Setiap hari Sabtu malam Persaudaraan Gardianat Jogja berdevosi kepada Bunda Maria dengan menyalami dia, antara lain, sebagai “kemah-Nya” (dalam Salam Kepada Santa Perawan Maria). Menyapa Maria sebagai istana, kemah, rumah Kristus (Allah-manusia) menunjukkan bagaimana sikap Fransiskus berhadapan dengan kebenaran ajaran iman akan Bunda Allah: ia merenungkannya dalam doa meditatif lalu mencernanya menjadi miliknya sendiri…seiring dengan gayanya yang selalu berpikir konkrit.
Hal itu juga menunjukkan bahwa penghormatan Fransiskus kepada Maria didasarkan kepada penghormatan Gereja kepada Maria. Penghormatan Gereja kepada Maria berakar pada iman akan Kristus, Allah-manusia, pokok keselamatan manusia. Karena kesediaan Maria maka terjadilah Sabda menjadi daging. Titik sambung melekat erat antara Kristus dan Maria adalah inkarnasi: kelahiran. Maria menjadi dan dihormati sebagai Bunda Allah, Perawan karena ketokohan utama Kristus itu, yang dilahirkan dari Santa Perawan Maria.
Fransiskus yang sangat lekat bersatu dengan kehidupan keagamaan pada zamannya melaksanakan devosi mariana itu dengan cara dan gayanya sendiri yang personal dan orisinil. Ia berusaha menyelami devosi-devosi yang ada bukan dengan mencari komentar-komentar dalam buku-buku khususnya berhubungan dengan liturgi -(kebenaran tentang Maria Bunda Allah pasti tersedia dalam teks-teks liturgi)-….melainkan dengan tenggelam dalam keheningan batin. Ia merenungkan kebenaran Bunda Allah itu dalam doa-doa dan meditasi yang semakin mendalam tentang misteri Maria dan posisinya yang begitu menonjol dalam sejarah keselamatan. Hasil buah dari doa seperti itu, dengan gayanya yang personal, orisinil terungkap dalam kata-kata pujian, nasehat dan tulisan-tulisannya. Maka biografi-biografi sesuara melambungkan pujiian kesaksian bahwa Fransiskus mempunyai penghormatan cinta yang begitu berkobar terhadap Madona, melampaui semua yang dilakukan orang-orang sejamannya.
Maka kita perlu memberi perhatian pada devosi mariana Fransiskus ini, yang tersebar di mana-mana dalam Karya-karya Fransiskus dan biografi-biografi. Kita akan melihat dan mengumpulkannya menurut 6 titik simpul berdasarkan struktur teolgis devosi (1-3) dan ungkapan konkrit devosi (4-6).
1.Maria dan Kristus.
Thomas Celano berkata bahwa Fransiskus penuh dengan cinta yang tak terucapkan kepada Bunda Yesus “karena melalui dialah Tuhan yang agung menjadi saudara kita” (2Cel 198) dan “karena/dengan pengantaraan dialah kita memperoleh belas-kasihan Allah”, kata Bonaventura (KB IX.3).
Dalam kata-kata sederhana Thomas Celano dan Bonventura ini terungkap motivasi yang lebih mendalam penghormatan Fransiskus pada Madona, yaitu inkarnasi. Inkarnasi Putra Allah menjadi dasar dari seluruh hidup religiusnya, dan dengan penuh perhatian ia mengikuti secara total jejak sang Sabda menjadi daging. Karena itu haruslah diperlakukan dengan cinta yang lebih mendalam Perempuan itu, bukan saja karena dia telah menjadikan Allah dalam kondisi kemanusiaan kita, melainkan juga karena “telah menjadikan Tuhan yang agung itu saudara kita dan dengan demikian kita memperoleh belas kasih Allah”. Itu menyatu dalam karya penebusan kita; kita harus berterima kasih atas itu, ketika kita bersyukur kepada Allah.
Fransiskus mengungkapkan terima kasihnya ini dalam “Credo” agungnya, di mana dia memuji karya penyelamatan: “Allah Yang Mahakuasa, Mahakudus, Mahatinggi dan Mahaluhur, Bapa yang kudus dan adil, Tuhan raja langit dan bumi, kami bersyukur kepada-Mu karena Engkau sendiri, sebab dengan kehendak-Mu yang kudus dan oleh Putera-Mu yang tunggal bersama Roh Kudus, Engkau telah menciptakan segala sesuatu yang rohaniah dan badaniah; dan kami Kauciptakan menurut citra dan persamaan-Mu, Kau tempatkan di firdaus…..Engkau telah membuat Dia yang sungguh Allah dan sungguh manusia, lahir dari Santa Maria tetap Perawan yang mulia dan amat berbahagia;”(AtB XXIII 1.3).
Penghormatan seperti ini, yaitu “penghormatan yang diberikan manusia dari kedalaman keberadaannya kepada sang raja ilahi” sudah menjadi ciri karakter pada Abad Pertengahan awal; pujian ini meluap dari kepenuhan cinta pengenalan mendalam manusia dalam kedekatan melekat pada Allah. Aspek ganda ini juga nampak dalam madah Natal, yang dikarang Fransiskus berilham pada madah-madah PL, tetapi juga dengan mengikuti devosi pada zamannya, yang mempunyai kecondongan pada mazmur-mazmur sbb: ”Bersorak-sorailah bagi Allah penolong kita, bersorak-sorailah dengan suara gembira bagi Tuhan Allah yang hidup dan benar. Sebab Tuhan Mahatinggi Raja agung dan dahsyat atas seluruh bumi. Sebab Bapa Yang Mahakudus di surge, Raja kita dari zaman purbakala telah mengutus Putera-Nya yang terkasih dari tempat yang tinggi dan lahir dari Santa Perawan Maria yang berbahagia. Dia pun berseru kepada-Ku: Bapaku Engkau dan Aku pun akan mengangkat dia menjadi anak sulung, menjadi yang tertinggi di antara raja-raja bumi” (IbdSeng, Mzr XV. 1-4).
