Rumah Singgah Kembali Kebagian

Banjir di rumah singgah

Banjir di rumah singgah

“Dulu, sekitar lima tahun lalu, kita kebanjiran juga Frat. Saat itu, pasien diungsikan ke JPIC. Selama empat bulan mereka tinggal di sana!” kenang ibu Teres di tengah kesibukannya menyelamatkan barang-barang dari jangkauan air yang menggenang di Rumah Singgah Kesehatan St. Antonius Padua. Jln. Tanah Tinggi II No. 7B, Johar Baru, Jakarta Pusat, Kamis 17/1/2013.

Kini, bencana besar dalam siklus lima tahunan itu kembali hadir. Rumah Singgah (selanjutnya RS) pun turut kebagian. Rumah Singgah adalah karya karitatif Persaudaraan OFM Indonesia di bidang kesehatan. Karya ini ditujukan untuk orang-orang kecil di Jakarta yang membutuhkan pelayanan medis. Frater Fransiskan di Jakarta yang sedang studi teologi dan filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, dipercayakan untuk mengurus karya ini.

Kini para frater itu kembali disibukkan oleh naas yang cukup akrab dengan warga Jakarta, banjir. Banjir kali ini melanda nyaris merata di seantero Jakarta. Bagi ibu Teres yang setiap hari melayani pasien RS, banjir kali ini cukup dasyat. “Dulu tidak terlalu seperti ini, Fra!”
Hujan yang mengguyur sejak semalaman memang mulai reda pada pukul 09.00. Namun justru di saat itu, air dalam debit yang tak tertampung kapasitas selokan dan saluran irigasi yang tersedia meluber ke jalanan dan menggenangi rumah-rumah warga. Banjir menghajar, meminjam istilah Seno Gumira Ajidarma, homo Jakartensis.

Di RS Air menggenang sekitar 50-60 sentimeter. Semua ruangan terisi air kecuali bagian yang serata jalan, yaitu ruangan isolasi, dulu garasi. Namun titisan air dari atap yang bolong membuat lantai ruangan ini tidak kering seperti seharusnya.

Tanggap Darurat

Menanggai kondisi ini, Frater-frater dari Biara Fransiskus di Jalan Kramat dan yang dari Biara St. Antonius Padua, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, segera mengambil tindakan. Mereka bergegas menuju rumah singgah. Ada yang datang dengan sepedanya. Frater dari biara Fransiskus memilih berjalan kaki.

Sampai di RS, yang pertama-tama dilakukan ialah menyelamatkan barang-barang dari jangkauan air. Meja yang ada lantas dipenuhi tumpukan barang. Demikian pula kasur para pasien dipindahkan ke bagian yang aman.

Di saat yang sama saudara yang lain menghubungi Sdr. Andre Bisa, Koordinator RS dari JPIC yang saaat itu sedang di ruangan kerjanya di JPIC. Pembicaraan dengan saudara Andre berakhir dengan kesepakatan yang baik. Pasien segera dievakuasi ke JPIC. Ada satu ruangan yang akan digunakan dengan kapasitas mampu menampung enem pasien RS.

Pukul 11.00 pasukan frater-frater memindahkan barang-barang yang diperlukan selama masa evakuasi yang juga belum bisa dipastikan lamanya. Oma Since (78) dan pa Edi (45) yang tidak kuat berjalan sendiri, dibantu dengan kursi roda. Oma Iren (60) yang masih agak kuat dituntun. Dalam kondisi itu, Oma Since masih sempat-sempat juga melambaikan tangan untuk orang-orang yang dilihatnya sepanjang jalan dari RS menuju JPIC. ”Daahh……!”

Sejam kemudian, pasien sudah diungsikan semuanya. Namun belum ada yang bisa dilakukan dengan kolam dadakan dalam rumah yang berkilau ditimpa cahaya listrk. Beberapa saudara muda kembali ke biara untuk makan siang.

Masih bertahan di Rumah Singgah, Opa David (63), salah satu penghuni RS, ditemani Johnny Dohut, salah satu pelayan RS, duduk sambil cerita-cerita. “Harus ada orang di sini frater! Sebab ada orang yang justru mau memanfaatkan kesempatan seperti ini untuk, stttt mencuri” ujarnya separoh berbisik. Johnny kelihatan mengangguk, setuju dengan yang dikatakan.

