Menjadi Player, bukan Objek

Jakarta, OFM ―  Mengisi waktu liburan Hari Waisak (23/05/2024), para Saudara Tua di empat gardianat di Jakarta mengadakan studi bersama dengan tema “Fraternitas dan Minoritas di Dunia Digital.” Turut hadir para Saudara Muda komunitas St. Fransiskus, Kramat. Kegiatan studi bersama ini diinisiasi  DPS sebagai perwujudan amanat Kapitel 2022. Kapitel 2022 merekomendasikan kepada DPS untuk mengadakan kegiatan pembekalan atau animasi perihal kehadiran para Fransiskan dalam dunia digital. Hadir sebagai pembicara, Bapak Antonius Djunaedi dan Sdr. Agustinus L. Nggame OFM.

Acara studi bersama dimulai pada pukul 09.30 WIB. Selaku ketua panitia acara,  Sdr. Stanislaus Suharyanto OFM, pelayan Gardianat Assisi, menjelaskan dalam sambutannya bahwa tujuan studi bersama bukan hanya untuk kepuasan intelektual, tetapi juga berefek pada tindakan praktis di mana para Saudara Dina dapat bijak memanfaatkan teknologi digital.

Para Saudara Dina sedang menyimak penyampaian materi oleh kedua narasumber.

Dipandu oleh Sdr. Stefan Nampung OFM, studi bersama dibagi dalam tiga sesi. Pertama, pemaparan materi oleh Bapak Anton. Kedua, refleksi spiritualitas Fransiskan dalam dunia digital oleh Sdr. Gusti. Ketiga, sesi diskusi dan sharing pengalaman. Dalam materinya yang berjudul “Fraternitas dan Minoritas di Dunia Digital,” Bapak Anton menyoroti lima implikasi negatif penggunaan teknologi digital, yaitu relasi fisik antara pribadi menjadi renggang karena prioritas relasi virtual, kebutuhan akan penghargaan yang nampak dalam fenomena flexing, kebutuhan akan cinta palsu yang ditandai hasrat memperoleh like dalam unggahan di media sosial, pola hidup instan, serta terjebak dalam budaya materialisme dan gaya hidup hedonis akibat sikap FOMO (Fear of Missing Out).

Selain itu, beliau juga menyampaikan peringatan akan bahaya candu media sosial serta masifnya berita hoax. “Apakah teknologi itu berkat atau kutuk?” tanya beliau kepada para peserta. Dalam konteks kehadiran Fransiskan di dunia digital beliau menambahkan, “kita mesti menjadi player, bukan objek dari perkembangan teknologi.” Kehadiran para Fransiskan dalam dunia digital  tidak bersifat pasif tetapi secara bijak dan aktif memproduksi dan menyebarkan konten-konten positif.

Merekam materi presentasi tentang duna digital dalam cara konvensional.

Sdr. Gusti menghadirkan refleksi kekinian perihal kehadiran para Fransiskan dalam dunia digital. Terdapat enam poin yang disampaikan dalam refleksinya. Pertama, teknologi, dalam rupa media sosial, merupakan sarana membangun persaudaraan universal. Para saudara, sebagai capax Dei (citra Allah), dapat menggunakan teknologi untuk menjalin komunikasi tanpa dibatasi oleh jarak geografis. Kedua, teknologi sebagai locus penginjilan baru. Pemanfaatan teknologi audio-visual bisa menjadi cara baru diseminasi Injil. Ketiga, penggunaan teknologi perlu disertai dengan semangat pelepasan diri yang sehat. Para Saudara tidak perlu mematikan koneksi, membentengi diri, atau bahkan anti terhadap teknologi, tetapi perlu bijak dan kreatif dalam pemakaiannya.

Keempat, penggunaan teknologi perlu diresapi dengan sikap pertobatan. Para Saudara perlu memupuk motivasi yang murni dan bersikap waspada dalam pemanfaatan teknologi sehingga tidak terjerumus pada jurang dosa. Kelima, inkarnasi diri secara korporal. Kehadiran secara virtual tidak menihilkan kehadiran fisik. Ini merupakan tanggapan konkret dari inkarnasi Kristus. Keenam, teknologi mesti menjadi arena kehadiran profetik dan kreatif. Para saudara tidak menjadi konsumen naif dan tanpa kompromi terhadap pelbagai konten yang berseliweran di media sosial tetapi menjadi pelaku yang menginjeksikan nilai-nilai spiritual dan humanistik di dalamnya. Pada bagian akhir presentasinya, Sdr. Gusti menyuguhkan pertanyaan reflektif, “apakah teknologi digital digunakan untuk kepentingan korporal atau justru untuk mempromosikan nilai-nilai kemanusiaan? ”

Sdr. Iki Santrio OFM dan Sdr. Andre Atawolo OFM menyimak konten yang ada pada gawai. Media sosial hendaknya merekatkan bukan memisahkan.

Selepas penyajian materi dari para narasumber, acara berlanjut dengan sharing dan diskusi bersama. Kurang lebih selama 45 menit para saudara bertukar pikiran. Pada pukul 13.00 WIB acara berakhir. Acara ditutup dengan acara makan siang bersama dan berfoto bersama.  Di akhir acara, salah seorang Saudara Muda berkomentar lepas demikian, “Hari ini menunya komplet. Ada menu intelektual yang menerangi akal dan menu jasmani yang memberi kepuasan pada perut.”

   

      Kontributor: Sdr. Mario D. Danggur OFM

Ed.: Sdr. Rio OFM

Tinggalkan Komentar