Dgn pujian luapan cinta , Fransiskus bersyukur pada Bapa yang agung karena anugerah diberikan kepada Maria menjadi bunda ilahi. Inilah yang utama dan motivasi yang lebih penting menghormati Maria: “Dengarkanlah Saudara-saudaraku. Kalau Santa Perawan begitu dihormati -dan hal itu memang pantas- karena ia telah mengandung-Nya di dalam rahimnya yg tersuci..” (SurOrd. 21 ). Pada zaman itu bidaah Katar, yang mengulang kesesatan doketis dengan bersandar pada prinsip dualistik, menyangkal inkarnasi Sabda dan sebagai konsekuensi mengabaikan peran Madona pada karya Keselamatan. Untuk menunjukkan penolakan yang jelas pada bidaah itu, Fransiskus tak pernah lelah memproklamir, dengan keputusan teguh, kenyataan keibuan Maria :”Firman Bapa itu, yang begitu luhur, begitu kudus dan mulia, telah disampaikan dari surga oleh Bapa Yang Mahatinggi, dengan perantaraan Gabriel malaekat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria yang kudus dan mulia; dari kandungannya, Firman itu telah menerima daging sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita.” (2 SurBerim. 4). Dan dalam Salam Kepada Santa Perawan Maria ia merayakan keibuan yang nyata dan agung ini dengan ungkapan-ungkapan baru dan mengarahkan kepadanya (Maria) dengan cara yang begitu halus-konkrit dan ekspresif: “istana-Nya dan kemah-Nya”, “rumah-Nya dan pakaian-Nya”, “hamba-Nya dan bunda-Nya”. Dari pengulangan-pengulangan yang begitu konkrit kita dapat memahami dan meresapi semangat besar St. Fransiskus dalam mempertahankan gambaran otentik Maria, dalam dunia kekristenan, sebagai pertahanannya yang kuat terhadap ancaman biadaah itu.
Fransiskus tidak menyerang bidaah dengan debat atau diskusi, melainkan dengan doa. Di sini terlihat juga prinsipnya ketika pada suatu hari menetapkan adorasi kepada Allah :”Dan bilamana kita melihat atau mendengar orang mengatakan atau melakukan yang jahat atau menghojat Allah, maka marilah kita mengatakan dan melakukan yang baik dan memuliakan Allah, yang terpuji selama-lamanya” (RtB XVII. 19). Dengan demikian, sebagian besar penegasan Fransiskus tentang Bunda Allah ditemukan dalam doa-doa dan nyanyian-nyanyian rohaninya. Dengan gayanya, dengan kesederhanaan yang luar biasa ia mengikuti nasehat Rasul :”Jangan kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkan kejahatan dengan kebaikan” (Rom 12:21).
Mungkin semua ini dapat membuat kita memahami mengapa ia begitu mengistimewakan pesta Natal dan ia begitu cinta pada misteri Natal :”Lebih dari setiap pesta lain, ia merayakan kelahiran Bayi Yesus didasari kerinduan tak terungkapkan dan mengatakan bahwa inilah pesta dari segala pesta di mana Allah menjadikan diri bayi kecil, menetek pada susu manusia” (2 Cel 199).
Kegembiraan seperti itu bergema kembali dalam mazmur Natal yang telah kita catat : “Pada hari itu Tuhan mengerahkan kasih setia-Nya dan malam hari aku menyanyikan nyanyian bagi-Nya. Inilah hari yang dijadikan Tuhan, marilah kita bersorak-sorai dan bersukacita karenanya. Sebab Putera terkasih Yang Mahakudus telah diberikan kepada kita dan telah lahir bagi kita yang dalam perjalanan dan dibaringkan di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi-Nya di rumah penginapan. Kemuliaan bagi Tuhan Allah di tempat yang tinggi dan damai sejahtera di bumi bagi orang yang berkehendak baik. Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai, biarlah laut serta isinya bergemuruh, biarlah beria-ria, padang dan segala yang ada di atasnya. Nyanyikalah bagi Dia lagu baru, bernyanyilalh bagi TUhan hai seluruh bumi” (IbdSeng. Mzr XV. 5 – 10 ).
Fransiskus menyampaikan lagi suatu langkah lebih penting. Dalam perayaan Natal di Greccio yang begitu terkenal, ia berusaha menjelaskan misteri ini dengan bukti, dgn membuatnya menyentuh mata/dapat dilihat oleh kaum beriman dan berbicara dengan perasaan haru yang hebat tentang “Bayi Betlehem” (1 Cel 84-86). Kesimpulan Thomas Celano atas kisah ini sangat terang-jelas: Seorang manusia saleh “melihat sang bayi mungil tak bernyawa tapi bermain-main di palungan dan sang Santo yang mendekat seperti membangunkannya dari tidur nyenyak”. Ia melanjutkan: “Penglihatan itu bukan tidak mengena, sebab kanak-kanak Yesus dalam hati banyak orang telah hilang dari ingatan dan sekarang karena karya rahmatnya dan dengan perantaraan hambanya Fransiskus berhasil dibangunkan kembali di dalam hati orang dan ditanamkan lagi ingatan yang hangat kepadanya” (1Cel 86). Pada hari itulah Fransiskus menunjukkan kepada orang-orang cintanya yang begitu besar kepada Putera Allah yang menjadi manusia dan kepada Bunda Perawan, dan menyalakan kembali dalam hati banyak orang cinta yang telah membeku, seperti mati. Apa yang terjadi di Greccio, dan lagi apa yang terungkap dalam setiap sikap devotifnya (2Cel 199-200) tidak lain dari penerapan konkrit dari prinsip umumnya: “kita harus mencintai lebih cinta Dia yang telah mecintai kita dengan begitu hebatnya” (2 Cel 196).
