“Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”

GEREJA VISITASI :
“Segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”

Peristiwa pertemuan dua perempuan yang sedang mengandung, saling memberi salam, yang seorang sudah lanjut usia dan dikatakan mandul, dan kelak akan menjadi ibu dari Yohanes Pembaptis, dan yang seorang lagi adalah perawan belia dari Nasaret yang akan melahirkan Sang Juru selamat seperti dikabarkan malaikat. Peristiwa inilah yang diperingati gereja setiap tahun pada 31 Mei.

Oleh para Fransiskan Kustodi Tanah Suci dan para peziarah, peristiwa ini ditempatkan pada sebuah desa di daerah pegunungan Yudea yang pada abad pertengahan dikenal dengan nama “St. John di Montana”, nama desa itu adalah Ein Kerem/ Ein Karem.

Pemandangan Desa Ein Karem (dari kejauhan tampak menara Gereja Visitasi)

Desa Ein Kerem terletak di sisi barat Yerusalem. Pada periode romawi, tradisi kristen menyebut desa ini sebagai tempat tinggal atau rumah “musim panas” untuk Zakaria dan Elisabet, orang tua Yohanes Pembaptis. Desa inilah yang kemudian disebut “Kota Yehuda” dalam deskripsi Penginjil Lukas (1: 39). Sementara dalam periode sebelumnya desa ini adalah tempat tinggal bagi orang-orang Kanaan di sekitar mata air yang di beri nama “Beit Hakerem” (Yer 6:1), sedangkan Ein Kerem sendiri artinya “Kebun Anggur Musim Semi” (Dari Bahasa Ibrani : Ein = spring, Kerem = vineyard).

Pada zaman Kerajaan Byzantin sekitar abad 5 dan 6, pernah berdiri beberapa gereja dan biara di tempat ini, salah satunya adalah sebuah kapel untuk menghormati St. Elisabet. Setelah semua gereja di Yerusalem hancur karena serangan para tentara Persia pada 614, para tentara perang salib berhasil membangun kembali diatas reruntuhan gereja Byzantin sebuah gereja untuk menghormati peristiwa kunjungan Maria kepada Elisabet saudarinya. Puncak bangunan gereja yang terakhir dan yang sampai kini masih bisa disaksikan adalah hasil renovasi rancangan arsitek Italia yang terkenal, Antonio Barluzzi pada 1955 yang juga membangun Gereja Bukit Sabda Bahagia, Dominus Flevit dan Basilika Gethsemani.

Gereja Visitasi – Ein Karem (tampak depan dan atas)

Gereja yang kini berdiri terdiri dari dua lantai. Keduanya menunjukkan tanda-tanda bangunan kuno yang berasal dari zaman perang salib. Ruangan bawah tanah dan gereja di atasnya terhubung dengan sebuah tangga yang sempit yang dibangun pada dinding yang cukup tebal. Konstruksi seperti ini adalah ciri khas bangunan pada zaman perang salib. Di ruang bawah tanah terdapat sebuah sumur yang berasal dari Gereja zaman sebelumnya yang merupakan gua alami. Disinilah, selama masa Bizantin di antara abad ke-5 dan ke-6 dibangun sebuah kapel untuk menghormati St. Elisabet. Pada dindingnya kini terdapat lukisan-lukisan yang menggambarkan pelayanan Zakharia, pelukan Maria dan sepupunya, dan kisah tentang pelarian Elisabet dengan bayi Yohanes untuk menyelematkannya dari murka tentara Herodes.

Sumur yang secara tradisi dipercaya sebagai tempat pertemuan Maria dan Elizabet.

Gereja ini direnovasi secara menyeluruh oleh para Fransiskan setelah Perang Dunia Kedua, dengan mengikuti garis-garis kompleks gereja yang pernah berdiri pada abad pertengahan. Dekorasinya yang ceria menggambarkan pujian atas keagungan Santa Perawan Maria dalam sejarah Gereja.

Puluhan bingkai keramik Nyanyian Pujian Maria dalam berbagai macam Bahasa

Dinding di depan gereja menampilkan sejumlah bingkai keramik dimana tertulis naskah Nyanyian Pujian Maria dalam lebih dari 50 bahasa (Termasuk Bahasa Indonesia). Para peziarah dari seluruh dunia yang mengunjungi tempat ini berhenti di depan tanda peringatan dalam bahasa mereka sendiri, dan menyanyikan Nyanyian Pujian Maria dalam bahasa mereka sendiri. Dengan demikian, tergenapilah nubuat dalam nyanyian pujian Maria Sang Perawan yang menyatakan bahwa “mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia”.

Kontributor: Sdr. Melanius Sesar Jordan OFM

2 Comments

Tinggalkan Komentar