Dua belas Uskup dari Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pada tanggal 23 April 2012 menginjakkan kaki di Pusat Pelatihan Pastoral Keuskupan Agung Bangkok, Baan Phu Waan, Sam Phran. Kontingen KWI merupakan yang terbesar.
Selain dari Indonesia, hadir pula uskup-uskup dari India, Bangladesh, Filipina, Malaysia, Myanmar, Korea Selatan, Thailand. Seluruh peserta (termasuk anggota “Komisi Teologi FABC”) ada 40 orang. Acara ini, BITA (Bishops’ Institute of Theological Animation) ke-4 sedianya diselenggarakan pada tahun 2011. Tetapi karena jumlah peserta tidak mencukupi, maka dibatalkan. Pembatalan itu mengundang berkah. Sebab panitia penyelenggara, yakni OTC-FABC (Office of Theological Concerns – the Federation of Asian Bishops’ Conference) kemudian mereformulasikan tema BITA supaya menarik.
Tema terakhir yang menjadi fokus seminar-lokakarya BITA IV ini adalah Fundamentalism and Relativism in Asia: Their Impact in the Life of the Youth. Dibatalkannya BITA IV tahun lalu telah memotivasi saya untuk mempromosikan kepada masing-masing Uskup di KWI. Saya minta satu-demi-satu nomor telpon, akun e-mail para Uskup, dengan imbuhan “mohon jangan sampai BITA IV pada April 2012 dibatalkan hanya karena para Uskup tidak berkenan hadir”. Kiat dan pendekatan personal saya sebagai anggota OTC-FABC membawa hasil luar biasa. Berkali-kali baik via e-mail maupun pembicaraan Panitia Penyelenggara mengucapkan SELAMAT, karena Indonesia telah mendatangkan kontingen dalam jumlah besar dan semua berperan aktif.
Selain 12 Uskup dari KWI, saya berhasil menggaet Ms. Yurika Agustina, seorang aktivis di KAJ untuk ber-sharing dalam BITA IV tentang bagaimana pergumulannya menemukan Yesus setelah ditarik oleh aliran Kristen Fundamental dan kemudian dia tinggalkan kelompok itu. Bersama seorang pemuda Thailand yang aktif sebagai anggota Focolari, Yurika Agustina tampil dengan sangat apik, runtut, dan memuaskan dibawah arahan pertanyaan-pertanyaan Uskup Agung Metro Manila, Antonio Luis Tagle.
Selain sharing mereka berdua, ada presentasi tentang Fundamentalisme (Sr.Anicia Co, RVM); Relativisme (Fr. Clarence Devadass), Fundamentalisme-Relativisme (Fr. Dominic Veliath SDB), Mengapa Orang Muda Meninggalkan Gereja (Fr. John Park). BITA IV juga dilengkapi dengan mendengarkan kisah para Uskup yang bergumul dengan Orang Muda (Mgr. Martinus Situmorang), Media Massa dan Orang Muda (Mgr. Antonio L. Tagle), Orang Muda dan Agama (Mgr. Silvio). Sekali saja, para peserta diminta untuk masuk dalam kelompok dan bertukar pandangan mengenai tema Seminar-Lokakarya ini. Dari pembicaraan dan refleksi bersama, para peserta dapat menarik benang merah pemikiran berikut ini:
There is a need to promote faith education either at schools or at parish level; We need to provide an Asian spirituality; Learning and living together (UNESCO); There is a lack of support system within the family; Fundamentalistic and relativistic trends are also within the Catholic Church; Formation of young people also depends on forming the clergy who can inspire them; We need to listen to the youth.
BITA IV de facto menjadi medan on-going formation (bina lanjut) bagi para peserta.
Akhirnya, tiga butir kesimpulan berkenaan dengan BITA IV adalah: Perlunya peningkatan formasio kateketik yang sesuai dengan bahasa dan kondisi orang muda; perlu mengembangkan spiritualitas di lingkungan kaum muda (antara lain memberikan teladan); dan perlu menegakkan prinsip pendampingan (mendengarkan) terhadap kaum muda.
Melaui BITA ini para Uskup menyegarkan formasio teologis mereka dan menjauhkan mereka dari penanganan hal-hal yang serba praktis-administratif.
Meskipun sangat disayangkan, tetapi sedikit-banyak dapat dimengerti mengapa para petugas pastoral tidak meluangkan waktu untuk membaca, melakukan personal on-going formation.
Para peserta BITA IV memiliki kesan sangat kuat, bahwa acara yang berlangsung dari tanggal 23-27 April ini dapat memotivasi dan memberikan ilham segar bagi para pelayan yang bergerak di lingkup Gereja yang mendunia ini. Kaum Muda harus disapa, dilibatkan, didengarkan oleh para pelayan umat dalam rangka berjalan bersama mencapai tujuan bersama! (Eddy K, OFM)

Sdr. Eddy bersama misionaris OFM di Thailand

Pembangunan rumah pendidikan OFM di Thailand

Sdr. Eddy bersama misionaris OFM di Thailand

Sdr. Eddy bersama misionaris OFM di Thailand
Salam ekstra hangat untuk para misionaris ofm di Thailand, terutama Sdr. Goris, Sdr Tarja, Sdr Damai.
Salut untuk kerja keras dan kerja cerdas Sdr Eddy Kristiyanto ini. Terima kasih pula untuk sharing yang bermanfaat ini. salam. Frumen OFM
Foto-foto saya (Eddy Kristiyanto) dengan para Saudara OFM Indonesia di Thailand diambil setelah acara BITA IV dan “annual meeting” OTC-FABC berakhir. Sdr FX Sutarjo saya minta untuk menjemput saya di Baan Phu Waan, Pastoral Training Center of the Archdiocese of Bangkok, Sam Phran. Para Saudara Muda (5 orang) yang didampingi Sdr Sutarjo untuk beberapa waktu lamanya sedang tidak ada di Sam Phran untuk macam-macam kegiatan. Itulah sebabnya, Sdr Sutarjo dengan leluasa dapat menjemput dan membawa saya ke Bangkok. Di Ibukota Thai ini, Sdr Y Damai Wasono menanti setelah seluruh pagi (28 April) mendampingi OFS, yang berkumpul secara berkala. Senja setelah kami mandi, kami pergi ke Pecinan (Chinatown) bersama anggota OFS (seorang ibu yang berbaju biru. Lihat dalam foto). Kami menyantap kwee tiau ala Bangkok. Porsi tidak banyak, namun berasa “mak nyus” dan “enak tenan”. Salam. Eddy Kris OFM