Sekarang kita coba menjelaskan pentingnya karakter utama devosi Maria St. Fransiskus yang melampaui batas waktu. Pertama-tama kita menggarisbawahi bahwa bagi Fransiskus Maria tidak terpisahkan dari misteri keibuan ilahi, motif satu-satunya bagi kedudukan pentingnya dalam kristianisme. Penghormatan kepada Madona dalam hidup Fransiskus mengungkapkan secara konkrit misteri manusia-Allahnya Kristus. Dapat juga ditegaskan bahwa pieta, kesalehan Fransiskus tertuju pada perlindungan/penyelamatan ortodoksi misteri ini, “bahwa ia telah menjadikan Tuhan yang agung saudara kita”. Dari lain pihak, dengan menggarisbawahi secara begitu pasti aspek fisis keibuan ilahi Maria, Yesus sejarah, yg menurut kesaksian kitab suci tidak dapat dipisahkan dari Tuhan yang bangkit dan naik ke surge, menjadi sangat jelas kelihatan/dapat dilihat dan tetap berkarya efektif dalam kehidupan kristiani, dalam doa dan dapat diikuti. Karena itu devosi Maria Fransiskus jauh dari abstraksi, jauh dari ilmu murni konseptual, sebaliknya selalu pada prinsipnya didasarkan pada perwujudan konkrit dan historis, karena itu pada pewahyuan ilahi, yang menyatakan diri dalam peristiwa-peristiwa yang dapat disentuh, konkrit sejarah keselamatan. Justru elemen dasar inilah yang memungkinkan keefektifan hidup devosi ini dalam perjalanan Gereja.
- Maria dan Tritunggal mahakudus.
Misteri keibuan ilahi melambungkan Maria melampaui semua ciptaan lain dan menempatkannya dalam hubungan unik dengan Tritunggal Mahakudus.
Maria telah menerima semuanya dari Allah. Fransiskus memahami itu dengan amat jelas; tidak pernah keluar dari bibir Fransiskus pujian pada Maria yang tidak pada saat yang sama ditujukan pada Allah tritunggal, yang telah memilih dia secara istimewa melampaui ciptaan lain dan memenuhinya dengan rahmat tanpa batas. Ia tidak merenungkan Maria dalam dirinya sendiri; tidak membatasi pada hubungan tunggal dengan Yesus Kristus, tetapi selalu maju sampai pada hubungan konkrit dan vital, yaitu pada hubungan dengan Allah Tritunggal: “Salam, Tuan puteri, Ratu suci, santa Bunda Allah, Maria; Engkau adalah perawan yang dijadikan Gereja, dipilih oleh Bapa Yang Mahakudus di surga, dan dikuduskan oleh Dia bersama dengan Putera terkasih-Nya Yang Mahakudus serta Roh Kudus Penghibur; di dalam dirimu dahulu dan sekarang ada segala kepenuhan rahmat dan segalanya yang baik”( Slm Kpd St.Perwn Maria 1-3). Di sini ditegaskan juga bahwa pujian dan penegasan Fransiskus tentang Madona keluar dari misteri pusat kehidupanya, yaitu keibuan ilahi dan karya Trinitas di dalam dia, Perawan; keperawanan sempurna Maria hanya dapat dilihat sebagai konsekuensi dari keibuan/Maternita ilahi. Keperawanan membuat dia seperti “bejana murni”, di mana Allah dapat membangun diri dengan segala kepenuhan rahmatnya, untuk melaksanakan misteri agung inkarnasi. Maka, Keperawanan tidak bernilai dalam dirinya sendiri -dengan mudah beresiko dicapai dengan steril- melainkan ketersediaan murni pada karya ilahi yang membuatnya subur dengan cara yg sungguh dipahami manusia: “dikuduskan oleh dia bersama Putera terkasih yang amat suci dan bersama Roh Penghibur”. Perkandungan ini dilindungi dalam aksi Allah Tritunggal: “Engkau, dalam mana setiap kepenuhan rahmat dan setiap kebaikan ada dulu dan sekarang”.
Hubungan vital antara Maria dan Trinitas terungkap lagi secara jelas dalam antifon yang disusun Fransiskus untuk ofisi, yang juga disebut “Ofisi Sengsara Tuhan” , dan yang mesti diucapkan pada semua waktu: “Santa Perawan Maria, di antara wanita di dunia tidak dilahirkan seorang pun yang sama dengan dikau, puteri serta hamba Raja dan Bapa surgawi Yang Mahatinggi dan Mahaluhur, Bunda Tuhan kita Yesus Kristus Yang Mahakudus, mempelai Roh Kudus”(IbdSeng. Mzr I.Antfon 1-2). Juga di sini, penegasan didasarkan pada peristiwa agung di mana Rahmat bekerja di dalam Maria. Pujian kepada Madona adalah pada saat yang sama pujian dan kemuliaan Dia yang layak melaksanakan hal-hal yang begitu agung dalam insan ciptaan.
Mengenai ungkapan “mempelai Roh Kudus”, menurut seorang Jesuit, C. Passaglia, Fransiskuslah yg menggunakannya utk pertama kalinya. Seperti biasanya sang Santo menyusup ke kedalaman-intim kisah Injil berhubungan dgn Maria dan mengungkapkan dalam doanya isi secara terselubung kabar Malekat itu (Luk 1:35: Roh Kudus turun..menaungi engkau..). Maria menjadi Bunda Allah berkat karya Roh Kudus; Ia, Perawan membuka diri tanpa syarat -atau menurut kata-kata Fransiskus “dalam kemurnian menyeluruh”- terhadap karya Roh; dengan demikian menjadi Bunda Putera Allah, karena “mempelai Roh Kudus”. Pemahaman akan misteri ini adalah buah kontemplasi Fransiskus. Menurut kesaksian Thomas Celano, “terutama kedinaan penjelmaan-Nya dan cinta kasih dalam sengsara-Nya memenuhi ingatannya begitu rupa sehingga ia tidak mau memikirkan sesuatu lainnya” (1Cel 84). Karena itu ia tak pernah lelah menenggelamkan diri dalam misteri ini dengan doa. Ia juga melewatkan sepanjang malam dalam doa, “untuk memuji Allah dan Bunda-Nya Perawan mulia” (1Cel 24).
