Langkah Penuh Makna (Bagian 2)

Sdr. A. Eddy Kristiyanto, OFM, seorang Fransiskan yang mengabdikan diri di lembaga pendidikan STF Driyarkara, Jakarta membagikan pengalaman pelayanannya selama liburan akademis kampus. Liburan bukan tentang waktu berleha-leha tetapi tentang berpindah locus pelayanan dari ruang-ruang kuliah  kepada ruang-ruang perjumpaan lain. Kali ini beliau membagikan kisah perjalanan ke Roma dalam rangka pelayanan tarekat. Simak kisahnya!

Para peserta pertemuan Kongres Pusat Studi dan Riset OFM. Sdr. Eddy Kristiyanto, OFM berdiri di samping kanan Minister General, Sdr. Massimo Fusarelli, OFM.

Memenuhi undangan dari Curia Generale OFM untuk berperan serta dalam Kongres tentang Pusat Studi dan Riset OFM merupakan kesempatan berharga bagi saya untuk melihat dari dalam dan dekat peta kekuatan, skema, dan strategi OFM di bidang Studi dan Riset OFM. Hajatan akbar ini berlangsung pada tanggal 4-7 Juli 2023 dan bertempat di Curia Generale, Jl. Maria Mediatrice 25, Roma.

Kongres ini dikoordinasi oleh Sekretariat untuk Formasio dan Studi, tempat Sdr. Hieronimus Dei Rupa OFM bekerja sebagai Wakil, membantu Sekretaris Umum, Sdr. Darko Tepert OFM. Dua orang ini menjemput saya dan Garrett Galvin (dari San Diego) Bandara Fiumicino, Roma, pada tanggal 2 Juli. Pasca pertemuan, saya kembali ke Jakarta satu hari setelah kongres berakhir. Bersama Sdr. Hieronimus, saya masih menyempatkan diri berjumpa beberapa Saudara dari Indonesia yang tinggal di Collegio San Antonio, via Merulana, Roma.

 

Latar Belakang Pemikiran

Dasar pemikiran kongres ini adalah menindaklanjuti Keputusan Kapitel Umum 2015, no. 4, yang antara lain mengungkapkan kesadaran bahwa Ordo perlu mengembangkan warisan intelektual Fransiskan melalui pelbagai sarana riset, pengajaran, dan publikasi dalam tataran ilmiah. Selain itu, perlu diadakan kerja sama antar-pusat pendidikan tinggi Fransiskan dan mendorong diadakannya kongres mengenai pusat studi dan riset OFM yang mengolah tema-tema yang berhubungan dengan kehidupan misi Ordo dalam Gereja, seraya mengkajinya dari perspektif teologis dan kebudayaan global.

Kongres ini, bagi saya, juga menyatakan wajah dan kondisi internal OFM dewasa ini berkenaan dengan gerak studi dan riset. Kiranya tidak berlebihan kalau mengatakan bahwa lembaga religius ini kurang kuat, dingklang, kiprahnya agak kabur, kurang subur dalam hasilnya, sehingga studi dan riset ilmiah dan akademis khas Fransiskan agak sulit ditemukan.

Di belakang kita ada warisan sangat berharga tentang bagaimana sejumlah nama besar terbentuk, seperti (dari Sekolah Fransiskan Paris): A. Hales, J. de la Rochelle, Bonaventura, M. d’Acquasparta, P. Olivi; dan (dari Sekolah Fransiskan Oxford): R. Grosseteste, T. York, R. Bacone, J. Pecham, R. Mediavilla, J. Duns Scotus, W. Ockham. Ada pula nama seperti R. Llul, G. Montecorvino, G. Marignoli, G. Allegra, dan lain sebagainya. Nama-nama itu “kuat sekali” dalam tertib keilmuan yang khas Fransiskan. Selain itu, mereka menjadi pelaku yang bersinar di bidang misi, penginjilan, serta “inkulturasi”. Kedigdayaan para tokoh itu mengandaikan kuatnya “formasio intelektual” yang mentradisi dalam Persaudaraan.

