Sdr. Jerry Ranus OFM, Magister Postulan OFM, membagikan pengalaman dan refleksi singkatnya perihal program AFFT yang diikutinya. Program ini menjadi sarana untuk membina diri sebagai Fransiskan juga menambah kapasitasnya sebagai seorang Formator.
Terhitung sejak tanggal 11 Maret 2024 sampai dengan tanggal 07 Desember 2024, saya diminta oleh persaudaraan untuk mengikuti kursus para formator Fransiskan se-Asia, Asian Franciscan Formators Training. Saya bersyukur terlibat dalam kursus ini. Selain karena banyak hal berharga yang dapat ditimba untuk membina diri sebagai formator, saya juga bisa melatih kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris. Tentu saja masih terbata-bata, tapi yang penting percaya diri tinggi. Para peserta kursus ini berasal dari Singapura (Sdr. Aiden OFM), Malaysia (Sdr. Cosmas OFM), Filipina (Sdr. Fernand OFM dan Francis OFM), Indonesia (Sdr. Jerry OFM), Vietnam (Sdr. Peter OFM), Srilangka (Sdr. Bernat OFM), dan Myanmar (Sdr. Charles OFM). Total, delapan peserta mengikuti kegiatan ini. Semuanya adalah formator di tingkat Aspiran, Postulan, dan Saudara Muda.
Kursus ini dilaksanakan dalam dua model pertemuan, yakni secara daring melalui aplikasi Zoom dan program residensi selama dua minggu di Manila dan Singapura. Ada 16 modul yang diberikan dengan berbagai tema, seperti pedagogi, psikologi, analisis media, spiritualitas dan teologi Fransiskan, Kitab Suci, Interkulturalitas dengan pemateri masing-masing tema sebagaimana tampak dalam tabel di bawah ini:
Code | Title | Trainer |
FC201 (1637MF) | Franciscan Formative Accompaniment (Practical) | Br. Albert Schmuck |
FC202 (1621MF) | Stages of Formation: Project & Programme Planning | Br. Agustinus Nggame |
FC X03 (1639MF) | Human Development & Formative Dynamics (With Generational Awareness) | Br. Gabriel Mathias |
FC X02 (1607MF) | Franciscan Vision of the Human Person | Br. Johannes Baptist Freyer |
FC X01 | Relevance of Adult Pedagogy in the Franciscan Formative Experience | Br. Agustinus Nggame & Dr Josephine Chin |
FC205 | Professional Discernment and Affective Maturity | Br. Gabriel Mathias |
FC206 (1689MF) | The “Mystery” of the Person & Vocation in the Technological World | Br. Hieronimus Dei Rupa |
FC103 (1616MF) | Consecrated Life and the Evangelical Counsels and their relevance in contemporary context (Social Media & Digital Communications) | Br. John Sekar |
FC106 (1626MF) | Spiritual Discernment in the Christian Experience of Francis and Clare of Assisi | Br. Francis Cotter |
FC101 (1625MF) | Empathic Listening in the Formative Personal Dialogue (Practical) – with counselling | Dr. Ed Caligner |
FC104 (1806SP) | Writings of Francis and Clare of Assisi | Br. Andreas Rañoa |
FC102 (1630MF) | Psychology of institutions & Group Dynamics | Dr. Ignatius Chan |
FC203 | Biblical Aspects of Consecrated Life | Br. Darko Tepert |
FC205 | Professional Standards and Safeguarding | Br. David Leary |
FC207 | Community & Ministry in Franciscan Consecrated Life (Formation, JPIC, Mission & Evangelisation, Dialogue) | Br. Constatinus Bahang + Curia Offices |
FC105 (1662MF) | Interculturality – Deepening of the Asian Context | Br. Prisco Cajes
|
Beberapa pokok refleksi mengikuti kursus ini kiranya dapat saya bagikan. Pertama, sepanjang kursus para pemateri menekankan tentang pentingnya bantuan para formator bagi para formandi dalam dalam mengolah aspek manusiawi. Tentu saja dengan pengandaian bahwa formator juga mengolah aspek manusiawi dalam dirinya, sehingga proses yang terjadi adalah pertumbuhan dan perkembangan bersama baik dari para formandi tetapi juga formatornya. Penting pula untuk menyadari bahwa aspek manusiawi inilah yang menjadi basis atau pijakan bagi pertumbuhan dua aspek yang lain, yakni aspek kristiani dan fransiskan. Dengan demikian, setiap saudara yang datang untuk mengikuti cara hidup ini tidak langsung diajak “melompat” ke manusia spiritual-kristiani tetapi diajak menyadari dan mengenal unsur-unsur manusiawi di dalam dirinya; mengakui dan memeluk kelebihan serta kerapuhannya sebagai manusia. Lantas, penting bagi para formator untuk mengetahui kondisi-kondisi situasional yang membentuk kepribadian para formandi, baik itu latar belakang keluarga, semangat zaman, dan motivasi dari formandi dalam memilih cara hidup sebagai Fransiskan.