Seluruhnya ini dia laksanakan dalam suatu penghormatan besar dan dia resapkan dalam kenyataan Allah yang semakin intim dan murni. Dalam inkarnasi ia bertemu dengan karya Allah, tak dapat dipahmi; ia jatuh bertekuklutut dalam doa pujian dan penuh terima kasih; inilah aksi cinta ilahi, yang diterima Maria dengan hati penuh iman dan yang diagungkannya melampaui segala ciptaan dalam kedekatan yang semakin intim dengan Allah. Karena itu Fransiskus mengangkat “Tuan Puteri yang kudus, ratu penuh kuasa” sembari mengumumkannya sebagai “Ratu dunia” (KB II.8).
- Maria, tangga keselamatan.
Fransiskus menghormati Maria secara khusus sebagai “Bunda kebaikan” (1Cel 21) justru karena Bunda Yesus. Keyakinan ini mendorong dia untuk tinggal di tempat suci Bunda Allah itu di Porziunculla; ia mengharapkan segalanya dari kebaikannya: “setelah Kristus, dialah tumpahan seluruh kepercayaannya” (KB. IX.3)
Menurut Bonaventura, karena jasa Bunda belas kasihlah maka Fransiskus dalam biaranya mengandung dan melahirkan semangat kebenaran injili. Ia/Bona menghaluskan penafsiran ini dengan menyebut peristiwa agung di mana Maria “telah mengandung Sabda penuh rahmat dan kebenaran” (KB III.1). Kata-kata Bonaventura ini adalah penjelasan tentang kedalaman kasih dan penghormatan Fransiskus terhadap Madona. Devosi ini berkembang bukan saja dalam doa-doa dan lagu-lagu pujian yang semakin berkobar melainkan juga semakin sempurna dalam daya mempribadikan sikap Perawan (menjadikannya sikap pribadi) di hadapan Sabda. Hal pertama adalah “concepit” (mengandung): seperti Maria, manusia harus mengandung sabda Allah, menerimanya dengan ketaatan penuh iman dan membiarkannya terlaksana secara penuh. Tetapi pada konsep baru ini mesti dilengkapi keturunan “peperit”, dan pada kesempatan kedua: manusia, taat dan penuh iman, baru seperti Maria, harus melahirkan Sabda Allah, memberi kehidupan dan forma. Bonaventura menggarisbawahi kedua ini dalam Maria, seperti dalam Fransiskus. Sungguh tidak dapat diungkapkan dan dijelaskan dengan cara yang lebih diperkirakan dan lebih dalam komponen mariana hidup injili Fransiskus.
Dalam hal ini tidak ada pengaruh pikiran filsafat luar dalam hidup Fransiskus; itu ditunjukkan Bonaventura dengan bukti terang Surat yang Fransiskus tulis kepada kaum beriman di seluruh dunia dan di dalamnya ia menyampaikan rahasia hatinya. Fr menggambarkan kelahiran Sabda ilahi dari rahim Perawan Maria yang suci dan mulia. Tetapi kelahiran ini tidak hanya terjadi pada Maria, melainkan perlu direalisasikan juga secara baru dalam hati kaum beriman. Para bapa Gereja, dari Hipolitus dan Origenes dst.., telah merenungkan misteri intim hidup Kristen ini dan berusaha menjelaskannya selalu secara baru. Fr juga memberikan tafsiran mengagumkan dan dengan gaya orisinilnya mengungkapkan: “Kita menjadi ibu, bila mengandung Dia di dalam hati dan tubuh kita karena kasih ilahi dan suara hati yang murni dan jernih; kita melahirkan Dia melalui karya yang suci, yang harus bercahaya bagi orang lain sebagai contoh” (1SurBerim I.10 ). Pd tempat pertama Fransiskus membatasi diri mengungkap aspek asketis misteri, …; tetapi pada saat yang sama dia mempunyai penegasan lain, tak terpisahkan dari keibuan rohani, yang mengarah ke nilai teolgis mendalam juga dari yang pertama: “Kita menjadi mempelai (Kristus) ketika denagn ikatan Roh Kudus jiwa orang beriman disatukan dengan Kristus”. Misteri keibuan ilahi didasarkan dan dilekatkan pada misteri pengantin, dianugerahkan pada jiwa orang beriman oleh karya Roh Kudus. Jadi tidak hanya menyangkut kehendak dan usaha asketis orang beriman melainkan juga anugerah rahmat kasih Allah dalam Roh Kudus.
Fransiskus mengagungkan Bunda Allah sebagai “mempelai Roh Kudus”; tetapi juga pada keibuan rohani kaum beriman dihubungkan dalam kesatuan pengantin dalam Roh Kudus. Karena justru Roh Kuduslah, dgn rahmat dan penerangannya meliputi semua keutamaan dalam hati kaum beriman, untuk mengantar mereka dari ketidakberimanan menjadi beriman. Ini juga petunjuk bhwa ini bukan kebetulan diletakkan dalam Saluto della Beata Vergine. Karena naungan Roh Kudus, Sabda Bapa menjadi daging dalam Maria. Secara analogis, rahmat dan penerangan dari Roh yang sama melahirkan Kristus dalam jiwa-jiwa, semakin menyempurnakan mereka dalam hidup kristiani, sampai pada mengantar mereka pada kebijaksanaan rohani, berkat kehadiran Putera Allah yang adalah Kebijaksanaan Bapa sejati.
Tetapi kelahiran Allah dalam hati kaum beriman hanya satu aspek dari keibuan ini. Fransiskus menunjukkan yang lain juga: yaitu daya dalam hidup kristiani, dengan “karya yang baik yang harus bercahaya bagi orang lain sebagai contoh”, sehingga Kristus dilahirkan dalam diri orang lain. Fungsi keibuan/maternal dalam hidup Kristen meluas dalam Gereja sebagai kesaksian hidup. Fransiskus telah berbicara sering dan menginginkan ini terjadi dalam Gereja; sebagai contoh, ketika ia menyampaikannya kepada saudara-saudara, sederhana dan tak berpendidikan, kata-kata KS: “Yang mandul melahirkan tujuh kali” (1Sam 2:5) dan berkomentar: “wanita mandul adalah saudaraku yang miskin yang tidak mempunyai kewajiban untuk melahirkan anak-anak dalam Gereja. Tetapi lihat yang akan terjadi pada hari pengadilan, dia ternyata melahirkan sangat banyak karena hakim akan mencatat mulia bhwa ia mentobatkan dengan doanya yang tersembunyi” (2 Cel 164; lhat juga 174).
