Bekasi – OFM, Sebanyak 321 biarawan-biarawati dan awam katolik yang tergabung dalam keluarga besar Fransiskan-Fransiskanes Keuskupan Agung Jakarta (Kanesta) berhimpun di Gereja St. Clara, Paroki Bekasi Utara, pada Selasa (16/04/2024). Sebagai agenda tahunan, para pengikut St. Fransiskus Assisi hendak membarui janji setia kepada Bunda Gereja. Kegiatan ini diawali seminar yang dibawakan oleh Sdr. A. Eddy Kristiyanto OFM dengan judul “Sebagaimana Il Poverello D’Assisi, Kita Setia Berbakti di Dalam Gereja-Nya.”
Dalam materinya, Sdr. Eddy menawarkan gagasan perihal cara berada para pengikut St. Fransiskus Assisi dewasa ini. Khususnya, dalam situasi dunia dan Gereja yang penuh luka. “Luka-luka Gereja masa kini adalah klerikalisme-feodalisme, pedofilia, sexual abuse, skandal korupsi, perpecahan, disintegrasi, perceraian, dan aborsi. Luka-luka tersebut bersifat moral (iman). Luka-luka tersebut menjadi tantangan yang dihadapi oleh para pengikut Si Miskin dari Assisi,” jelas dosen Sejarah Gereja STF Driyarkara ini.
“Semakin Fransiskan kita, semakin manusiawi dalam kualitasnya,” ungkap beliau. Luka-luka dalam dunia dan Gereja terjadi karena kelemahan insani manusia. Penghayatan spiritualitas secara sungguh-sungguh dan setia pada proses formasi akan meningkatkan kualitas insani seorang Fransiskan. Lantas, seorang Fransiskan akan menampilkan kualitas diri yang baik dalam dunia dan Gereja.
Beliau juga menjelaskan bahwa janji setia para Fransiskan kepada Gereja mengungkapkan kerendahan hati sebagaimana diteladankan St. Fransiskus Assisi. “Fransiskus Assisi bersama para saudara perdana menghadap pemimpin Gereja di Roma pada tanggal 16 April 1209 guna memohon pengakuan atas cara hidup yang (hendak) dijalani berdasarkan Injil Tuhan. Peristiwa perendahan diri Fransiskus Assisi di hadapan otoritas Gereja memiliki makna penting. Pertama, menegaskan bahwa Injil adalah dasar utama seorang Fransiskan; Kedua, menepati Anggaran Dasar (yang diakui Gereja) merupakan jalan menuju kesempurnaan Injil; ketiga, perjalanan yang ditempuh bercorak bersama, bukan sendiri-sendiri; keempat, jalan tersebut adalah jalan pertobatan, dengan mencuci kaki (baca :saling melayani), berdoa, mengampuni, dan merendah” tambah Sdr. Eddy.
Mengakhiri materinya, Sdr. Eddy memberikan lima jurus yang perlu dipraktekkan seorang Fransiskan dalam membarui janji setia kepada Bunda Gereja. Pertama, kesatuan dengan pemimpin. Kedua, (membangun) persaudaraan yang peduli dan terlibat. Ketiga, penguatan internal dalam komunitas dan konggregasi masing-masing. Keempat, memberikan kesaksian tentang kekhasan spiritualitas Fransiskan dalam hidup kekinian, dan kelima, senantiasa merayakan kesetiaan dalam sikap syukur.
Usai seminar, acara dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi, dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo. Perayaan ekaristi dirayakan secara konselebrasi. Beliau didampingi empat fransiskan imam, yakni Sdr. Yohanes Epa Prasetyo OFM (Moderator Kanesta dan Pastor Rekan Gereja St. Paskalis, Paroki Cempaka Putih), Sdr. Maximus Nepsa OFMConv. (Pastor Rekan Gereja St. Lukas, Paroki Sunter), dan Sdr. Kaprilius Sitepu OFMCap. (Pastor Rekan Gereja St. Clara, Paroki Bekasi Utara).
Selain mengungkapkan terima kasih atas kesaksian hidup keluarga Fransiskan di Keuskupan Agung Jakarta, dalam homilinya Kardinal Suharyo menggarisbawahi gagasan Sdr. Eddy dalam seminar. “Dunia dan Gereja saat ini sedang terluka. Dalam konteks Gereja Indonesia, kita dapat melihat dalam media massa adanya luka-luka yang dialami oleh negara kita seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Luka yang juga ada dalam tubuh Gereja dan dalam budaya kita adalah klerikalisme-feodalisme. Dan, luka lain yang saat ini sedang kita derita adalah keserakahan dan kesombongan.”
Kardinal mengajak keluarga besar Fransiskan untuk berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari. “Kita semua perlu meneladani apa yang dilakukan oleh Stefanus dalam bacaan hari ini dengan berbuat baik dan melawan segala bentuk kejahatan, kesombongan, keserakahan, dan ketidakadilan. Hal sederhana lain dapat kita lakukan seperti membuang sampah pada tempatnya, membantu orang yang membutuhkan, berdoa untuk perdamaian dan persatuan, serta peduli terhadap sesama dalam hidup. Dengan berbuat baik seperti itu kita membantu menyembuhkan luka-luka Gereja dan membangun dunia yang lebih baik.” Rangkaian acara pembaruan janji setia kepada Gereja diakhiri dengan ramah tamah di aula paroki.
Kontributor: Sdr. Jimmy HR Tnomat, OFM
Ed.: Sdr. Rio, OFM
Tinggalkan Komentar