Pesta Orang Kudus Ordo Fransiskan

[tab name=’Berita’]

Pada 29 November 1223, Paus Honorius III mengesahkan Anggaran Dasar Ordo Saudara-Saudara Dina, yang pada 1209 sudah disahkan secara lisan oleh pendahulunya Paus Inocensius. Karena itu, tanggal ini dipilih untuk mengenang semua orang kudus dari keluarga besar Fransiskan, baik itu dari ordo pertama, ordo kedua, maupun ordo ketiga sekular dan regular. Peringatan orang kudus fransiskan sengaja disesuaikan dengan peringatan pengesahan Anggaran Dasar Ordo Saudara-Saudara Dina karena disadari bahwa melalui Anggaran Dasar itu, para saudara dan saudari fransiskan mampu mengikuti kesempurnaan Kristus yang miskin dan tersalib.

Keluarga besar Fransiskan Jakarta (Kanesta) merayakan pesta semua orang kudus Fransiskan pada, Kamis 29/11, di Aula Paroki Hati Kudus Kramat, Jakarta Pusat. Acara ini dimulai sekitar pukul 16.00 WIB. Tema yang diangkat Kanesta sebagai bahan refleksi bersama adalah Dari Dialog Menuju Kekudusan Sosial. Hadir sebagai pembicara dalam seminar adalah Romo BS Mardiadmaja, SJ, Guru Besar pada Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta dan Bapak Robert MZ Lawang, Guru besar emeritus Universitas Indonesia, Depok.

Romo Mardi berbicara tentang Paus Yohanes Paulus II sebagai contoh pribadi yang terbuka bagi semua orang dan peka terhadap masalah-masalah sosial. “Paus Yohanes Paulus II adalah pribadi yang terbuka dan mau bersaudara dengan siapa saja. Namun, ia tidak hanya terbatas pada usaha untuk men-saudara-i orang lain. Lebih dari itu, ia berusaha men-saudara-kan mereka yang bermusuhan dan terpecah-belah” tegas dosen mata kuliah….pada STF Driyarkara. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan banyak ensiklik yang berusaha untuk menyembuhkan penyakit-penyakit sosial saat itu, di antaranya Cantesimus Annus dan Sollicitudo Rei Socialis. Selain itu, hal yang paling mengesankan dalam usahanya untuk menciptakan perdamaian dunia adalah pertemuan para pemimpin agama-agama di Asisi pada 27 Oktober 1986.

Sementara itu, Robert M.Z. Lawang—teman angkatan Sdr. Aedigius Ngarut, OFM pada mazhab Cicurug School—membagikan pengalamannya mengenai usaha membangun desa. Ia mensharingkan usahanya untuk membangun sebuah desa di Narang, Manggarai, NTT dengan metode Sepuluh Persen. Metode ini mengacu pada sisa partisipasi individu dan komunitas yang bertahan dari awal hingga akhir dari perjalanan sebuah organisasi. “Kalau kalian ingin membangun sebuah organisasi yang berjumlah seratus orang, kalian harus mampu “mengikat” sepuluh orang (10%) sebagai orang kepercayaan. Kalau jumlah anggotanya sepuluh orang, kalian harus mampu “mengikat” satu orang (10%) sebagai orang kepercayaan” jelas bapak Robert yang sekarang sedang mengembangkan usaha listrik mikro hidro untuk memenuhi kebutuhan listrik orang-orang Rotok, Narang, Manggarai, NTT.

Pesta orang kudus ordo serafin yang diselenggarakan oleh Kanesta berpuncak pada perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Sdr. Frumens Gions, OFM. Dalam khotbahnya, Sdr. Frumens menjelaskan bahaya yang harus dihindari dalam memahami dan menghayati kesucian sosial: Pertama, Penekanan yang berlebihan pada kesucian sosial dapat membahayakan relasi personal dengan Allah dan anggota komunitas. Misalnya, ada orang yang sangat aktif di luar (dunia komunitas), tetapi alergi dengan acara-acara harian komunitas, seperti doa bersama dan ekaristi. Kedua, Skisofernia. Ada bahaya orang menghayati kepribadian ganda, di mana keduanya saling bertentangan satu sama lain. Ketiga, Legalisme. Ada bahaya orang terlalu kaku dengan aturan-aturan yang diwajibkan untuk dijalankan. Pokoknya hanya aturan. Di luar itu tidak ada alasan untuk melakukan sesuatu. Selanjutnya, dosen teologi moral pada STF Driyarkara ini mengingatkan bahwa kita bukan “calo” kerajaan Allah. Kita adalah pelaksana dan pelaku kerajaan Allah.

Kontributor : Sdr. Faris Jebada, OFM[/tab][tab name=’Foto-foto’]

[/tab][end_tabset]

Tinggalkan Komentar