26 Oktober – B. Bonaventura dari Potenza

26 Oktober
B. Bonaventura dari Potenza
† 1711

RIWAYAT HIDUPNYA
Bonaventura dilahirkan dari orang tua yang miskin namun berbudi tinggi di kerajaan Napoli. Seorang imam yang saleh mengajarkan bahasa latin kepada anak ini. Pada umur 15 tahun Bonaventura menerima jubah Fransiskan di antara saudara-saudara Konventual. Setelah mengucapkan profesinya, dia melanjutkan studinya dengan semangat tinggi, tetapi semangatnya untuk mencapai kesempurnaan tidak begitu berkobar.

Atasannya mengirimnya ke Amalfi dan di sana dia hidup selama delapan tahun di bawah bimbingan seorang pembimbing rohani yang besar. Pembimbing rohani ini melatih muridnya terutama dalam hal kerendahan hati, penyangkalan diri dan ketaatan dan Bonaventura memperoleh tingkat kesempurnaan yang tinggi dalam keutamaan-keutamaan ini.

Pada suatu hari Bonaventura berkata kepada gurunya itu bahwa kunci sakristi hilang. “Baiklah,” kata gurunya itu sambil tersenyum, “karena itu hendaknya kamu mencari kunci itu di dalam sumur; carilah sebuah galah dan pancinglah kunci itu keluar.” Dengan segera Bonaventura pergi ke sumur itu dan dengan galah dan tali memancing kunci itu. Tidak lama kemudian dia berhasil memancingnya ke luar. Tuhan telah memberikan ganjaran secara menakjubkan untuk ketaatan-butanya itu.

Sebagai seorang imam, dia bekerja dengan keberhasilan yang mencolok. Keutuhan kata-kata, tingkah laku, doa dan matiraganya bersama-sama telah menghasilakan buah-buah yang terberkati. Khotbah-khotbahnya yang sederhana memberikan kesan mendalam pada hati semua orang. Seringkali, sepatah kata saja darinya, cukup untuk menggerakkan pendosa yang paling keras hati untuk melangkah ke pertobatan.

Berkali-kali dia ditunjuk menjadi gardian dari sebuah biara, tetapi permohonannya yang penuh dengan kerendahan hati selalu berhasil mengubah pikiran atasannya itu. Akhirnya ketaatan memaksa dia menerima kedudukan sebagai magister novis. Dalam tugas ini dia berusaha menanamkan dalam murid-muridnya terutama praktek kerendahan hati dan ketaatan.
Sebuah epidemi meledak di antara umat kota itu, dan Bonaventura segera mengurbankan dirinya. Tanpa kenal takut tertulari penyakit itu, dia bergegas ke segenap sudut kota untuk memberikan pelayanan apa pun yang mungkin kepada mereka yang tertimpa, bahkan mereka yang paling rendah, dan melayankan sakramen pada mereka. Dia juga menyembuhkan banyak orang secara mengherankan; dia memperbanyak persediaan makanan mereka yang kurang itu dengan berkatnya dan meramalkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi.

Setelah Bonaventura menjadi contoh keutamaan yang cemerlang di antara saudara-saudaranya selama 45 tahun, dia merasa bahwa saat akhirnya sudah dekat. Sementara komunitasnya berkumpul di sekeliling ranjangnya waktu pemberian Sakramen terakhir, saudara yang dalam keadaan sakratul maut ini memohon pengampunan kepada atasan dan komunitasnya, atas apa yang disebutnya sebagai banyaknya kesalahan dan pelanggaran peraturan.

Tersentuh secara mendalam, atasannya memberikan padanya sebuah salib, dan di tengah cucuran air mata hamba Allah ini mencium kaki sang Penebus, dan kemudian dengan tenang meninggal dunia pada 26 Oktober 1711. Paus Pius VI memberikan beatifikasi kepadanya pada 1775.