Ketika Bahasa Latin dan kemudian Neolatin (Italia, Prancis, Portugis, Spanyol, dan Inggris) berkembang dalam budaya ilmiah, Eropa Barat mendominasi formasio, riset, dan publikasi. Namun, ketika pusat bergeser dan berkembang pesat dengan dukungan modal yang sangat kuat di Amerika Serikat, dan pengaruhnya mengglobal di hampir segala bidang kehidupan, Bahasa Inggris menjadi kunci. Karya-karya para maestro filsafat, teologi, kebudayaan, politik, serta susastra diterjemahkan dalam Bahasa Inggris. Kita mewarisi karya Marion A. Habig, Regis J. Armstrong, berikut pemikir dan intelektual kenamaan, seperti K.B. Osborne, R. Rohr, Z. Hayes, W. Short, D. Flood.

Jadi, “sekolah dan tradisi” Latin yang masih dipegang teguh oleh Pusat Studi dan Riset “Antonianum” beserta seluruh filialnya (Sekolah Teologi Verona, Venezia, Jerusalem) membangun benteng serta mengelola riset dan publikasinya sendiri. Sebagai contoh: Komisi Scotus sampai saat ini masih bergulat merampungkan edisi kritis karya maestro kenamaan itu dan semua masih dalam Bahasa Latin. Karya-karya para maestro lainnya, seperti A. Hales (yang kuat berpengaruh pada Thomas Aquinas) belum banyak disentuh.

Dengan panjang lebar saya katakan itu semua demi menyatakan perbandingan ini. Karya Thomas Aquinas, Summa Theologiae, sudah diterjemahkan dalam Bahasa Inggris, sehingga ketersebaran karya ini dijamin, apalagi ada dukungan politis-kegerejaan dari Paus Leo XIII (pada 4 Agustus 1879 mempromulgasikan ensiklik Aeterni Patris) yang memilih filsafat dan teologi Doctor Angelicus sebagai bahan wajib di lembaga pendidikan tinggi. Betapa besar anggaran yang dialokasikan untuk mewujudkan proyek ini. Sementara itu, sekolah dan tradisi formasio intelektual Fransiskan tidak ada narasi: tenggelam dalam gegap gempita Neo-skolastisisme yang didukung oleh para teolog collegio romano.

 

Peserta dan Pusat

Sesungguhnya pada tahun 2020 sudah digulirkan rencana untuk mengadakan kongres ini. Namun rencana itu terhalang oleh pandemi Covid-19 yang baru saja berakhir. Kalau kita perhatikan asal-usul (negara) para peserta kongres, maka ke-10 wakil telah hadir, yakni Brasil, Columbia, Spanyol, Amerika Serikat, Ekuador, Indonesia, Afrika Selatan, Congo, dan Italia. Turut bergabung pula 1 Conventual dan 1 Capusin. Lembaga yang tergabung dalam Universitas Kepausan Antonianum: Rektor, Dekan Fakultas Hukum, Teologi, Filsafat, Sekolah Tinggi Studi Abad Pertengahan dan Fransiskan, Sekolah Ilmu Pengetahuan Agama, Akademi Maria, Komisi Scotus, Kolese Sarafik, Institut Pendidikan Ekumenis (Venezia), SBF (Jerusalem). Total, 30 orang menghadiri kongres ini.

Minister General, Sdr. Massimo Fusarelli, OFM membuka kongres ini dengan sambutan yang intinya menyatakan bahwa tugas dan kewajiban kita adalah membarui identitas kefransiskanan kita. Hal ini menuntut discernment, studi, formasio, dan tindakan konkret. Selain itu, beliau mengajak untuk memelihara panggilan kita berkenaan dengan ekologi integral sebagaimana ditekankan oleh Bapa Suci Fransiskus maupun identitas Fransiskan kita. Diingatkan pula perihal pentingnya membangun jaringan kerjasama antar-pusat studi dan riset.

Minister General, Sdr. Massimo Fusarelli, OFM sedang memberikan sambutan kepada segenap peserta kongres.

Sejauh saya ketahui, ada tiga pusat utama studi dan riset, yaitu Universitas Kepausan Antonianum (Roma, Italia), Universitas St. Bonaventura (Bogota, Colombia), dan Siena College (New York, Amerika Serikat). Sementara lembaga pendidikan tinggi seperti Saint Bonaventure (New York), tempat alm. Sdr. Yan Ladju OFM belajar, dan Canterbury tidak berfungsi lagi.

