Satu Jam Bersama Jakob Oetama

[Index Berita]

sejam-bersama-jacob-utSenin (20/02/2012) para pengurus harian persaudaraan fransiskan: Sdr. Adrianus Sunarko, Sdr. Laurens Tueng, Sdr. Mateus Batubara dan Sdr. Anton Widarto mendapat kesempatan untuk beraudiensi dengan Bapak Jakob Oetama di ruang kerjanya di Jalan Palmerah Selatan.

Tepat pukul 09.00 WIB, Bapak Jakob Oetama didampingi Pemimpin Redaksi Rikard Bagun dan Wakil Pemimpin Umum Kompas, Stanislaus Sularto menerima para pengurus harian persaudaraan di ruang kerjanya. Sdr. Adrianus Sunarko mengawali pembicaraan dengan memperkenalkan satu per satu para pengurus harian persaudaraan. Sesudah perkenalan Bapak Jakob Oetama langsung memotong pembicaraan dengan berceritera tentang pengalaman kedekatannya bersama para fransiskan terdahulu.

Sambil tertawa beliau mengatakan kalau ia dulu sebenarnya berminat ”menjadi fransiskan”. Perkenalannya dengan fransiskan dimulai ketika ia mulai mengajar sebagai guru di SMP Mardiyuwana, Cipanas, Jawa Barat. Sejumlah nama-nama fransiskan terdahulu yang melintas dipikirannya mulai ia sebut seperti: Mgr. Geise, Pater Oudejans dan Pater Wahyo Sudibyo. Ia juga mengatakan bahwa ia pernah tinggal di Kramat Raya di samping Panti Asuhan Vincentius Putera ketika ia bertugas sebagai sekretaris redaksi Penabur. Pater J.W. Oudejans OFM lah yang mengubah arah hidup Bapak Jakob Oetama untuk menjadi seorang wartawan dengan mengatakan kepadanya, ”Jakob, guru sudah banyak, wartawan tidak”.

Ketika Bapak Jokob selesai ber-sharing tentang pengalaman kedekatannya dengan para fransiskan terdahulu, Sdr. Adrianus mulai menyampaikan tujuan kedatangan para pengurus harian fransiskan yaitu dalam rangka minta bantuan untuk pembangunan biara kampung ambon dan penggalangan dana untuk biaya pendidikan para saudara muda fransiskan. Sdr. Laurens seolah-olah tak sabar untuk angkat bicara, ia pun mulai menggambarkan secara rinci segala yang berkaitan dengan mamon dengan gaya khasnya yang sedikit penuh lelucon.

Proposal pembangunan biara kampung ambon dan penggalangan dana untuk biaya pendidikan para saudara muda fransiskan tidak ketinggalan untuk diserahkan kepada Bapak Jokob Oetama. Menanggapi tujuan kedatangan para pengurus harian fransiskan, Bapak Jakob Oetama menjanjikan akan turut membantu sesuai kemampuan yang ada. Kurang lebih sekitar satu jam berbincang-bincang di ruang yang agak nyaman para pengurus harian fransiskan pun pamitan. Ketika hendak melangkah meninggalkan ruang kerjanya, Bapak Jakob menyerahkan 4 eksemplar buku ”Syukur Tiada Akhir” jejak langkah Jakob Oetama kepada para pengurus harian fransiskan.

Kontributor: Mateus Batubara OFM

5 Comments

  • Sdr. Alfons, terimakasih untuk dukungan dan harapannya. Saya dalam keadaan baik, sehat. Puji Tuhan, semester 1 sudah bisa terlewati dengan hasil evaluasi lumayan (paling tidak bukan nilai belaskasihan hehehe). Salam untuk para saudara di Puncak dan para saudari klaris.

  • Sdr Oki, tunggu saja. Hari-hari ini diharapkan akan muncul. Foto-foto sudah saya kirimkan kepada Sekretaris Provinsi, Sdr. Mateus. Tidak begitu bagus, karena foto-foto itu saya ambil dari tempat duduk, dan pakai kamera saku. Lumayanlah.
    Apa kabar? Semoga bisa tamat pd waktunya.
    Salam
    Alfons OFM

  • Dua batik diujung kanan dan di ujung kiri mantap nian hehehe tetap bersemangat dalam pelayanan…ditunggu juga berita tentang tahbisan diakon dan event lainnya… sdr oki

  • Sdr dan sdriku semua,
    Membaca berita ini, hati saya kok menjadi lebih hangat lagi, kenangan masa lalu mendorong supaya saya menghayati kefransiskananku dgn lebih hangat dan bersemangat lagi.
    Saya mendengar langsung dari mulut Mgr. Ign. Harsono Pr alm. Bp. Jakob Oetama ini memang nyaris masuk fransiskan. Pasalnya? Sekali lagi menurut Mgr. Harsono: “tetapi dia telah mengingkari janji”, kata Mgr. Bukan janji kpd Tuhan, melainkan kpd mas Harsono (sebelum masuk calon imam Praja Pref. Sukabumi (waktu itu!). Mereka berdua kan sahabat karib. Keduanya berniat menjadi religius: Jakob akan menjadi fransiskan dan Harsono menjadi praja. Tempat pendidikannya adalah di Biara Padua Cicurug (di samping kompleks gereja/pastoran sekarang; yg sudah nampak terbengkelai!). Mereka sudah saling berjanji untuk tiba di Cicurug pada hari, tanggal, tahun tertentu, dari tempat pemberangkatan yg berbeda di Jateng. Pada hari dan tanggal yg sdh disepakati bersama itu, tibalah mas Harsono di biara Padua, Cicurug. Ditunggu-tunggu sampai malam si Jakob ini tidak muncul. Hari-hari dan minggu-minggu berikutnya, sampai bulan-bulan dan tahun-tahun berikutnya, si Jakob ini tidak muncul. Romo Harsono tulis surat kpdnya menanyakan dasar dan alasannya tidak datang. “Gak jadi kok!” jawab si Jakob. “Semprul kowe!” jawab Harsono.
    Demikian tukilan pendek. Jakob memang tidak jadi fransiskan, tetapi tetap dekat dgn para fransiskan (spt kesaksiannya sendiri di atas), dan menebarkan warta gembira, kabar baik kpd begitu banyak orang melalui Kompas, Gramedia dan segala macam koran dan majalah yg diterbitkan oleh kelompok Kompas/Gramedia. pak Jakob adalah BAPAK dari keluarga yg sedemikian besar dan bertenaga istimewa itu!
    Tahukah sdr, bahwa Bpk Rikard Bagun pun sempat mengalami pendidikan fransiskan, frater, dan meninggalkan OFM untuk menapaki jalan panggilan lain pada saat menjelang kaul kekal.
    Kita doakan bersama karya mereka yg menakjubkan itu.
    Alfons S. Suhardi OFM.

Tinggalkan Komentar