PERIHAL KEBANGGAAN SPIRITUAL
1. Pertimbangkanlah di dalam diri B. Bonaventura: contoh seorang santo yang mulai dengan kerendahan hati, maju berkat kerendahan hati dan mencapai puncak kesucian karena kerendahan hati. Sedemikian eratnya kesucian itu terikat pada kerendahan hati. Kesucian itu menapak pada kerendahan hati sebagai fondasinya. Hanya karena keutamaan ini, kesucian itu dapat berkembang, dan hanya kerendahan hati saja membuat dia mampu bertekun di dalam kesucian sampai pada akhir yang terberkati. Belajarlah dari ini: betapa kesombongan rohani dapat bersifat menghancurkan. Siapa pun yang menjalani hidup religius atau berjuang mendapatkan kesempurnaan Kristen dan dengan bangga memandang dirinya lebih baik dari pada yang lain atau mengira dia sangat berarti dalam pandangan Tuhan, dia itu memiliki cacing yang menggerogoti hidup batinnya, kendati semua praktek yang bagus dan saleh yang dia lakukan. Sebenarnya di hadapan Tuhan dia tidak berarti, dan bila dia tetap saja bersikukuh berbangga, dia pun akan hilang pada waktunya. Ketika kesombongan rohani merasuki para malaikat, maka mereka juga dilemparkan ke dalam neraka dan menjadi setan. Kemudian setan itu merayu-rayu orang tua kita yang perdana dengan membuat mereka percaya bahwa mereka akan menjadi seperti Tuhan. – Mungkinkah dia juga telah mempergunakan tipu muslihat yang sama untuk menggoda kamu?

2. Renungkanlah, bagaimana kesombongan itu, seperti seekor ular yang licik, melata-lata tanpa ketahuan. Itu menjadi bagian dari kodrat kita yang sudah jatuh. “Kodrat”, kata Thomas a Kempis (3:54), “bekerja demi kepentingannya sendiri; dengan sukacita dia menerima penghormatan dan kemuliaan, tetapi gentar akan malu dan cercaan.” Karena itu terjadilah, bahwa kita merasakan kenikmatan dengan berpikir perihal pekerjaan-pekerjaan kemajuan-kemajuan kita yang baik, selalu berbicara perihal diri kita sendiri, dan menonjolkan diri kita sendiri sebagai contoh bagi orang lain. “Bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan” (2Kor 10:18). Ingatlah kembali perumpamaan tentang seorang Farisi yang sombong dan seorang pendosa yang rendah hati, yang diajarkan oleh Tuhan kita kepada mereka yang menyandarkan diri pada keadilan mereka, sementara mereka sendiri menghina orang lain. “Orang ini pulang ke rumahnya dengan dibenarkan, sedangkan orang lain itu tidak” (Luk 18:14). – Dengan siapa dari keduanya itu engkau menyamakan dirimu?

3. Renungkanlah betapa kita hendaknya berjuang melawan keangkuhan dan perasaan cukup diri. Padahal kita harus sering memohon Tuhan sebagaimana dilakukan oleh Orang Bijaksana: “Ya Tuhan, Bapa dan Allah hidupku, jangan memberi aku mata yang angkuh, melainkan jauhkanlah dari padaku keinginan keji” (Sir 23:4-5). Kemudian, juga, demi kerendahan-hati kita, kita hendaknya merenungkan kekeliruan-kekliruan dan dosa-dosa kita. Persis seperti burung merak yang sombong, membentangkan bulu-bulunya yang indah, tetapi dengan segera mengatupkan sayap-sayapnya ketika dia melihat kakinya yang jelek itu, demikian juga, begitu kita melihat kegagalan-kegagalan kita, kita pun bisa mengusir kesombongan hati kita. Akhirnya, teladanilah B. Bonaventura ini, dengan melatih dirimu sendiri dalam tindakan-tindakan ketataan tan kerendahan hati. Ingatlah akan Maria, yang menamakan dirinya sebagai hamba Tuhan, ketika seorang malaikat mewartakan kepadanya anugerah Allah yang paling tinggi baginya. Katakanlah kepada Allah: “Ya Allah, saya ini adalah hamba-Mu dan anak sahaya-Mu” (Mzm 115:7).

DOA GEREJA
Ya Allah, yang telah memberikan B. Bonaventura, Pengaku Iman-Mu, kepada kami sebagai seorang teladan menakjubkan dalam hal ketaatan, anugerahkanlah, kami mohon kepada-Mu, bahwa kami boleh seperti dia: dapat menyangkal kehendak kami sendiri dan menaati perintah-perintah-Mu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Sumber: The Franciscan Book of Saints, ed. by Marion Habig, ofm., © 1959 Franciscan Herald Press. Diterjemahkan oleh: Alfons S. Suhardi, OFM.