Cerita menarik datang dari Negeri Belanda. Sdr. Saturninus Ndaus OFM membagikan cerita bermisinya di Belanda, perihal tinggal di komunitas internasional dan tugas menjalani studi kearsipan. “Mulai saja dulu” menjadi kalimat sakti beliau dalam menjalani misi di tempat baru. Beliau juga menggarisbawahi pentingnya “merawat ingatan” akan sejarah misi Fransiskan di Indonesia yang dimulai oleh para Saudara Dina asal Belanda dengan menjaga dan merawat arsip-arsip sejarah. Baca selengkapnya!
Selamat berjumpa para saudara sekalian. Semoga semuanya dalam keadaan sehat dan sukacita. Saya pun dalam keadaan demikian. Sudah setahun lebih saya berdiam di negeri Belanda. Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat sejak kedatangan setahun lalu. Saya akan membagikan sedikit pengalaman perjumpaan dengan para Saudara Dina, ‘Minderbroeders Franciscanen’ di Negeri Kincir Angin.
Adaptasi Situasi Baru
Saya tiba di Nederland pada 15 Maret 2024. Berangkat bersama Sdr. Vincent OFM dan Sdr. Francis OFM, kami berpisah di Doha-Qatar. Ibarat perpisahan dengan Suster Maria dalam lagu Suster Maria ciptaan D’Lloyd. Lagu lawas. Dirilis tahun 1970. Para Fransiskan muda pasti tidak tahu. Setiba di Belanda, saya dijemput oleh Bruder Piet Bots OFM, mantan misionaris Papua di Schiphol airport. Lalu saya diantar menuju komunitas La Verna, Amsterdam. Hari-hari awal terasa sangat baru. Apalagi cuaca saat itu agak dingin untuk ukuran orang Indonesia. Namun, saya perlahan-lahan mengatasinya berkat dukungan para Saudara Dina: Sdr. Frans Gerritsma OFM (Gardian saat itu), Sdr. Rob Hoogenboom OFM (mantan provinsial), Sdr. Joachim Oude Vrielink OFM, Sdr. Steven Cauchie OFM serta Sdr. Piet Bots OFM. Itulah indahnya persaudaraan Fransiskan.
Perlahan-lahan saya mulai beradaptasi dengan makanan, mentalitas, budaya/kultur, dan tentu saja bahasa. Selama tiga minggu saya mengikuti kursus bahasa Belanda di Ru Pare-Amsterdam, tidak jauh dari komunitas La Verna. Kursus dimulai pada 25 Maret 2024 dan berakhir pada 12 April 2024. Belajar bahasa Belanda tidaklah mudah. Istilahnya, ”Alles beginnen is moelijk” (Semua permulaan itu sulit). Namun, bagi saya yang penting adalah terus-menerus belajar. Kalau sudah tinggal di tempat yang baru, maka saya mesti belajar banyak hal, salah satunya adalah bahasa. Proses belajar ini dilakukan terus-menerus. Saya mulai berbicara sedikit bahasa Belanda, tidak takut salah dalam ucapan, penulisan, dan lain sebagainya. Bahasa Belanda dipakai dalam percakapan kami sehari-hari. Toh, saya pikir para saudara akan mengoreksi jika terdapat kesalahan. Selain itu, mereka akan senang kalau kita (baca: pendatang) berbicara dalam bahasa Belanda alias ‘Nederlandse taal’. Sekali lagi, tidak gampang, tetapi itu bagian dari proses pembelajaran.

Sdr. Satur bersama para Saudara Dina asal Indonesia yang menjalani Ziarah Assisi pada tahun 2024 lalu.
Menuju San Damiano – Den Bosch
Hampir sebulan saya tinggal di komunitas La Verna-Amsterdam. Pada 13 April 2024, saya pindah ke komunitas Stadsklooster San Damiano-Den Bosch. Para saudara yang pernah mampir di sini pasti sudah ‘mafhum’ dengan biara ini. Tempat ini adalah sebuah Stadsklooster (biara di kota) ‘s-Hertogenbosch. Biara ini dulunya dimiliki oleh OFM Capusin, namun pada tahun 2018 diserahkan kepada OFM.
