dia kuasai sepenuhnya. Bagaikan Yosef lain dari Mesir, dia mempertahankan kemurniannya tanpa cela di tengah bahaya-bahaya hidup di kota besar itu. Dia melakukan banyak dan bermacam-macam matiraga demi untuk mempersenjatai diri melawan berbagai ancaman yang merugikan.

Pada 1886 dia bergabung dalam Ordo Ketiga St. Fransiskus, dan selama sisa hidupnya dengan cermat dan setia dia melaksanakan Anggaran Dasarnya. Dia juga mendaftarkan diri menjadi anggota Perkumpulan St. Vincentius a Paulo. Dalam ceramah-ceramah dan tulisan-tulisannya, juga dalam tingkah lakunya, dia menunjukkan bahwa iman dan ilmu tidak hanya saling bertentangan, tetapi bahwa iman itu lebih merupakan perisai yang melindungi kita terhadap kesalahan dan membimbing kita ke arah keagungan yang sejati.

Pada 1900 Contardo Ferrini terserang luka pada hatinya disebabkan oleh kerja yang berlebihan. Pada musim gugur tahun 1942, karena merasa memerlukan istirahat, dia kembali ke rumahnya di pedalaman, di Suna. Namun di sana dia ditimpa penyakit tifus. Karena kondisi tubuhnya semakin melemah, dia tidak mampu lagi menahan demamnya yang tinggi, dan dia pun meninggal dunia pada 17 Oktober 1902, pada usia 43 tahun.

Penghargaan tinggi yang selama ini dia hindari, sekarang nampak jelas. Surat-surat ikut berbela sungkawa dari para profesor universitasnya memujinya sebagai seorang santo. Orang-orang di Suna juga segera mengungkapkan keinginan mereka untuk melihat dia sebagai salah seorang santo. Dengan perjalanan waktu, permintaan beatifikasinya juga semakin bertambah mendesak, dan di mana-mana meledak kegembiraan ketika pada 1909 Paus St. Pius X menunjuk Kardinal Ferrari untuk memulai proses itu. Paus Pius XI memberikan kepadanya gelar Venerabilis pada 1931; dan Paus Pius XII pada 1947 memberikan gelar Beao.

PERIHAL KITAB SUCI

1.    Kitab Suci bukanlah sumber iman satu-satunya. Itu tidak lengkap karena satu hal, karena St. Yohanes berkata: “Masih banyak hal-hal lain yang diperbuat Yesus” (Yoh 21:25). Lalu, nubuat-nubuat perihal kerajaan surga yang diberikan Kristus kepada para rasul-Nya sebelum kenaikan-Nya ke surga, juga tidak dicatat. Dan dari surat-surat Rasul St. Paulus (1Kor 5:9 dan Kol 4:16), kita mendapat tahu bahwa bagian dari Kitab Suci bahkan telah hilang. Kendati Contardo Ferrini memberikan cinta yang besar pada Kitab Suci, dia tidaklah memandangnya sebagai otoritas satu-satunya dalam hal iman, tetapi memberikan hormat yang seimbang kepada ajaran-ajarn Gereja Kudus. – Kitab Suci dan penugasan untuk mengajar berjalan bersama dengan eratnya, bergandengan tangan.

2.    Kitab Suci haruslah tidak menjadi sumber iman kita satu-satunya. Kristus tidaklah berkata, “Bagikanlah Kitab Suci!” Melainkan dia benar-benar berkata, “Ajarilah segala bangsa!” (Mat 28:19). Kitab Suci sendiri seharusnya memastikan kita bahwa Kitab Suci itu menjadi satu-satunya sumber iman kita; bila memang demikian halnya. Tetapi di mana pun tidak kita temukan suatu pernyataan semacam itu. Arti dari Kitab Suci itu sendiri pun tidaklah jelas bagi setiap orang yang membacanya. Tidak kita temukan di mana pun dalam Kitab Suci, yang menyatakan apa-apa saja yang termasuk Kitab Suci. Saudara-saudara kita yang terpisah telah belajar hal itu dari guru-guru Gereja Katolik. – Janganlah membiarkan apa pun dan siapa pun menghalangimu memberi perhatian kepada ajaran-ajaran Gereja Katolik.

3.    Tidak pernahlah Kitab Suci dipergunakan sebagai sumber iman satu-satunya. Pastilah tidak pada masa permulaan Kekristenan; karena waktu itu Injil-injil dan Surat-surat belum ditulis dan disebarkan. Juga tidak pernah pada masa-masa kemudian; bahkan bagi Protestan pun Kitab Suci tidak dipandang sebagai sumber aturan satu-satunya, karena menguduskan Hari Minggu, pambaptisan anak-anak, dan mungkin juga praktek-praktek yang lain tidaklah disebutkan di dalam Kitab Suci. Seandainya orang-orang bukan Katolik mempersalahkan kalian dengan tuduhan melalaikan Kitab Suci, hendaknya jawaban kalian sebagai berikut: Tidak ada dalam Kitab Suci yang mengatakan bahwa kita harus membaca sabda Allah, tetapi Kitab Suci itu memang mengajar kita untuk mendengarkan Sabda Allah. Dari hari Minggu ke hari Minggu, Gereja Katolik memberikan kepada kita keterangan perihal Kitab Suci. Pemimpin-pemimpin Protestan yang cerdas sendiri pun mengeluh perihal salah pengertian yang dilakukan oleh apa yang dinamakan penafsiran bebas atas Kitab Suci. Berbicara perihal membaca Kitab Suci, orang Katolik yang baik sering membaca dan mendoakannya dalam liturgi, khususnya dalam Misa dan Ibadat Harian. Dan Gereja telah menganugerahkan indulgensi bagi orang beriman yang menghabiskan sekurang-kurangnya seperempat jam dalam membaca Kitab Suci dengan penuh hormat yang layak bagi sabda Allah dan menurut tata cara bacaan rohani.

DOA GEREJA

Ya Allah, semoga orang beriman diperkuat dengan rahmat-rahmat-Mu, sehingga setelah menerima rahmat-rahmat itu, mereka dapat semakin merindukannya dan berkat kerinduan itu mereka dengan lebih besar menerimanya lagi. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.