PAX ET BONUM DALAM FILM “WOODWALKERS”

 Sdr. Darmin Mbula OFM menghadirkan refleksi  nilai damai dan kebaikan dalam perspektif film Woodwalkers, sebuah film bergenre fiksi-fantasi yang berbicara tentang tema relasi manusia dan ciptaan lain. Agar dapat memahami refleksi ini secara utuh, perlu terlebih dahulu menonton film Woodwalkers.

Pada akhir Januari 2025 lalu, film Woodwalkers hadir di layar bioskop Indonesia. Gerai Cinema XXI di sejumlah tempat menayangkan film ini. Alur film ini membawa penonton pada perjalanan melintasi dunia manusia, hewan, dan alam yang saling terkoneksi dalam eros-agape. Terkoneksi antara eros dan agape menggambarkan keseimbangan antara cinta yang menggairahkan dan penuh hasrat (eros) dengan cinta yang tulus, tanpa pamrih, dan penuh kasih universal (agape). Kedua jenis cinta ini saling melengkapi dalam menyelami relasi manusia, hewan dan alam, menghubungkan kedalaman emosi dengan kedalaman kebaikan.

Adegan-adegan dalam film menggambarkan kedamaian yang tumbuh dari pengertian dan kasih sayang, serta kebaikan yang menyatu dengan kehidupan yang penuh penghormatan terhadap setiap makhluk ciptaan. Film ini mengajarkan bahwa kedamaian bukanlah sesuatu yang harus dicari di luar sana, melainkan sesuatu yang tumbuh dalam hati kita (inner beauty) kalau kita belajar untuk hidup selaras dengan alam, hewan dan sesama, dalam cinta yang tak terbatas. Saya belajar perihal “one health” dan sustainable happiness, keselarasan antara alam, hewan, dan manusia untuk kebahagiaan berkelanjutan.

Saat menyaksikan film Woodwalkers, benakku seolah terangkat ke langit yang luas, meresapi setiap gambar yang menampilkan keindahan alam yang hidup — gunung-gunung yang menjulang, hutan-hutan yang berbisik dalam angin, dan sungai yang berkelok dengan lembut. Dalam film Woodwalkers, hewan-hewan menjadi penjaga rahasia alam, bergerak dengan elegan dalam simfoni kehidupan yang penuh keajaiban, seolah menyuarakan bahasa batin yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang berani mendengar hati bumi yang berdegup.

Dalam setiap adegan, saya seakan mendengar gema Kidung Segenap Ciptaan karya Santo Fransiskus dari Assisi, meskipun lebih dari delapan ratus tahun telah berlalu. Fransiskus, dengan hati yang penuh cinta kasih, menyapa matahari  dan hewan sebagai saudara, bulan sebagai saudari, dan angin serta api sebagai sahabat. Dalam dunia Woodwalkers, begitu jelas tergambar bahwa manusia, hewan dan alam bukanlah dua entitas yang terpisah, tetapi satu kesatuan yang saling menghidupi. Seperti Fransiskus dari Assisi yang melihat pantulan keagunngan Tuhan dalam setiap ciptaan-Nya, karakter-karakter dalam film ini pun menemukan kedamaian dan kedalaman spiritual dengan mengenali keharmonisan alam sekitar. Pemandangan yang mempesona ini, dalam setiap langkah dan transformasi, membuatku teringat akan ajaran Fransiskus dari Assisi yang menyentuh jiwa, mengingatkan kita akan keindahan dalam saling menghormati dan mengasihi seluruh ciptaan pesan yang tak pernah usang, bahkan setelah berabad-abad.

Woodwalkers adalah sebuah film yang diadaptasi dari novel karya Katja Brandis, penulis asal Jerman yang dikenal dengan karya-karya bergenre fiksi remaja dan fantasi. Seri novel Woodwalkers yang melambungkan namanya mengisahkan petualangan remaja dengan kemampuan spesial bertransformasi menjadi binatang, sambil mengeksplorasi tema-tema tentang hubungan manusia dengan alam, hewan, dan diri mereka sendiri. Karya-karyanya sering menggabungkan elemen fantasi dengan pesan moral yang mendalam, menekankan pentingnya kedamaian, keharmonisan, dan pemahaman terhadap lingkungan sekitar.