Apa yang terlaksana dalam keibuan Maria demi keselamatan dunia, diteruskan, karena karya adikodrati Roh Kudus, dalam hati orang beriman. Itulah pada dasarnya misteri Gereja, di mana kaum beriman ambil bagian. Fransiskus pandai mengambil bagian pada anugerah rahmat yang direnungkan dalam Maria. Dan mengajak bahwa realisasi karya rahmat ini dalam Gereja adalah tugasnya dan saudara-saudaranya. Bunda Kristus: Maria ini bagi dia adalah yang utama dan di atas segalanya; karena itu ia mencintainya dengan cinta tak terucapkan. Juga , Bunda Kristus: bagi kaum beriman “yang mendengarkan sabda Allah dan melaksanakannya (Luk 8:21)” dan dengan demikian mengambil bagian dalam fungsi keibuan Gereja. Kita boleh meringkas tentang devosi Marianya Fransiskus sbb: hidup dalam Gereja seperti Maria.
Mengaktualkan dan meneruskan karya keselamatan:itulah seluruh devosi mariana Fransiskus. Intinya: Membuat yang tidak kelihatan mejadi kelihatan dalam inkarnasi Sabda.
Fransiskus mengenal juga bentuk lain dari Allah tak kelihatan itu: yaitu yang dicintai dan dihormati dalam sakramen mahakudus. Dalam Petuah I dikatakan bahwa dalam misteri ini kita harus melihat dengan mata iman dia yang, ketika hidup dalam daging, berkata kepada murid-muridnya: “siapa telah melihat aku ia melihat Bapa” (Yoh 14:9). Karena itu Fransiskus berseru: “hai, anak-anak manusia, sampai kapan kamu mempunyai hati yg begitu keras? Mengapa kamu tidak mengenal kebenaran dan tidak percaya kepada Putera Allah. Lihallah, tiap hari ia merendahkan diri (cfr. 1Cel 84)”, seperti ketika dari takhta tinggi turun ke dalam rahim perawan; tiap hari ia datang kepada kita dalam penampakan/wajah yang rendah; tiap hari turun dari dada Bapa di atas altar dalam tangan imam”. Ia tahu juga bahwa ambil bagian dalam misteri, kemungkinan percaya secundum Spiritum, tergantung pada “Roh Allah, yang tinggal dalam umatnya”. Bagian ini menunjukkan kepada kita bahwa isyarat Inkarnasi Kristus dalam Maria tidak terjadi kebetulan. Justru karena ia, memberikan diri tanpa syarat, membuka diri dengan/dalam iman akan karya Roh Kudus -juga di sini diingat sebagai “Sponsa Spiritus Sancti”- dapat membuat Allah tersembunyi dapat dilihat, diraba. Dan siapa, seperti dia, membuka diri dalam iman akan Roh Kristus dalam Ekaristi, akan merenungkan Tuhan “dengan mata roh”, dan akan dipenuhi oleh Dia, jadi satu roh dengan Dia. Dalam misteri ini ia akan memandang dalam satu-satunya kenyataan awal dan akhir karya keselamatan; karena dengan cara demikian Tuhan selalu ada bersama umat, sebagaimana Dia sendiri berkata: Lihatlah, aku bersama kamu sampai akhir dunia” (Pth I)
- Maria, “Tuan Puteri miskin”.
Fransiskus tidak membatasi hubungan intim-rohaniah hidup Kristen dengan hidup Maria; ia melihat kesamaan juga dalam hidup lahiriah. Maka berdekatan dengan keibuan ilahi, ia menggarisbawahi juga suatu gelar lain keagungan Maria, yaitu Domina pauper, Tuan Puteri msikin (1Cel 83). Gelar ini tidak berdiri sendiri. Kemiskinan Maria adalah personifikasi dari kemiskinan Kristus, tanda bahwa ia, sebagai ibu, berbagi nasib dengan Putera dan dia mengambil bagian secara penuh.
Dalam SurBerim, setelah menulis tentang misteri inkarnasi, Fransiskus meneruskan: “Dia sekali pun kaya melampaui segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini, bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat berbahagia”(2SurBerim. 5). Teks ini mengungkapkan kesadaran penuh Fransiskus akan fungsi penebusan kemiskinan, seperti nampak dalam teks Santo Paulus: “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekali pun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya” (2Kor 8:9 cfr. 2Cel 73-74). Maria dan para murid mengambil bagian dalam kemiskinan penebusan Kristus ini; juga Fransiskus mau berjalan pada garis ini dan bersama dia semua mereka yang mau mengikutinya. Ketika ia menuntut dari saudara-saudaranya suatu hidup pengemis miskin, ia menunjukkan kepada mereka teladan Kristus, yang “sendiri hidup miskin dan menumpang dan hidup dari sedekah, Dia sendiri bersama Perawan yang bahagia dan para murid-Nya” (AtB IX.5 ). Dan kepada St. Klara dan saudari-saudarinya ia menegaskan dengan mantap: “Saya, saudara Fransiskus yang kecil, mau mengikuti kehidupan dan kemiskinan Tuhan kita Yesus Kristus yang mahatinggi dan Bunda-Nya yang tersuci dan memeliharanya sedemikian rupa sampai akhir hidup” dan saudari-saudari harus menyesuaikan diri sehingga mengatasi segala kesulitan. Ia juga menyebut kemiskinan sebagai ratu segala keutamaan, karena “keutamaan itu tampil dengan cemerlang pada Raja sekalian raja dan pada Ratu, Bunda-Nya” (KB VII.1).
