“A kiss without mustache is like an egg without salt!”, kata orang Spanyol yang terkenal dengan kumis laki-lakinya.
Berbicara tentang kumis ini, Sdr. Lambert Nita pernah punya pengalaman menarik ketika sedang belajar bahasa Inggeris di negeri “dangdut” India.Satu kali ia pergi kunjungi salah satu biara suster yang masih termasuk keluarga fransiskan di negerinya Mahatma Gandi itu. Dengan keyakinan penuh dan harapan berbunga-bunga akan disambut oleh para suster dengan kerahamahan yang sama dengan suster-suster fransiskanes di Indonesia kalau menyambut saudaranya dari Ordo I, Saudara kita yang kumisnya sempat membuat haru biru kaum hawa Malang ini mengetuk pintu biara. Lain dari yang diharapkan. Tidak ada senyuman suster di pintu, apalagi ketawa-ketiwi. Yang ada hanyalah satu wajah yang tersembul dengan sorot mata curiga karena ada seorang pemuda berkumis berdiri di depan biara sambil tersenyum-senyum lagi.
Untunglah saudara kita ini selalu pakai itu TAU sehingga suster itu lalu bertanya, “Are you Franciscan?”, masih dengan nada curiga. Tentu saja Saudara kita ini dengan senyum terkembang menjawab dengan penuh keyakinan, “Yes, I am Franciscan! from Indonesia”. Maka suster itu tak ragu lagi kalau si kumis tebal itu Fransiskan. Baru setelah mereka masuk menjadi jelas untuk Saudara Kumis Tebal ini bahwa di India tidak lazim seorang biarawan pelihara hanya kumis saja. Yang lazim bagi seorang biarawan ialah memelihara kumis sekaligus jenggot/janggut atau sama sekali tidak pelihara semua-semuanya itu. Yang pelihara hanya kumis itu ya awam saja. Pantas saja suster-suster itu curiga. Barangkali mereka mengira Saudara kita ini seorang pemuda yang mau ganggu-ganggu suster saja. (Diceritakan kembali dari kisah Sdr. Lambert Nita sendiri).
Tinggalkan Komentar