Buku dan film Woodwalkers mengisahkan perjalanan batin seorang protagonis yang terperangkap antara dua dunia yang bertentangan: dunia manusia dan dunia alam liar. Dalam kisah yang penuh dengan petualangan dan konflik internal ini, terdapat keindahan yang luar biasa dalam hal membangun hubungan dengan alam, dengan makhluk-makhluk hidup yang ada di dalamnya, dan terutama dengan diri sendiri. Melalui karakter yang memiliki kemampuan untuk bertransformasi menjadi binatang, para penonton dibawa pada perjalanan introspektif yang penuh dengan keajaiban dan ketegangan.

Terdapat nuansa romantisme yang tidak hanya hadir dalam hubungan antarmanusia, tetapi juga dalam hubungan antara manusia dan alam, seolah menyuarakan bahwa kedamaian sejati hanya tercapai ketika kita mampu berjalan selaras dengan bumi dan makhluk-makhluknya. Alam dalam Woodwalkers bukan sekadar latar, tetapi menjadi entitas hidup yang memberikan pelajaran tentang keberadaan, kebebasan, dan cinta. Narasi ini mengalir dengan ritme yang puitis, menggambarkan perasaan yang dalam, penuh kehangatan dan kerinduan akan kehidupan yang lebih harmonis — menciptakan perpaduan antara ketegangan dan keindahan dalam setiap adegan dan kata.

 

Homo Homini Lupus

Homo homini lupus” adalah ungkapan Latin yang berarti “manusia adalah serigala bagi sesamanya.” Ungkapan ini seolah menggambarkan pandangan pesimis tentang sifat manusia yang cenderung mementingkan diri sendiri, kejam, dan egois dalam hubungan sosialnya. Ungkapan ini pertama kali diutarakan oleh filsuf Thomas Hobbes guna menggambarkan kondisi manusia di luar tatanan sosial, di mana setiap individu akan saling bertarung demi kekuasaan, keuntungan, dan kelangsungan hidup. Dalam perspektif ini, manusia dianggap sebagai makhluk yang — tanpa struktur sosial atau moral — akan saling memangsa, berperang, dan menindas satu sama lain. Konsep ini sering kali digunakan untuk menggambarkan sifat alamiah manusia yang penuh dengan ambisi dan ketamakan, serta kerap kali mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan demi memenuhi kepentingan pribadi.

Namun, Woodwalkers menawarkan perspektif berbeda. Woodwalkers mengajak pembaca dan penonton untuk merenungkan hubungan manusia dengan dunia alam dan makhluk lainnya, di mana tokoh protagonisnya, yang memiliki kemampuan untuk bertransformasi menjadi binatang, justru menemukan bahwa kedamaian dan kebahagiaan dapat dicapai dengan hidup selaras dengan alam. Dalam dunia Woodwalkers, meskipun manusia masih memiliki potensi untuk berbuat salah atau jahat, mereka juga memiliki kapasitas untuk bertransformasi, mengatasi sifat primitif dan egois, dan mencari hubungan yang lebih harmonis dengan sesama serta alam. Dalam hal ini, Woodwalkers menggambarkan bahwa meskipun manusia sering kali terjebak dalam paradigma “omo homini lupus, mereka juga dapat melepaskan diri dari kekejaman itu dengan menciptakan hubungan  penuh kasih dan saling mendukung, seiring dengan penghormatan terhadap kehidupan yang lebih besar.

 

Sumber foto: https://mariviu.com/review-film-woodwalkers-2025-studiocanal/

 

Kidung Segenap Ciptaan

Kidung Segenap Ciptaan, yang diungkapkan oleh Santo Fransiskus dari Assisi  adalah sebuah karya poetik dan doa yang mencerminkan pandangannya yang mendalam tentang hubungan antara manusia dan alam. Dalam kidung ini, Fransiskus menyapa semua makhluk, baik yang hidup di bumi, di udara, maupun di air, sebagai saudara dan saudari. Pandangannya tentang dunia adalah dunia yang penuh dengan hubungan dan keterhubungan, di mana segala sesuatu — baik itu binatang, tumbuhan, bahkan unsur alam — memiliki peran dan martabatnya sendiri. Dalam suasana cinta kasih Injil, Fransiskus mengajarkan bahwa kita, manusia, seharusnya tidak hanya melihat alam sebagai sumber daya untuk dieksploitasi, tetapi sebagai saudara yang harus dihormati dan dilindungi. Kidung ini mengajak kita untuk mengubah cara kita memandang dunia, dari dunia yang terpisah-pisah menjadi satu kesatuan yang saling terhubung dan saling menghidupi.