Kemiskinan, yang dijalani Maria dalam hidup duniawinya bersama Kristus, Puteranya, sungguh mengesan baginya secara mendalam dan merangsangnya untuk berpartisipasi total: “Sering ia merenungkan kemiskinan Kristus Yesus serta Bunda-Nya dengan cucuran air mata” (KB VII.1). Pada waktu Natal ia tidak dapat menahan air mata karena mengingat kemiskinan Perawan, yang pada hari itu menderita kekurangan cinta. “Suatu hari sembari duduk makan siang, seorang saudara membuat isyarat akan kemiskinan Perawan yang bahagia dan keinginan Kristus, Puteranya; maka dengan segera ia bangun dari meja dan, penuh dengan air mata, meneruskan dengan makanan sisa di tanah telanjang” (2Cel 200).
Di sini jelas bahwa Fransiskus tidak berhenti pd perasaan-perasaan sentimentil; dia memberi jawaban yang sungguh kristiani atas pengalaman serupa yang menimpa mereka. Kemiskinan Kristus dan Bundanya baginya bukan sekedar peristwa historis yang layak dikasihani, melainkan suatu kenyataan yang ada sekarang dalam Gereja, yang mesti diperhatikan dan diterima; “Jiwa Fransiskus luluh berhadapan dengan orang-orang miskin, dan berhadapan dengan mereka yang tidak dapat dibantunya dengan tangannya, ia hanya menunjukkan afeksinya. Kapan pun ia melihat orang butuh, betapapun ia berkekurangan, ia berubah dalam pikirannya dengan begitu cepat kepada Kristus. Dalam diri orang miskin ia melihat Putera dan puteri miskin dan ia lahir telanjang dalam hatinya sebagaimana ia lahir telanjang di pangkuannya “, kata Celano (2Cel 83). Di mata Fransiskus kemiskinan mempunyai tugas menunjukkan secara transparan kemiskinan Kristus dan Bundanya. Ketika seorang saudara berlaku tidak pantas pada seorang miskin, ia menghukumnya dengan keras, lalu menasehati: “Saudara, kapan pun engkau melihat seorang miskin, engkau melihat cermin Tuhan dan Bundanya yang miskin” (2Cel 85). Dengan demikian cinta yang muncul dalam kita karena ingat akan kemiskinan Kristus dan Bundanya mesti membangunkan cinta pada orang miskin, “anak-anak Puteri miskin”.
Bagi Fransiskus, Maria juga jatuh cinta pada kehidupan injili kemiskinan; menurut pandangannya, di mata Maria satu kehidupan serupa mesti mempunyai nilai lebih besar daripada setiap bentuk kesalehan lahir. “Suatu kali Petrus Catani, wakil sang Santo, Ketika melihat bahwa St. Maria Porziunculla dikunjungi banyak saudara dari jauh dan kebutuhan untuk mereka tidak tercukupi oleh hasil minta sedekah, berkata kepada Fransiskus: ‘Saudara, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, karena dengan orang sebanyak ini tidak akan tercukupi kebutuhan mereka. Saya minta, bolehkah sebagian barang dari novis yang masuk disisihkan untuk jaga-jaga demi mencukupi kebutuhan mereka’. Fransiskus menjawab ‘jauhkan pikiran itu, Saudaraku, itu melanggar AD’. Yang pertama menjawab: ‘apa yang harus saya lakukan?’. Fransiskus menjawab: ‘Bersihkan altar Perawan terberkati dan ambil semua ornament, jika engkau tidak mempunyai jalan keluar yang lain. Percayalah padaku, dia/Maria akan lebih senang Injil puteranya tetap dan altarnya (Maria) dibersihkan daripada altarnya penuh ornament dan puternya dilucuti. Allah akan mengirim seseorang yang akan mengembalikan kepada ibu kita ornament-ornamen yang dipinjamkan kepada kita’” (2Cel 67). Kata-kata itu, yang mengungkapkan dengan terang suatu iman mendalam, menunjukkan kesungguhan sang Santo meniru kemiskinan Maria dan tempat kemiskinan ini dalam seluruh hidup menurut Injil.
Juga semakin jelas bahwa kesalehan mariana dalam hidup Fransiskus bukan sebuah elemen luar dan tersendiri jauh dari hidupnya, melainkan didasarkan pada kesatuan melekat dekat dengan cita-cita peniruan lahiriah dan batiniah hidup Kristus, terutama dengan cintanya pada kemiskinan tertinggi.
- Maria pelindung ordo.
Semua yang telah disampaikanterdahulu menunjukkan bahwa Fransiskus merasa secara khusus terhubung dengan Bunda Allah dalam seluruh hidupnya batin dan lahir. Fransiskus mengungkapkan hubungan ini dengan cara yang sesuai dengan zamannya dan dengan caranya yang sangat pribadi.
Bonaventura berkata bahwa pada tahun awal pertobatannya, Fransiskus dengan senang hati tinggal di Porziunculla, santuari Perawan Bunda Allah dan ia mohon dalam doa untuk menjadi baginya ‘advocata’ penuh kebaikan (KB III.1). Dengan meletakkan kepercayaan begitu besar padanya ia menjadikannya advocata bagi dirinya sendiri dan sadara-saudaranya (KB IX.3). Thomas Celano menunjuk hal yang sama ketika berbicara tentang hari-hari terakhir: “Tetapi yang paling menyenangkan kita, ia menjadikannya avvocata dell’Ordine (Ordinis advocata) dan meletakkan di bawah sayapnya anak-anak yang segera ditinggalkannya sehingga ia dapat menjaga mereka dan melindungi mereka sampai akhir dunia” (2Cel 198).