Kegiatan dijalankan secara daring. para peserta dan pemateri berkumpul dalam ruang virtual, saling membagikan pengalaman dan ilmu pengetahuan.
Kedua, pentingnya dukungan dari para saudara sekomunitas dalam menjalankan tugas sebagai formator. Dari berbagi cerita bersama para formator lain selama kursus, kami menyadari bahwa selalu ada persoalan yang sama hampir di tiap entitas. Persoalan yang paling sering dikeluhkan ialah kurangnya dukungan dan kesaksian hidup dari para Saudara Tua sekomunitas di rumah-rumah pendidikan. Hal ini dinilai tidak hanya menjadi “batu sandungan” bagi para formandi tetapi juga bagi para formator sendiri dalam menjalankan tugas mereka. Padahal kesaksian hidup yang cemerlang dari para Saudara Tua di dalam komunitas dapat mengurangi sebagian beban tugas para formator. Yah, meskipun perlu juga diakui bahwa di beberapa komunitas, kesaksian hidup yang cemerlang dari para Saudara Tua tidak mencelikkan mata para saudara yang lebih muda untuk bertobat bersama-sama.

Berbagi cerita dan pengalaman mendampingi para formandi dalam sesi residensi.
Ketiga, perlu meninjau kembali kriteria penerimaan pada bagian pedoman pendidikan yang jika dinilai dari sudut pandang program perencanaan terkesan masih terlalu umum. Misalnya, dalam kriteria untuk diterima ke dalam Novisiat, pada poin pertama aspek manusiawi dikatakan bahwa saudara tersebut mesti memiliki “kesehatan fisik yang memadai”. Pernyataan ini dinilai masih terlalu umum dan kurang jelas karena belum menjawab pertanyaan: “Apa itu kesehatan fisik yang memadai?” atau “Kriteria apa yang dipakai untuk mengatakan bahwa seseorang memiliki kesehatan fisik yang memadai?” Padahal pernyataan yang umum ini masih harus diturunkan lagi ke dalam aktivitas-aktivitas konkret yang menunjang pernyataan umum itu sebagai tujuan yang hendak dicapai pada akhir suatu tahapan formasi. Contohnya sebagai berikut:
Aspects | Objectives | Means | Time | Person
in Charge |
Person Involve |
Humans | 1. To take care of physical health. | Do General Medical Chekup. | Before July 20th. | Formators | Doctor/Nurses. |
Conference on physical health. | July 23th. | Formators | Doctor/Nurses. |
Tentu ini hanya sekedar contoh dari apa yang sudah disampaikan oleh pemateri. Saya menyampaikan kembali dan menambah beberapa hal yang kiranya bisa dibuat.
Keempat, sewaktu di Manila, kami dilatih secara khusus untuk belajar mendengarkan secara aktif. Tindakan mendengarkan yang dipraktikkan ketika melakukan pembicaraan pribadi (Koloqium) rupanya bukan sekedar duduk dan mendengar apa yang disampaikan oleh para formandi lalu memberikan solusi berdasarkan analisis dan pengalaman dari para formator. Kami dilatih bukan hanya soal “siapa” dan “apa” yang kita dengarkan tetapi juga untuk “bagaimana” mendengarkan yang ada kaitannya dengan sikap tubuh dan kehadiran kita untuk orang yang bercerita. Pelatihan ini diperkaya di Singapura melalui materi dari Sdr. Albert Schmucki yang berbicara soal mendengarkan dengan menekan hubungannya dengan proses pendampingan fransiskan. Beliau bahkan mengingatkan soal pentingnya kondisi psikologi yang “sehat” (psychological hygiene) dari para pendamping.

Berpose bersama Presiden SAAOC, Sdr. Derrick Yap OFM pada akhir kursus di Singapura sembari memegang sertifikat. Kursus selesai. Sah!
Sekali lagi, saya bersyukur karena telah terlibat dalam kegiatan kursus ini. Saya berterima kasih kepada persaudaraan Fransiskan Provinsi St. Michael Malaikat Agung Indonesia yang telah menyediakan kesempatan ini bagi saya. Tentu saja harapannya adalah para formator lain di Provinsi kita dapat terlibat pada program ini di tahun 2025 guna memperluas wawasan sebagai formator dan juga memperluas kerja sama antarentitas. Pace e bene!
Kontributor: Sdr. Jerry Ranus, OFM
Tinggalkan Komentar