Jumlah penghuni Stadsklooster ini adalah 11 orang. Delapan orang saudara ‘minderbroeders’ yakni Sdr. Fer van der Reijken sebagai Gardian, Sdr. Lars Frendel sebagai vikaris komunitas, Sdr. Theo van Adrichem (Minister Provinsi), Sdr. Piet Bots, Sdr. Roland Putman (Pastor Paroki), Sdr. Rangel Geerman, Sdr. Steven Cauchie dan saya sendiri. Kami semua disebut ‘broeder’, sapaan yang biasa digunakan setiap hari. Lalu, ada seorang Suster Klaris yaitu Suster Beatrijs Corveleyn OSC dan dua orang OFS yaitu Michel Versteegh dan Marianne. Bisa dikatakan bahwa komunitas kami ‘compleet’, dari ordo pertama hingga ordo ketiga sekular. Ada yang berasal dari Nederland, Swedia, Belgia, Aruba, Suriname dan Indonesia. Sebuah komunitas internasinal (internationale gemeenschap).
Suasana persaudaraan dijalani bersama dalam rutinitas harian seperti dalam doa pagi, doa siang, doa sore sampai doa malam. Semuanya dilaksanakan dalam bahasa Belanda. Sejak tahun lalu, tepatnya 27 Juni 2024, saya sudah mulai memimpin misa dalam bahasa Belanda. Bagi saya, yang penting memulai saja dulu. Kadang saya memimpin ibadat harian dan misa harian di kapel dan juga di ‘kerk’ (Gereja) pada hari Minggu. Kegiatan bersama lainnya adalah pertemuan rumah (huisvergadering), kapitel rumah (huiskapitel), latihan lagu (zangles), membersihkan rumah (schoonmaken), rekreasi bersama (samen recreatie), dan lain sebagainya.
Belajar Arsip
Semenjak tahun lalu, tepatnya 06 September 2024 saya memulai studi kearsipan di Amsterdam. Setiap Minggu, saya berangkat ke Amsterdam menggunakan kereta. Mayoritas teman-teman studi saya adalah arsiparis di organisasi atau di ‘gemeente’ (seperti kabupaten/kotamadya) dan provinsi. Hanya saya sendiri arsiparis di biara, ‘stadsklooster’. Banyak hal yang kami pelajari misalnya tentang sistem kearsipan, hukum kearsipan, analisa dokumen, database, dan lain sebagainya. Bagi saya, semuanya baru sama sekali. Namun, saya perlu mempelajari sesuatu yang baru di Nederland ini khususnya tentang kearsipan dan pada akhirnya digitalisasi arsip. Kiranya hal ini bermanfaat minimal untuk menyelamatkan arsip-arsip kita, supaya tidak tercecer ke mana-mana, tetapi disimpan dengan baik nantinya.
Demikian sedikit sharing saya dari negeri Belanda ini. Ada beberapa poin yang kiranya menjadi permenungan bersama sebagai suatu persaudaraan Provinsi St. Michael Malaikat Agung Indonesia. Pertama, perlu “merawat ingatan” kita akan kehadiran misionaris Belanda dahulu ke Batavia. Karya mereka menginspirasi kita untuk terus berjuang mewartakan Injil di tengah zaman ini. Kedua, perlunya terobosan baru dalam hidup fransiskan kita dengan belajar sesuatu yang baru misalnya budaya, bahasa, dan lain sebagainya. Ketiga, arsip pribadi dan juga komunitas mesti disimpan dengan baik. Arsip fisik kertas masih amat berguna di tengah gencarnya dunia digital. Itulah yang saya temukan ketika berkunjung ke museum-museum di Nederland. Semoga kita saling meneguhkan dan menguatkan dalam perjalanan panggilan ini. Dari Stadsklooster San Damiano ‘s-Hertogenbosch tatkala mulai musim semi dan bunga tulip bermekaran; saya ucapkan: “Vrede en alle goeds. Tot de volgende keer” (Damai dan segala kebaikan. Sampai jumpa lagi).
Kontributor: Sdr. Saturninus Ndaus OFM
Ed.: Sdr. Rio OFM
Tinggalkan Komentar