Masalah tanah di Papua memang sering biking pusing kepala kalau tidak tahu cara mengatasinya. Tanah Gereja yang sudah bertahun-tahun ditempati bisa saja satu kali akan digugat oleh “pemiliknya”. Hal yang sama pernah dialami Sdr. Ferdinand dan Sdr. Eugenio ketika bertugas di Wamena. Satu kali datang rombongan masyarakat yang mau gugat tanah di Sinapup. Mereka tuntut Gereja harus bayar 1M per hektar.
Cerdik bagaikan ular dan tulus bagaikan merpati, kedua saudara ini undang kepala kampung dan beberapa tokoh lain yang tahu masalah. Kepala kampung yang memang orang setempat, sambil mengutip sabda Yesus berkata, “Seperti kata Yesus, ‘yang sudah diberikan kepada Allah, menjadi hak Allah!’ Kamu punya nenek moyang dulu sudah serahkan tanah ini untuk Gereja. Jadi sudah menjadi milik Allah to!” Maka gugurlah alasan mereka. Tetapi para penuntut tidak kehilangan akal. Mereka gunakan alasan “Katanya Gereja kasih tanah itu kepada orang Islam”. Tetapi alasan ini pun bisa dipatahkan. Akan tetapi ketika mereka mulai tuntut jumlah angka besar tersebut, Sdr. Ferdinand jawab, “Oke baik, nanti saya akan bayar, tetapi karena pastor dorang mereka ini tidak punya uang, dan uangnya ada di saku kamu-kamu, di kerbau-kerbau yang ada di kampung, besok Minggu akan saya umumkan supaya semua itu dikumpulkan lalu kami akan bayarkan kepada kalian!”
Maka mereka jawab, “Kalau begitu Pater, kasih kami 500j saja!” Tetapi Sdr. Ferdinand mengulangi jawaban yang sama. Maka mereka turunkan tuntutan menjadi 250j. Dengan keras kepala, Sdr. Ferdi tidak mau mengalah, “Besok Minggu akan saya umumkan di Gereja!”. Maka tuntutan turun lagi sampai akhirnya para ‘pengunjuk rasa itu bilang, “Kalau begitu Pater, cukup kasih kami 100 Ribu Rupiah saja!”. Tetapi kecerdikan dan kesabaran Sdr. Ferdi rupanya sudah teruji. Ia tanggapi dengan jawaban yang sama. Sampai akhirnya masyarakat berkata, “Baik sudah Pater, kalau begitu yang sudah dikasih nenek moyang kami, biar sudah, menjadi milik Allah. Asal jangan dikasih pada orang Islam!”.
Tidak mau terulang peristiwa yang sama di lain waktu, Sdr. Ferdi mengajak semua yang hadir membuat perjanjian hitam di atas putih, yang ditandatangani oleh semua yang hadir. Maka selesailah perkara yang mengingatkan saya pada peristiwa tawar menawa yang dibuat Nabi Abraham dengan Allah atas kota Sodom!
(diceriterakan kembali atas tuturan Sdr. Eugenio di sela-sela Retret di Maubara, Timor Lorosae)
Tinggalkan Komentar