Menjadi Fransiskan di Era Millenial

Pada peringatan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke-54, Bapa Suci Paus Fransiskus mengajak umat Kristiani di dunia untuk memberi perhatian pada cerita. Bapa Suci mengambil tema “Hid­up Menjadi Cerita: Menjahit Kembali Yang Pu­tus dan Terbelah.” Paus mengatakan demikian, “Saya ingin mengkhususkan pesan tahun ini pada tema “Cerita”. Karena saya yakin, kita per­lu menghirup kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak tersesat. ltulah cerita yang membangun, bukan menghancurkan; cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama.

Di tengah-tengah hiruk-pikuk suara dan pesan membingungkan, kita butuh cerita ma­nusiawi yang bicara tentang diri sendiri dan segala keindahan di sekitar. Cerita yang mam­pu memandang dunia dan peristiwa dengan penuh kelembutan. Yang bisa menceritakan, kita bagian dari permadani hidup dan saling terhubung. Cerita yang mengungkapkan jali­nan benang yang menghubungkan kita satu sama lain.”

Kumpulan berbagai tulisan dalam buku ini merupakan salah satu cara ke-13 orang muda yang sedang meniti jalan panggilan se­bagai biarawan Fransiskan, mengisahkan apa yang menjadi pengalaman dan pergulatan mereka selama menjalani masa postulan. lnilah cara mereka berbagi cerita kepada saudara/i atau siapa saja yang tertarik mendengar kisah mereka. Mereka memilih tema “Menjadi Fran­siskan di Era Milenial” yang merangkum semua pergumulan yang dialami selama menjalani proses awal dalam pembinaan menjadi seo­rang Fransiskan.

Mari kita simak di tautan berikut ini:

4 Comments

  • Ini majalah yg dikeluarkan oleh para Postulan. Generasi sekarang ini memang hebat betul. Saya hanya membatin, waktu saya novis, 59 tahun yg lalu, apakah saya/kami bisa menulis seperti ini? (Penerbitan pasti tidak bisa, karena waktu itu belum ada apa-apa. Nyaris). “Belum bisa”, jawabku singkat.
    Saya terus membuka-buka halaman demi halaman. Bagus. Entah mengapa, saya berhenti pd hlm 46-47 (saya buka pake laptop, shg bisa buka dua hlm sekaligus). Aku baca dua kolom terakhir: di sini kutemukan kembali kelemahan generasi milenial: kurangnya ketelitian. Dalam dua kolom ini terdapat sepuluhan salah cetak, bahkan ada perkataan yg diulang dua kali berurutan, yg satu kurang satu huruf. Pesan saya: sblm diunggah (ke percetakan, ke medsos) hendaknya dikoreksi terlebih dahulu, supaya kesalahan ketik atau salah cetak bisa dikurangi menjadi minimum.
    Sekali lagi, penampilan umum bagus, isi saya blm tahu krn belum baca; salah cetak, salah eja dlm dua kolom itu terlalu banyak.
    Maju terus, pantang menyerah tapi terus memperbaiki diri. Selamat menginjak ke jenjang pendidikan fransiskan yg berikutnya. Jangan takut menulis, latih terus sehingga bisa menjadi penulis yang baik: bernas berisi (kalau bisa tanpa salah cetak!). Salam.

    • Terima kasih Pater Alfons, atas ketelitian, masukan dan support agar Saudara-saudara Milineal ini tetap maju.

Tinggalkan Komentar