Mereka yang Sungguh Peduli

Kabar buruk ini rupanya tercium juga oleh Saudara Theo Beta. Pada pukul 14.00 ia datang dengan sepeda federalnya, mengenakan mantel loreng serta caping pak tani menudungi kepalanya. Kehadiran saudara ini sungguh luar biasa. Ia kemudian yang mencoba menghubungi Saudara Trimur di Panti Asuhan Vincentius untuk meminjam mesin penyedot air. Namun usaha itu gagal. Theo lalu menghubungi Bastian yang kemudian datang, pukul 17.30 dengan mesin yang digunakan untuk sirkulasi air di akuarium.

Meskipun tidak terlalu kuat daya tolaknya, kahadiran mesin itu cukup membantu. Selang untuk pembuangan dipasang pada salah satu lubang yang tersedia. Air lantas mengalir namun tidak begitu deras. Sepuluh menit kemudian genangan air di ruang tamu, yang lantainya agak tinggi kurang lebih 8 cm, mulai surut. Namun masih terhampar genangan setinggi 10 cm di ruang tengah hingga di kamar-kamar pasien di ujung belakang.

Pukul 18.30 Dokter Linda, relawan RS, datang. Diamatinya genangan air yang masih eksis itu. Mesin sederhana yang beroperasi itu juga ditatapnya. Rupanya ia prihatin. Kemudian ia menghubungi kenalannya untuk meminjamkan mesim pompa air yang baru saja digunakan di salah satu rumah warga yang juga kebanjiran.

Lima belas menit kemudian, alat itu diantar ke RS. Mesin dihidupkan, selang pembuangan berwarna hijau diarahkan langsung ke saluran drainase yang melintang di depan rumah singgah. Mesin yang sangat efektif ini beroperasi hingga pukul 21.15. Genangan air berhasil disedot.

Masih tersisa genangan di sudut-sudut ruangan. Namun itu rupanya dapat dikerjakan secara Manual. Beberapa saudara terlibat aktif untuk itu. Saudara Eman, Asep, Fery, Gesu, Yornes, dan Iwan tampak gesit membereskan sisa air bersama kotoran yang terserak di sana-sini.

Ruangan baru tampak bersih sekitar pukul 22.00. Saking lelahnya, malam itu, Saudara Fery Kurniawan tertidur di Sofa di kamar tamu RS, dan baru pulang ke Biara pukul 02.00. Saudara ini menolak ajakan Saudara Johnny Dohut untuk bermalam di Rumah Singgah hingga pagi.”Soalnya saya belum izin dan besok saya ada bimbingan dengan dosen pembimbing akademik” demikian ujarnya. Malam itu ia kembali ke Cempaka Putih dengan mengendarai sepeda ontelnya.

Saat itu hujan kembali reda. Dalam hati saudara Johnny bergumam, semoga tidak kebanjiran lagi! Terima kasih untukmu saudara dan saudari yang telah menunjukkan kepedulian nan luar biasa! Teriring doa dari kami, kerabat kerja dan pasien Rumah Singgah Kesehatan St. Antonius Padua. Pace e Bene!

Kontributor: Sdr. Johnny Dohut, OFM

4 Comments

  • Dear Ordo Fratrum Minorum Indonesia ,

    Saya mencoba kirim pesan ke inbox OFMI, tapi tidak bisa masuk entah kenapa. terpaksa saya kirim melalui komen disini.

    Saya punya teman beragama katolik (50 tahun) domisili di Bali, dia sudah jadi seorang duda karena istrinya meninggal, dia punya 2 orang anak sudah dewasa, sudah bekerja dan sudah menikah semua, teman saya itu tidak ingin menikah lagi, dia ingin menghabiskan sisa hidupnya dengan menjadi seorang Imam.
    Bisakah dia diterima menjadi Pastor ?? Bila bisa, apa yg harus dia lakukan.

    Thank You. Tuhan Jesus Memberkati.

  • Kekurangan bukanlah halangan untuk berbagi dengan sesama yang senasib.
    Lakukanlah apa yang semampu kita, sisanya akan dilengkapi oleh Tuhan.
    Mari kita mulai lagi sebab sampai saat ini kita belum berbuat apa-apa,
    kata sang serafin dari Assis.

Tinggalkan Komentar