Jakarta, OFM — Pada Senin, 3 Maret 2025, para Saudara Dina di Gardianat Portiuncula, Jakarta mengadakan dialog bersama para pemerhati lingkungan hidup di komunitas Padepokan Ciliwung, Condet, Jakarta Timur. Dialog ini menjadi salah satu aksi nyata dalam merayakan 800 Tahun Kidung Segenap Ciptaan. Berangkat dari Biara St. Antonius Padua, Rawasari, tujuan perjalanan para Saudara Dina beralih dari semula di Padepokan Ciliwung yang dikelola Bang Lantur menuju Padepokan Ciliwung yang dikelola oleh Bang Kodir. Bang Kodir adalah salah satu tokoh penting dibalik gerakan peduli lingkungan di sekitar sungai Ciliwung. Banjir lima tahunan yang sedang melanda komunitas asuhan Bang Lantur menjadi alasan pengalihan tujuan perjalanan.
Kehadiran para Saudara Dina diterima baik. Dialog berjalan dalam suasana persaudaraan. Sejumlah perwakilan dari kelompok pemerhati lingkungan, khususnya pada kondisi sungai-sungai di Jakarta turut hadir, seperti Walhi Jakarta, Komunitas Laskar Kali Krukut, Komunitas Ciliwung Bambon, Komunitas Ciliwung Muara Bersama, dan ormas Bang Japar.
Sebelum dialog dimulai, para Saudara Dina mengadakan ibadat ekologi terlebih dahulu. Ibadat dilaksanakan di halaman depan rumah Bang Kodir. Pada akhir ibadat, para Saudara Dina menanam pohon Salak Condet sebagai simbol kegiatan dialog bersama ini. Anakan pohon Salak Condet sengaja dipilih karena merupakan maskot dari Provinsi DKI Jakarta.

Ibadat ekologi sebelum memulai kegiatan dialiog. Ibadat diakhiri dengan penanaman pohon. Sampah yang ada di hadapan para Saudara Dina menjadi “guru” yang mengajarkan kepedulian terhadap alam ciptaan.
Kegiatan dialog diawali dengan sharing dari perwakilan beberapa komunitas Ciliwung. Komunitas-komunitas ini berdiri secara sporadis, tidak terorganisir, namun memiliki visi yang sama, yakni peduli pada keberlangsungan Sungai Ciliwung. Dalam sharingnya, Bang Lantur menyampaikan kesulitan yang mereka hadapi. Menurutnya, persoalan lingkungan nampak seperti isu yang kurang berarti. “Jalan pengabdian yang dipilih oleh mereka yang peduli pada lingkungan nampak seperti jalan sepi. Selain sepi, penuh penolakan pula,” cerita beliau.
Bahkan, penolakan kerap kali datang dari pemerintah. Suara mereka sering dianggap bertentangan dengan kepentingan dan program-program pemerintah. Selain itu, pemerintah sering kali membuat kebijakan tanpa berdialog dengan para aktivis yang sudah bertahun-tahun mengupayakan pelestarian lingkungan. Akibatnya, niat pemerintah untuk melestarikan alam justru malah merusak ekosistem alam yang ada. Sebagai contoh, menurut para aktivis ini, normalisasi sungai Ciliwung dengan betonisasi sungai justru merusak ekosistem sungai. Betonisasi bukanlah cara mengatasi banjir. Betonisasi justru mempersempit area sungai dan mempercepat proses pengaliran sungai. Akibatnya, area hilir yang rata-rata berada di bawah permukaan air laut menjadi korban dari proyek ini. Bukannya tertampung di laut, daerah hilir justru menjadi penampungan aliran air.

Berfoto bersama setelah kegiatan dialog. Adakah yang lebih mendesak dari tagar #PulihkanJakarta?
Selain tantangan penolakan, komunitas Sungai Ciliwung ini juga kerap merasa “jengkel” dengan banyaknya sampah yang ada di Sungai Ciliwung. Mereka prihatin dengan kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke sungai. Hal ini membuat sungai menjadi tercemar. Padahal, sungai Ciliwung merupakan saksi perkembangan peradaban di Jakarta. “Tidak ada gunanya setetes air kalau sudah tercemar,” komentar Bang Kodir terhadap kondisi Sungai Ciliwung saat ini.
Kegiatan dialog bersama ini berlangsung begitu hangat. Durasi dialog selama tiga jam terasa singkat. Perjumpaan dan dialog ini menjadi peneguhan bagi setiap orang yang hadir. Isu ekologi ternyata dapat menjadi sarana untuk berdialog dengan orang lain dari komunitas apapun. Kesadaran akan alam sebagai ciptaan Tuhan yang harus dipelihara menjadi sarana untuk membangun persaudaraan yang lebih erat, khususnya di Indonesia. Setelah kegiatan dialog, acara ditutup dengan berbuka puasa bersama. Bang Kodir sebagai tuan rumah bersama dengan komunitas-komunitas lain menyediakan makanan dan minuman untuk disantap bersama.
Sdr. Franciskus Canyuter Pandiangan, OFM
Ed.: Sdr. Carlo OFM
Tinggalkan Komentar