Semangat Doa Melekat Padanya
Sudah menjadi kebiasaan, bagaimanapun sibuknya, St. Antonius selalu mengutamakan dan menjalani kebutuhan hidup doa. Di tengah kesibukan berkhotbah, dan di antara kesibukannya sebagai minister provinsi di Italia Utara, hidup doanya tak pernah dilupakan, tetapi tetap terpelihara.
Dalam bukunya, St. Antonius, Doktor Gereja, (1973), Sdr. Sophronius Classen, OFM, menyebut sekurang-kurangnya dua tempat yang biasa diakunjungi untuk menyepi dan berdoa. Salah satu tempat doanya berada di bukit pepohonan di Monteluco di dekat Spoleto. Di tempat inilah orang biasa berdoa tanpa gangguan apa pun. Dari sini juga orang bisa memandang indahnya lembah Umbria.
Menurut Classen, St. Antonius suka mendaki bukit di bagian selatan perkampungan. Bila kita berjalan sekitar satu jam saja kita akan mencapai sebuah kapel tua yang tak seorang pun memperhatikannya lagi. Kapel itu diberikan oleh Ordo Benediktin kepad Fransiskan.
Para Saudara Fransiskan dengan ketekunannya berhasil membangun pondok tempat singgah dari bahan tanah liat persis di dekat kapel itu. “Tetapi sebenarnya di tengah hutan pohon ek (burung-burung suka makan bijinya) terdapat banyak gua di antara tebing-tebing pegunungan. Di gua inilah siapa saja bisa tinggal dengan tenang dan berdoa tanpa gangguan. Bila kita memandang ke lembah pegunungan kita saksikan betapa indahnya pemandangan lembah Umbria. Dengan sendirinya orang akan memuji Allah pencipta semesta yang mengagumkan.”
Classen melanjutkan cerita pengalamannya, “St. Antonius biasa tingal di gua-nya sendiri yang dikhusunya baginya. Bahkan hingga kini kita masih bisa menyaksikan tulisan yang tertera di dinding “Inilah gua tempat St. Antonius melakukan matiraga”
Tempat yang paling disukai St. Antonius kiranya Gunung La Verna, tempat stigmatisasi St. Fransiskus. Tempat ini ia kunjungi terus menerus untuk memuaskan kerinduan hidup doanya. Sebagaimana Classen ungkapkan bahwa St. Antonius mendapat kasih St. Fransiskus di gua yang tersembunyi di tengah pegunungan yang sepi di bagian Utara Italia ini. Di sinilah St. Antonius menikmati kesunyian doannya.
Untuk mengenang St. Antonius di tempat ini telah dibangun tempat doa yang disebutnya, “Tempat Doa St. Antonius”. Hingga kini tempat ini tetap populer.
Classen menemukan bukti dalam khotbah St. Antonius yang meyakinkan kita bahwa St. Antonius menaruh perhatian khusus dan membaktikan dirinya pada doa. St. Antonius sendiri menyatakan, “Kemanisan Allah dalam doa jauh lebih nikmat daripada kenikmatan yang lain; apapun yang pernah orang rasankan tak mungkin melebihi kenikmatannya. Mengingat bila orang berada di hadapan Allah dan memandang betapa kebahagiaanNya dan merasakan kemuliaanNya, sebenarnya ia berada di Sorga”.
Surat St. Fransiskus kepada Sdr. Antonius
Dorongan kuat motivasi doa St. Antonius yang bisa menghalau segala kesibukannya adalah Surat St. Fransiskus kepada St. Antonius yang ditulis sekitar tahun 1224. Surat berisi ijin mengajar Teologi bagi para Saudara Fransiskan, dengan catatan khusus, “…asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian karena studi itu…”.
Kata-kata St. Fransiskus singkat dan jelas: “…Sdr. Fransiskus menyampaikan salam. Aku setuju, engkau mengajarkan teologi suci kepada para saudara, asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian karena studi itu, sebagaimana tercantum di dalam Anggaran Dasar.”
Saya bisa membayangkan St. Antonius memeluk Surat ini erat-erat untuk mengingat selalu agar memelihara hidup batin, sebagaimana St. Fransiskus sendiri yang tak terpadamkan dalam selalu mencari wajah Allah dalam doa apapun pentingnya hidup kerasulan.
Doa Tak Kunjung Akhir
Selama 2 tahun terakhir St. Antonius, dikenal sebagai pengkhotbah dan pendengar pengakuan yang populer khususnya di Padua. Para pendengar khotbahnya amat banyak bahkan bisa mencapai 30.000 orang. Untuk menampung orang sebanyak itu ia biasa menggunakan alam terbuka.
Ia tidak “lupa daratan”, ia tetap ingat untuk memelihara hidup rohaninya sendiri. Di tengah padatnya kerasulan ia tetap menyisihkan waktu untuk berdoa di tempat tersembunyi, terutama di gunung La Verna. Pengalaman doannya menjadi kekuatan baru untuk tugas pelayanannya.
Akhirnya ia menyadari bahwa akhir hidupnya telah mendekat walaupun umurnya baru 36 tahun. Ia mengasingkan diri dari Padua untuk berdoa. Ia diarahkan ke tempat sunyi Composampiero. Ia dibantu oleh Bangsawan Tiso. Ia disediakan rumah bambu dengan dinding daun-daun palma di tengah hutan, tak jauh dari rumah Fransiskan di daerah itu.
Ia menikmati hari-hari akhir hidupnya di pondok bambu itu. Dalam “Riwayat Hidup”-nya dikatakan, “Di pondok inilah, hamba Allah menghayati hidup menyepi sejati dan membaktikan hidup doa suci-nya”. Suatu hari wkatu ia turun dari pondok untuk bergabung makan siang dengan para Saudara, tiba-tiba sakitnya bertambah parah. Ia minta para Saudara untuk membawanya ke Padua. Waktu tiba di dekat Padua, para Saudara berniat untuk singgah di Arcella, tempat para Saudara tinggal yang berdekatan dengan biara Klaris. Di tempat ini St. Antonius hampir meninggal.
Ia mendapat sacramen pengurapan yang terakhir dan “menyanyikan madah Sang Perawan Mulia”. Selesai bermadah, tiba-tiba ia menengadahkan pandangannya ke atas, ia nampak begitu serius, dan cukup lama. Saudara yang mendampinginya penasaran dan bertanya, apa yang saudara lihat? Ia menjawab, “Aku melihat Tuhanku” .
Kerinduan St. Antonius dalam doa untuk selalu memandang Allah telah terpenuhi.
Hanya menerjemahkan tetapi rasanya mengalami,
Salam,
Sdr. FX Sutarjo OFM
Tinggalkan Komentar