Pandangan Santo Fransiskus ini sangat relevan dalam konteks Woodwalkers, sebuah karya yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam secara lebih puitis dan simbolik. Dalam Woodwalkers, karakter utama yang mampu bertransformasi menjadi binatang—sebuah kemampuan yang membingkai manusia dan makhluk lainnya dalam satu kesatuan—menggambarkan pandangan bahwa manusia dan alam bukanlah entitas yang terpisah, melainkan bagian dari jaringan kehidupan yang saling bergantung. Konsep Woodwalkers yang menekankan transformasi ini dapat dilihat sebagai perwujudan dari ajaran Fransiskus tentang konektivitas dan solidaritas dengan semua makhluk. Seperti Fransiskus yang memanggil matahari, bulan, dan angin sebagai saudara dan saudari, karakter-karakter dalam Woodwalkers menjalani perjalanan untuk lebih menghargai dan menghormati alam sekitar mereka, dengan mengatasi perbedaan dan konflik yang muncul dari ketidakharmonisan antara manusia dan lingkungan.

Dalam Woodwalkers, hubungan manusia dengan alam bukan hanya tentang pemahaman ekologis, tetapi juga tentang pemahaman spiritual yang dalam. Sejalan dengan keyakinan Santo Fransiskus bahwa Tuhan hadir dalam segala ciptaan, dan dengan menyapa segala sesuatu sebagai saudara dan saudari, kita diajak untuk mengakui keberadaan Tuhan dalam setiap makhluk. Karya ini mendorong pemahaman tentang keberlanjutan yang tidak hanya berbasis pada pelestarian alam, tetapi juga pada penghormatan terhadap kehidupan secara menyeluruh. Konektivitas antara manusia dan alam dalam Woodwalkers dapat dilihat sebagai refleksi dari semangat Kidung Segenap Ciptaan — di mana kehidupan yang berkelanjutan tercipta tidak hanya melalui tindakan fisik, tetapi melalui pengakuan bahwa segala sesuatu hidup dalam harmoni dengan kasih dan saling menghormati. Sebagaimana Fransiskus merayakan semua ciptaan sebagai bagian dari keluarga besar Tuhan, Woodwalkers mengingatkan kita bahwa kita, sebagai manusia, harus belajar untuk hidup dalam keseimbangan dengan alam, bukan sebagai penguasa, tetapi sebagai bagian dari sebuah jaringan kehidupan yang lebih besar.

 

Fratelli Tutti

Ensiklik Fratelli Tutti karya Paus Fransiskus, yang mengajak umat manusia untuk merajut persaudaraan sejati dalam dunia yang sering terpecah belah, terjalin dalam narasi puitis yang penuh dengan visi kasih universal dan solidaritas global. Dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus mengingatkan bahwa kita semua adalah bagian dari keluarga besar manusia, di mana setiap individu memiliki martabat yang sama, dan persaudaraan itu mencakup seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Sebagaimana dalam dunia Woodwalkers, yang menggambarkan hubungan manusia dengan alam dan makhluk hidup lainnya, Fratelli Tutti mengajak kita untuk menyadari bahwa kita adalah bagian dari satu jaringan kehidupan yang lebih besar, di mana kasih dan kepedulian tidak hanya tertuju pada sesama manusia, tetapi juga pada seluruh ciptaan Tuhan.