Advocata, dalam pengertian abad pertengahan, mempunyai arti pelindung. Advokata mewakili biara yang diserahkan kepada perlindungannya menghadap pengadilan sipil. Dia harus melindunginya dan jika diperlukan membelanya terhadap kekerasan dan perampasan. Dalam perjalanan waktu itu menyangkut juga penyimpangan dan ketidakpantasan. Kelomok cisterciensis pada prinsipnya menolak advocata ini, tetapi tidak selalu berhasil. Maka mereka mengangkat Madona sebagai advokata ordo mereka. Di pihak lain gelar ini diberikan pada Maria sejak antifon tua: “Salve, Regina misericordiae”. Cistercensi dalam kapitel general thn 1218 menetapkan untuk menyanyikan setiap hari antifon ini. Cerita Celano menunjukkan kepada kita bahwa santo Asisi ini mengenal dan mencintainya (lagu itu) dengan cara yang khas (3Cel.27 ttg burung kecil yg setiap kali bernyanyi Ketika diminta Fr…)
Bagi Fransiskus dan bagi saudara-saudrar dina, istilah advocata ini hanya mempunyai makna rohani, karena mereka telah meninggalkan harta dunia. Maria membawa saudara-saudara dina kepada Tuhan, dengan memelihara mereka dan melindungi mereka dalam segala situasi yang sulit dalam hidup mereka. Ia/Maria harus campur tangan demi kebaikan mereka ketika dari diri mereka sendiri merasa tidak mampu. Fransiskus mengarahkan diri pada “Bunda yang mulia Maria yang sangat berbahagia selalu Perawan”, memohon kepadanya dengan rendah hati dihadapan para Malekat dan para kudus untuk membantunya dan semua saudara dina guna bersyukur “kepada Allah, kekal dan hidup”, demi rahmat agung keselamatan dan penebusan, “sebagaimana berkenan kepada-Nya” (AtB XXIII.5). Ia/Maria layak menyampaikan, atas nama kita, lagu pujian ini kepada Tritunggal kekal. Di hadapan Allah esa tritunggal, sebelum kepada semua org kudus, Fransiskus mengaku “kepada Maria bahagia selalu Perawan” semua dosanya, terutama kekurangannya dalam hidup seturut Injil, sebagaimana dituntut AD Ordo, dan dalam pujian kepada Allah karena tidak “selalu berdoa Ofisi, sebagaimana dikatakan dalam AD, baik karena kelalaian, sakit, kebodohan dan tidak terpelajar” (SurOrd 38-39). Atas kekurangan ini terhadap Allah, ia memohon dengan penuh keyakinan akan perlindungannya (Maria), agar memperhatikannya (Fr).
Permohonan ini secara mendalam ditemukan dalam uraian Pater Noster, yang -kalau bukan ditulis Fr- sering diresiter Fr dan dengan senang hati: “..ampunilah kesalahan kami, karena belas kasih-Mu yang tak terperikan, karena daya kekuatan sengsara Putera-Mu yang terkasih, dan karena jasa serta perantaraan Santa Perawan Maria dan semua orang pilihan-Mu” (Uraian Doa BK. 7-). Ia memohon dengan sangat mendesak kepadanya, ciptaan pilihan, dipenuhi rahmat istimewa di atas yang lain, untuk mengantar saudara-saudaranya kepada “Putera terkasih yang mahakudus, Tuhan dan Guru kita” (IbdSeng. Mzr I.Antfn.2; antifon Ofisi Sengsara ini selalu Santa Perawan Maria) . Fransiskus hanya sekali dalam doa itu menyebut Kristus “Tuhan dan Guru kita”, karena dimaksudkan untuk peniruan Kristus; kesatuan intim dengan Kristus adalah cita-cita agung hidup injili-Nya.
Kita boleh menyimpulkan gema iman ungkapan tadi dalam sajak yang ditulis Hendrikus dari Avranches tidak lama setelah Fransiskus meninggal (thn 1260?). Ketika saudara-saudara meminta Fransiskus untuk mengajar mereka berdoa, Fransiskus menjawab: “Karena kita semua membawa dosa-dosa, doa-doa kita tidak dapat disampaikan tersendiri. Doadoa itu harus bersandar pada dan berserah diri pada perlindungan penghuni surga. Utama sekali Perawan yang bahagia harus menjadi pengantara kita kepada Kristus dan Kristus pengantara kepada Bapa”. Rumusan ini menjelaskan dengan mudah konsep yang Fransiskus ingin ungkapkan dengan bahasanya sendiri yang sering indah seperti lukisan (pittoresco).
Juga seturut aspek kesalehan konkrit Fransiskus ini mengungkapan pengarahan serius dan vital seluruh devosi mariananya: Maria, “avvocata” adalah pembimbing maternal kepada Kristus, Manusia-Allah dan Kristus dalam setiap hal pengantara kepada Bapa. Tidak ada rumusan yang lebih pasti dan lebih tepat: Maria “mediatrix ad Christum” dan Kristus “mediator ad Patrem”.
- Kebaktian mariana konkrit
Para penulis biografi senang memberi penekanan khusus pada kecintaan khusus Fransiskus pada 3 santuari mariana, gereja-gereja di bawah perlindungan Perawan. Tiga dari antaranya diperbaiki Fransiskus dengan tangannya. Yang paling penting bagi kehidupan masa depan Fransiskus dan ordonya adalah gereja kecil St. Maria Para Malekat di Asisi, Porziunculla. Fransiskus tak pernah cape menceritakannya kepada saudara-saudaranya bahwa: “..setelah diwahyukan kepadanya oleh Allah bahwa Bunda yang bahagia mencintai gereja itu melebihi semua gereja lain yang didirikan untuk menghormatinya di seluruh dunia, maka ia/Fransiskus mencintainya lebih dari semua yang lainnya” (2Cel 19). Dalam pertemuan sederhana terungkap dengan terang bahwa Fransiskus merasa sangat tersentuh dengan kesederhanaan kanak untuk mencintai semua yang amat dicintai Maria. Dan justru di Porziunculla cinta ini secara khusus diberikan.