Harapan Minister General mengenai jaringan kerjasama antar-pusat studi dan riset memang selama ini belum terwujud. Kongres ini menelorkan butir keputusan soal jaringan kerjasama tersebut. Selain itu, di setiap entitas (provinsi) perlu diadakan dan disediakan manual baik sederhana (untuk umum atau awam) maupun yang lengkap dan komplit, terutama untuk formasio intelektual. Tujuannya bersifat ganda: mempromosikan cara hidup dan tradisi intelektual Fransiskan, misalnya dengan tekanan teologis seperti Trinitas, Kristologi, dan Dunia. Mengingat dunia kiwari tidak dapat lepas dari media sosial, maka diharapkan adanya kemasan yang bisa dikonsumsi pengguna media sosial dan digital.

Di banyak tempat kefransiskanan belum kuat mengakar. Maka dari itu, kerjasama antar-lembaga religius dengan memanfaatkan “persaudaraan Fransiskan” perlu digalang, dipererat dengan program kerja yang terukur serta teratur.

Pada kesempatan pertama, semua partisipan diberi waktu sekitar 3 (tiga) menit untuk menyampaikan dinamika dan kegiatan studi serta riset Fransiskan yang diwakilinya. Dari Jakarta disuarakan satu-satunya lembaga unik yang menampung kerjasama antara Fransiskan dan Jesuit. Tidak lupa disebutkan adanya upaya mempublikasikan buku yang berjiwa Fransiskan dengan menggandeng Penerbit; model formasio kefransiskanan dalam formasio inisial.

 

Catatan Kecil

Ada beberapa catatan yang hendak saya abadikan. Satu, Sdr. Eddy Kristiyanto OFM adalah satu-satunya peserta yang datang dari wilayah Asia. Mengapa hanya dia? Mengapa para Fransiskan dari India, Vietnam, Filipina, Korea Selatan, ataupun Provinsi Fransiskus Duta Damai (Papua) tidak tampak? Apakah mereka ini tidak “memiliki” Pusat Studi dan Riset Fransiskan atau semacam itu, yang tugas dan pekerjaannya adalah menggali, mengembangkan, menyebarluaskan studi kefransiskanan? Tentu saya tidak memiliki jawabannya.

Sdr. Eddy kristiyanto, OFM berkesempatan memberikan presentasi perihal studi dan riset Fransiskan di Indonesia.

Dua, mengamati gelagat yang sangat nyata, saya berkesan bahwa kekristenan dan juga kefransiskanan sedang bergerak ke arah Selatan planet ini. Banyak panggilan hidup religius berasal dari Selatan. Provinsi St. Michael Malaikat Agung di Indonesia tengah mengukir sejarahn dengan “banyaknya panggilan”. Seperti nelayan yang menghela jala dari lautan ke daratan lalu ia memilih ikan-ikan yang dibutuhkan dan yang lain dikembalikan ke laut (Bdk. Mat. 13:47-48). Artinya, warisan intelektual dan tradisi kefransiskanan yang sangat berguna untuk kehidupan ini perlu ditanamkan secara serius. Bisa jadi, kefransiskanan seperti halnya kekristenan di Utara akan bermetamorfosis (entah bagaimana cara Tuhan membentuknya), namun di Selatan masih sangat menjanjikan. Utara mengesankan akan menjadi sangat sepuh dan hanya menyisakan bangunan-bangunan historis, namun Selatan masih menyimpan daya dan massa untuk terus berkembang.

Ketiga, formasio intelektual dan tradisi riset di provinsi kita ini perlu mendapat tempat yang wajar sebagai forma minorum yang dapat membuat entitas ini seimbang dan sehat. Agar kita tetap kuat mengusung dan menghidupi identitas kefransiskanan kita: berdoa dengan sikap bakti; menjalani perutusan-evangelisasi; menempuh formasio dan studi; mewujudkan kedinaan dan (di dalam) persaudaraan. 

 

Kontributor: Sdr. Eddy Kristiyanto, OFM

Ed.: Sdr. Rio, OFM

Tinggalkan Komentar