Dalam Woodwalkers, tema persaudaraan yang diangkat dalam Fratelli Tutti terasa begitu hidup. Karakter-karakter di dalamnya belajar untuk melihat dunia bukan hanya dari sudut pandang manusia, tetapi juga dari sudut pandang makhluk lain yang turut berbagi bumi ini. Dalam perjalanannya, mereka menemukan bahwa kesatuan dan keharmonisan sejati muncul ketika manusia, hewan, dan alam berinteraksi dalam saling pengertian dan cinta. Kekuatan Woodwalkers terletak pada caranya menggambarkan persaudaraan yang melampaui batas spesies, di mana tiap individu belajar untuk hidup berdampingan, saling menguatkan dan melindungi. Begitu juga dalam Fratelli Tutti, Paus Fransiskus menyerukan agar umat manusia mengatasi perbedaan dan membangun dunia yang lebih inklusif, di mana kasih universal mengalir di antara kita semua, tanpa ada yang terpinggirkan. Keduanya, baik dalam Woodwalkers maupun Fratelli Tutti, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa ditemukan dalam kebersamaan, dalam merawat hubungan penuh kasih dengan sesama, alam, dan seluruh ciptaan Tuhan.

 

Sekolah Cinta Kasih Fransiskus

SMA Clearwater dalam film Woodwalkers digambarkan sebagai tempat yang indah, di mana setiap sudutnya penuh dengan kedamaian dan ketenangan, seolah memanggil jiwa untuk bernafas dalam harmoni. Siswa-siswi yang belajar di sana tidak hanya memperoleh pengetahuan dari buku, tetapi juga dari setiap bisikan angin yang berhembus di antara pepohonan, dari setiap jejak hewan yang melintasi tanah, serta dari setiap pemandangan langit yang berubah warna. Sekolah ini bukan hanya sebuah tempat belajar, tetapi ruang di mana mereka diajarkan untuk melihat dunia dengan hati yang peka, untuk menghubungkan diri dengan alam dan makhluk lainnya, mengingatkan mereka akan nilai kasih yang mendalam yang mengalir di antara setiap ciptaan Tuhan.

Sekolah Cinta Kasih Fransiskus, dengan nuansa kasih yang hangat, mengundang setiap siswanya untuk merasakan kedalaman hidup yang tidak hanya ditemukan dalam pelajaran formal, tetapi juga dalam perjumpaan dengan sesama dan alam semesta. Seperti Santo Fransiskus yang menyebut ciptaan sebagai saudara dan saudari, sekolah ini mengajarkan nilai-nilai cinta, keterhubungan, dan keberlanjutan. Pendidikan tidak hanya tentang akademik di sini tetapi juga tentang membangun karakter yang menghargai kehidupan, merawat bumi, dan hidup dalam harmoni dengan segala ciptaan. Dalam keseharian yang penuh dengan kebersamaan dan kerendahan hati, para guru dan siswa di Sekolah Cinta Kasih Fransiskus tidak hanya berusaha mencapai pengetahuan, tetapi juga merasakan kedamaian yang lahir dari cinta kasih yang mengalir dalam setiap tindakan, menyatu dengan alam dan sesama dalam perwujudan iman yang hidup.

Dalam setiap hembusan angin yang melintasi hutan lebat Woodwalkers, ada gema yang menyatukan semangat Pace e Bene atau Pax et Bonum, mengajarkan kita bahwa kedamaian dan kebaikan bukan hanya konsep abstrak, tetapi realitas yang harus dihidupi. Pace e Bene yang berarti “damai dan kebaikan,” mengingatkan kita untuk melihat dunia dengan mata hati yang penuh kasih, menerima sesama dalam keterbatasannya, dan merayakan keberagaman yang ada di antara kita. Di tengah perjalanan para tokoh dan karakter dalam Woodwalkers, tercermin pesan bahwa kedamaian sejati lahir ketika kita hidup dalam keseimbangan dengan alam, menghormati setiap ciptaan Tuhan, dan menjaga harmoni antara manusia dan bumi.

Dalam idiom Pax et Bonum, kedamaian dan kebaikan bukan hanya disuarakan dengan kata-kata, tetapi juga diwujudkan dalam perbuatan penuh kasih, mengalir dalam setiap langkah, setiap transformasi, dan setiap tindakan yang menghargai kehidupan—baik itu manusia, hewan, ataupun alam. Woodwalkers menjadi sebuah cerita puitis yang menghidupkan ajaran Fransiskus, di mana dunia yang penuh dengan cinta, kedamaian, dan kebaikan menjadi sebuah tempat yang memungkinkan kita untuk menemukan kembali makna sejati dari hidup yang saling terhubung.

 

Kontributor: Sdr. Darmin Mbula OFM

Ed.: Sdr. Rio OFM

Tinggalkan Komentar