Karena itu dengan sangat yakin ia membimbing 12 saudara pertama dalam gereja kecil ini agar “berkat pahala Bunda Allah Saudara Dina dimulai, di situ pun berkat bantuannya mendapat perkembangannya” (KB IV.5). Dan di sini bernyala-nyalalah baktinya kepada Madona dan ia mulai menetap di situ (cfr. 1cel 21). Dan ketika merasa dekat dengan kematian, ia minta kembali ke sana untuk mati, “di mana dia untuk pertama kali menerima kekudusan dan rahmat melalui Bunda Allah Perawan” (KB. VII.3). Dengan demikian, dalam arti tertentu, ia mau menempuh seluruh hidupnya dalam rumah Maria, agar selalu tinggal dalam kehadiran keibuannya. Itu pula yang diinginkannya untuk saudara-saudaranya. Pada saat meninggal ia mengingatkan saudara-saudaranya untuk memelihara secara khusus santuari ini: “Ingatlah anak-anakku, janganlah sekali-kali tempat ini kamu tinggalkan. Jika kamu diusir keluar di sebelah yang satu masuklah kembali di sebelah yg lain” (1Cel 106).
Karena ia merasa begitu bersatu erat pada Bunda Allah dan tahu sangat berutang pada perlindungan berkelanjutan dan kepadanya ia mengenang secara istimewa: “Baginya ia menyampaikan pujian khusus, menumpahkan doa-doa kepadanya, menumpahkan perasaan sedemikian rupa sehingga tidak dapat diungkapkan dengan bahasa manusia” (2Cel 198). Setiap hari, seperti ditunjukkan dalam Ibadat Sengara, ia meresiter secara khusus “mazmur-mazmur bagi Bunda Allah”, yang kiranya terbentuk pada abad 12 dan diucapkan setiap jam. Ia mengajar saudara-saudara meresiter bersama Pater noster dan Ave Maria…Mareka harus merenungkan secara khusus kegembiraan Maria “karena Kristus menganugerhkan mereka sukacita kekal”.
Di antara semua pesta Maria, tampaknya Fransiskus sangat suka Maria Diangkat ke Surga. Secara khusus ia mempersiapkan diri dengan puasa 40 hari (KB IX.3). Katanya, jika hari itu jatuh pada hari di mana mereka harus berpuasa sesuai dgn ketentuan AD saudara-saudara dan saudari-saudari tersiari bebas, seperti berada dalam pesta besar. Pada hari itu kegembiraan karena hormat kepada Maria harus istimewa/utama.
Disemangati keyakinan penuh pada Madona, Fransiskus melakukan juga mukjizat dengan perantaraannya. Suatu hari ia mengambil repih-repih roti dan dicampurinya dengan minyak yang diambil dari pelita yang bernyala di depan altar Santa Perawan, lalu dikirimkannya sebagai obat cair lewat saudara-saudara kepada si sakit; dengan kekuatan Kristus orang itu menjadi sembuh sempurna (KB IV.8). Juga seorang wanita mengalami sakit sulit bersalin dan kepadanya dia minta meresiter “Salve Regina Misericordiae”. Sementara dia berdoa muncul sekilas dalam terang seorang bayi. Juga seandainya itu sebuah dongeng, kisah itu sampai pada titik tertentu menunjukkan bahwa orang-orang zaman Fransiskus mengakui kepercayaannya yang begitu kuat pada Maria dan dengan begitu halus menyatu dengan gambarannya/Maria.
Kesalehan mariana Fransiskus, dalam banyak hal merupakan ungkapan sederhana tradisi Kristen, tetapi juga memperlihatkan dengan cara orsinil kerohanian pribadi sang santo ini, dihimpun dengan sangat baik/ vital oleh ordonya dan melewati perjalanan waktu berabad-abad. Juga jika setudi-setudi kemudian dan pikiran-pikiran lebih mendalam membawa doktrin-doktrin baru dan aplikasi berbeda, bagimana pun kebenaran bahwa Fransiskus telah meneruskan dengan keyakinan besar kepada saudara-saudara dina, sangat solid berakar dalam ordo: Maria adalah Bunda Yesus dan dengan demikian, alat pilihan dari Trinitas bagi karya keselamatan; Maria adalah Tuan puteri miskin dan dengan demikian, pelindung ordo. Kultus teradapnya dalam sejarah adalah aktualisasi dari satu doa singkat dan mengagumkan ditulis oleh Thomas Celano: “ayo, advokat orang miskin, penuhilah kami dengan tugas protetrice sampai pada waktu yang ditentukan Bapa” (2el 198).
Pesan: Amat penting keheningan batin dalam menjalani hidup; sesuatu yang dapat dicapai dalam meditasi hening: suatu latihan menenangkan pikiran dan hati, juga tubuh. Dalam keheningan batin kita bisa sampai pada kesadaran yang semakin mendalam akan kebenaran-kebenaran iman, meresapkannya dalam hati dan dengan demikian diri kita terlibat dalam kebenaran-kebenaran itu dan menjadikannya kebenaran-kebenaran untuk/bagi kita pribadi. Dengan demikian orang menjalani hidup ini dengan penuh kesadaran akan kebaikan-kebaikan yang diterima, dialami. Kesadaran itu membangkitkan rasa syukur mendalam: keluar dari kedalaman hati yang disapah cinta..kebaikan-kebaikan. Selanjutnya kesadaran penuh-mendalam itu membuat orang semakin mudah memahami kebenaran-kebenaran lain-lanjutan dalam iman, sebagai satu kesatuan, kait-mengkait; jadi mudah dipahami gaya berpikir asosiatif Fransiskus (Kiranya kebanyakan mistikus berpikir seperti itu). Dan hati yang penuh dengan rasa syukur akan membuat orang yakin, percaya diri, gembira, terbuka, …, juga teguh, kuat, siap menerjang batas-batas demi kebaikan. Maka boleh dikatakan: Hanya lewat keheningan batin, kita dapat menjalani ajakan Fransiskus untuk “mengandung” nilai-nilai…dan “melahirkan” sikap, perbuatan-perbuatan baik, terutama rendah hati dan penuh syukur.
Disampaikan dalam rangka Pertemuan Gardianat Greccio 22 Mei 2020
Sumber utama: Karya Kajetan Esser “La Devozione A Maria Santissima in S. Francesco D’Assisi”
dalam “Presenza Di San Francesco N. 11”.
Vitalis Nonggur OFM
Biara St. Bonaventura Jogjakarta
Tinggalkan Komentar