Dewasa ini, di berbagai belahan dunia, dapat kita temukan orang-orang dengan berkebutuhan khusus, tidak terkecuali juga dalam masyarakat di sekitar kita. Umat Berkebutuhan Khusus (UBK) atau Kaum Disabilitas merupakan orang-orang yang pada dasarnya membutuhkan bantuan kita. Namun terkadang kita menyelepekan kehidupan mereka, membiarkan mereka dan tidak jarang kita menjadikan mereka objek untuk kepentingan kita. Melihat kondisi yang yang dialami ini, maka bersama TIM KOMPAK (Kumpulan Orang Mau Pelajari Ajaran Kristus), Komunitas NOSTRADE (Novisiat Transitus Depok) mengkhususkan waktu dua hari untuk secara bersama mengenali disabilitas. “Kegiatan ini bertujuan agar para frater belajar dan menyiapkan diri untuk memahami dunia dan sesama” tandas Ketua KOMPAK. “Serta pada akhirnya dapat menjadi pelopor dan penggerak untuk membantu sesama saudara yang berkebutuhan khusus”, lanjutnya.
Dalam pengantar kegiatan, Pater Oki menyebutkan bahwa kegiatan ini juga merupakan tindak lanjut dari keputusan Kapitel Provinsi 2019 No. 6.1.3 tentang Pastoral Umat Berkebutuhan Khusus. “Dengan demikian para saudara novis mendapatkan bekal untuk akhirnya dapat melayani kaum disabilitas”, demikian beliau berharap.
Tim KOMPAK yang bermotto “menjadi terang bagi dunia” ini terbentuk dari rasa solider terhadap mereka yang berkebutuhan khusus dan sudah bergerak di daerah Jawa khususnya Jakarta dan Bogor. Mereka melayani kaum disabilitas dan ingin merasakan derita yang dialami oleh UBK dan pada akhirnya dapat membawa cahaya bagi mereka.
Berikut laporan kegiatan yang dijalani Saudara-Saudara Novis bersama Tim KOMPAK.
Sabtu, 6 Maret 2021
Pada pembukaan sesi I ini, kami diajak untuk mengenali kaum disabilitas dan karakteristiknya. Terdapat berbagai jenis dan karakteristik UBK, diaantaranya, penyandang disabilitas fisik, sensorik, intelektual, dan mental. Mereka adalah orang-orang dengan penuh keterbatasan, misalnya gangguan pada fungsi tubuh, gangguan pada fungsi indera, gangguan yang menyangkut kecerdasan, dan juga gangguan pada fungsi mental. “Semua jenis penyandang ini, membutuhkan orang-orang yang mampu membantu dan melayani mereka dan kitalah orang-orang itu” ujar Tim.
Di akhir sesi kami diberikan kesempatan untuk bersimulasi. Dalam simulasi ini, kami berlatih untuk membantu UBK tuna netra. Kami dibagi berdua-dua untuk berperan sebagai tuna netra dan penolong. Kami berjalan dengan rute yang penuh tantangan seperti jalan sempit, tempat tidak rata, anak tangga, genangan dll. Setelah bersimulasi kami diberikan kesempatan untuk bersyaring. ‘Sulit menjadi orang netra’ ujar seorang saudara ketika menjalani simulasi sebagai penyandang nutanetra. Selain komentar-komentar bernada demikian, para saudara juga banyak mendapatkan pengalaman yang baru. Simulasi-simulasi ini dilakukan agar Saudara-saudara Novis mengenali dan merasakan kehidupan kaum disabilitas.
Di akhir sesi I, kami diajari berbahasa isyarat tingkat dasar. Walaupun namanya ‘tingkat dasar’ tapi Saudara-saudara Novis merasakan kesulitan dalam melakukan dan mempraktekannya.
Minggu, 7 Maret 2021
Kegiatan kami hari ini semakin seru. Kami memulai dengan tanya jawab tentang materi-materi yang telah diberikan kemarin. Terlihat wajah-wajah antusias dalam diri Saudara-saudara Novis. Semua soal dijawab habis. Setelah tanya jawab, kami kemudian diajak untuk bersimulasi tentang materi hari kemarin. Kami dibagi dalam beberapa kelompok; ada kelompok Tuna Daksa, Tuna Rungu, Tuna Netra dan kelompok Autis/Grahita. Salah seorang saudara berperan sebagai penyandang disabilitas dan yang lain berperan sebagai pendamping.
Simulasi yang dilakukan ini memakan banyak waktu. Hal ini terjadi karena masing-masing saudara mengalami kesulitan, baik yang berperan sebagai pendamping maupun sebagai penyandang disabilitas. Saudara-saudara yang berperan sebagai pendamping dituntut mempunyai jiwa pendamping yang handal agar dapat mendampingi UBK dengan baik. Selain itu, kami juga dituntut agar dapat melaksanakan simulasi dengan serius.
Masing-masing jenis disabilitas mempunyai kadar kesulitan yang berbeda-beda, tetapi hal itu tidaklah menurunkan semangat para saudara bersimulasi. Dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang tepat agar hasil yang diperoleh maksimal dan berhasil. Kegiatan simulasi berakhir dengan santap siang bersama. Setelah santap siang, Tim KOMPAK mengajari kami cara berliturgi menggunakan bahasa isyarat, khususnya doa-doa dasar (Bapa Kami dan Doa di Depan Salib).
Sebagai akhir kegiatan ini, masing-masing saudara kemudian diuji apakah telah memahami dengan benar ataukah? Memang inilah salah satu tujuan kegiatan ini. Namun, syukurlah bahwa semua saudara lulus dalam ujian kali ini.
Di pengujung kegiatan ini, saudara-saudara kemudian diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kesan, pesan dan juga saran. Banyak saudara mengungkapkan kebahagaiannya ketika mendapatkan kesempatan istimewa ini. Tidak lupa saudara-saudara juga mengharapkan kesuksesan bagi Tim dalam melaksanakan kegiatan dan pelayanannya. “Mereka adalah gambar Kristus yang tersalib” ujar salah seorang pendamping, diakhir kegiatan ini. Danke.
Sdr. Leonardo Rikardo Soba
Tinggalkan Komentar